Sering Berbohong, Bisa Jadi Alami Gangguan Kepribadian

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   01 Desember 2018
Sering Berbohong, Bisa Jadi Alami Gangguan KepribadianSering Berbohong, Bisa Jadi Alami Gangguan Kepribadian

Halodoc, Jakarta – Berbohong dapat menghancurkan hubungan, baik antara seorang anak dan orang tua atau antara seorang istri dan seorang suami. Kebiasaan ini dapat merusak kepercayaan dan keintiman. Ternyata berbohong bukan hanya sekadar kebiasaan yang dapat merusak kepercayaan, tetapi juga erat kaitannya dengan gangguan kepribadian.

Sayangnya, gangguan kepribadian bukanlah penyakit yang dikenal atau dipahami dengan baik. Ada beberapa alasan potensial mengapa kebohongan dapat terjadi pada orang dengan gangguan kepribadian.

  1. Emosi yang Intens

Orang-orang dengan gangguan kepribadian memiliki gejolak emosi yang sangat kuat. Hal ini mengaburkan pemikiran rasionalnya sehingga membuatnya melihat sesuatu melalui lensa emosional yang mungkin berbeda dari cara orang lain melihatnya.

Pengidap gangguan kepribadian kerap mencari detail yang mengkonfirmasi apa yang mereka rasakan dan mengabaikan fakta yang akan bertentangan dengan hal tersebut. Ini bisa sangat membuat frustrasi bagi teman dan anggota keluarga lingkungan terdekatnya. Sangat penting untuk memahami bahwa orang dengan gangguan kepribadian tidak secara sadar melakukan kebohongan.

  1. Impulsivitas

Gangguan kepribadian juga dikaitkan dengan impulsivitas, yaitu kecenderungan untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya. Jadi, beberapa contoh kebohongan mungkin adalah hasil dari seseorang dengan gangguan kepribadian yang tidak berpikir sebelum memberikan tanggapan.

  1. Malu

Selain itu, orang-orang dengan gangguan kepribadian sering mengalami rasa malu yang dalam, sehingga berbohong dapat menjadi salah satu cara untuk menyembunyikan kesalahan atau kelemahannya.

Orang-orang dengan gangguan kepribadian sering juga sangat sensitif terhadap penolakan, jadi salah satu fungsi berbohong adalah untuk menutupi kesalahan sehingga orang lain tidak akan menolaknya.

  1. Area Otak yang Terpengaruh saat Berbohong

Berdasarkan teknik pencitraan canggih yang disebut pencitraan resonansi magnetik fungsional (FMRI), para peneliti telah menemukan bahwa berbohong terkait dengan aktivasi korteks prefrontal yang terletak di bagian paling depan otak. Korteks prefrontal memainkan peranan penting dalam menentukan kepribadian seseorang, merencanakan tugas-tugas kognitif, dan mengatur perilaku sosial dan emosional.

Aktivasi korteks prefrontal ini bisa mengetahui apakah kebohongan terkait dengan kondisi emosional yang tidak stabil atau karena keadaan ingin menyakiti orang lain. Hal ini bisa diketahui melalui area otak mana yang terpengaruh saat berbohong.

Berbohong dan Dampaknya pada Hubungan

Jika kebohongan telah menjadi hal yang umum, sehingga dapat menghilangkan sistem pendukung penting dan membahayakan hubungan sosial pengidapnya. Sulit untuk mempertahankan hubungan dengan teman atau anggota keluarga dengan gangguan kepribadian. Namun, penting untuk memahami bahwa orang-orang dengan gangguan kepribadian sering terlibat dalam perilaku destruktif bukan karena mereka bermaksud menyakiti orang di sekitarnya. Ini lebih dikarenakan penderitaan mereka begitu kuat dan tidak memiliki cara lain untuk bertahan hidup selain menyakiti dan disakiti.

Penting peranan orang di sekitar untuk memahami dan mendukung pengidap gangguan kepribadian dalam proses kesembuhannya. Jika orang sekitar dapat memahami penyebabnya, bisa jadi dapat membantu pengidapnya mendapatkan terapi yang tepat untuk membantu mengelola gejala gangguan kepribadiannya.

Kalau ingin mengetahui lebih banyak mengenai gangguan kepribadian serta hubungannya dengan kebiasaan berbohong, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter-dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor, kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.

Baca juga: