Sering Dimarahi Bisa Bikin Anak Depresi, Mengapa?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   14 Juni 2019
Sering Dimarahi Bisa Bikin Anak Depresi, Mengapa?Sering Dimarahi Bisa Bikin Anak Depresi, Mengapa?

Halodoc, Jakarta –  Sebagai orang tua adalah wajar jika terkadang emosi meledak dan tanpa disadari orang tua berteriak sebagai wujud kemarahan pada anak. Perasaan frustasi ketika belajar mendisiplinkan adalah sesuatu yang normal, tapi ketika ini diwujudkan dengan amarah, maka  secara tidak sadar bisa memengaruhi psikologi anak.

Faktanya, berteriak membuat anak lebih agresif, secara fisik dan verbal. Berteriak secara umum, apapun konteksnya adalah ekspresi kemarahan. Hal itu membuat anak-anak ketakutan dan merasa tidak aman.

Dalam masa pertumbuhannya, anak membutuhkan ketenangan dan keyakinan diterima terlepas dari perilaku buruk. Memarahi anak yang diiringi teriakan hanya akan membuat anak merasakan penolakan dan penghinaan verbal.  

Baca juga: Depresi Bisa Terjadi pada Segala Usia

Ini memiliki efek jangka panjang, seperti kecemasan, harga diri rendah, dan peningkatan agresi. Situasi yang sama juga membuat anak-anak lebih rentan terhadap intimidasi karena pemahaman mereka tentang batas-batas yang sehat dan harga diri menjadi tidak seimbang.

Memang Harus Sabar

Perilaku anak-anak kerap membuat orang tua tidak sabar. Namun, cobalah untuk menahan keinginan untuk berteriak ataupun meluapkan emosi secara berlebihan. Ingatlah bahwa orang tua tidak dapat memperbaiki semuanya dalam sekejap.

Anak-anak mungkin mengabaikan, menyembunyikan atau justru melawan ketika orang tua berusaha menasihati. Tapi begitulah anak-anak, memang butuh kesabaran ekstra dan kestabilan emosional untuk mendidik mereka.

Anak-anak yang memiliki hubungan emosional yang kuat dengan orang tua mereka lebih mudah untuk didisiplinkan. Ketika anak-anak merasa aman dan dicintai tanpa syarat, mereka akan lebih mudah menerima nasihat orang tua meski tanpa teriakan.

Ada beberapa hal yang bisa orang tua terapkan perihal memarahi anak tanpa menyebabkan anak depresi di kemudian hari, yaitu:

  1. Menjaga Komunikasi Terbuka

Kalau orang tua tidak pernah terlibat aktif dalam kehidupan anak akan membuat mereka susah menerima masukan. Anak-anak akan merasa lebih nyaman dan mendengarkan ketika orang tua selalu membuka diri untuk topik apapun. Waktu makan adalah kesempatan terbaik untuk percakapan dan membuat koneksi. Cobalah untuk menjaga makan malam setiap hari sebagai waktu keluarga.

  1. Mendengarkan

Orang tua kerap menganggap diri selalu benar dan anak harus wajib mendengarkan mereka. Situasi ini justru membuat anak merasa dikekang dan tidak bisa membuat pilihannya sendiri. Bisa jadi ketika anak membangkang adalah wujud keinginan untuk didengarkan.

Baca juga: Mendeteksi Depresi pada Anak

Orang tua perlu menjaga keseimbangan ini, yakni mendengarkan sekaligus disiplin. Memberikan pilihan untuk anak serta menjelaskan risiko dari pilihan-pilihan yang dilakukan anak. Jadikan rumah sebagai lingkungan yang tenang di mana orang berkomunikasi dengan respek dan mengakui perasaan satu sama lain tanpa menyalahkan, mempermalukan, ataupun menilai.

Komitmen terbuka membuat dialog tetap terbuka dan membuat semua orang di keluarga bertanggung jawab. Ada beberapa tanda anak mengalami depresi karena terbiasa dimarahi dengan intonasi tinggi, yaitu:

  1. Anak-anak mulai sering berteriak ketika keinginannya tidak dikabulkan

  2. Mereka membalas meneriaki orangtua

  3. Hubungan anak dan orangtua merenggang dan dingin

  4. Anak mulai menarik diri dan menjadi lebih dipengaruhi oleh teman-temannya ketimbang orangtua sendiri

Kalau ingin mengetahui lebih banyak mengenai bagaimana dampak kemarahan orangtua terhadap depresi pada anak, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter-dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Talk to A Doctor, kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.