Trombositosis
Pengertian Trombositosis
Trombositosis merupakan kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar trombosit yang diproduksi tubuh. Untuk orang dewasa, jumlah trombosit normal berkisar 150-450×109/L atau 150.000-450.000 platelet (trombosit) per mikroliter darah. Sedangkan pengidap trombositosis bisa mengalami peningkatan yang drastis, berkisar 600×109/L atau lebih.
Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan. Ketika terjadi pendarahan, trombosit di dalam sel darah akan menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan untuk menghentikan pendarahan.
Namun, bila jumlah trombosit terlalu banyak, beberapa masalah kesehatan bisa terjadi. Contohnya seperti stroke, serangan jantung, atau pembekuan di pembuluh darah.
Ada dua jenis trombositosis, di antaranya:
- Trombositosis primer atau trombositosis esensial. Jenis ini disebabkan oleh gangguan pada sumsum tulang. Trombositosis primer merupakan kondisi yang sering menyebabkan penggumpalan darah.
- Trombositosis sekunder atau trombositosis reaktif. Jenis ini lebih sering disebabkan infeksi atau penyakit lain yang pernah atau sedang diidap.
Penyebab Trombositosis
Trombositosis bisa disebabkan oleh berbagai hal. Mulai dari gangguan pada tulang dan sumsum tulang, infeksi, hingga kondisi lainnya. Penyebab trombositosis primer masih belum diketahui secara pasti. Meskipun mutasi gen tertentu ditemukan dalam darah atau sumsum tulang, jenis trombositosis ini tidak dianggap sebagai kondisi yang diturunkan.
Trombositosis primer disebabkan oleh banyaknya trombosit yang diproduksi oleh sumsum tulang ke dalam darah. Jumlah trombosit yang tinggi ini berpotensi meningkatkan risiko terjadi penggumpalan darah, atau bahkan memicu terjadi pendarahan.
Sementara trombositosis sekunder merupakan salah satu reaksi berlebih terhadap kondisi yang dialami tubuh, dan dapat disebabkan oleh beberapa kondisi lain. Contohnya seperti reaksi alergi, serangan jantung, latihan fisik, infeksi (misalnya tuberkulosis), kekurangan zat besi, kekurangan vitamin, hingga kanker. Reaksi yang berlebihan tersebut bisa memicu pelepasan sitokin-sitokin yang menyebabkan meningkatnya produksi trombosit.
Beberapa penyebab lainnya, termasuk juga beberapa golongan obat seperti:
- Kehilangan darah atau pendarahan akut parah.
- Gagal ginjal akut atau gangguan pada organ ginjal lainnya.
- Operasi untuk mengobati penyakit jantung koroner.
- Operasi pengangkatan limpa.
- Peradangan, seperti kondisi rheumatoid arthritis, gangguan jaringan ikat, peradangan usus, atau penyakit celiac.
- Operasi besar yang baru dialami.
- Pankreatitis.
- Luka Bakar.
- Trauma
- Anemia hemolitik.
- Obat-obatan seperti epinephrine, heparin sodium, tretinoin, dan vincristine sulfate.
- Sumsum tulang mengandung stem cells (sel-sel induk) yang dapat berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih atau platelet (trombosit).
Faktor Risiko Trombositosis
Terdapat beberapa faktor risiko yang bisa memicu terjadi trombositosis, yaitu:
-
Trombositosis Primer
Seseorang yang mengidap kondisi medis tertentu, seperti myelofibrosi, leukemia myelogenous kronik, atau polisitemia vera. Di samping itu, faktor genetik dari orang tua atau anggota keluarga yang memiliki kondisi ini juga berperan.
-
Trombositosis Sekunder
Untuk trombositosis sekunder, kondisi berikut bisa meningkatkan risiko kamu untuk mengalaminya:
- Kehilangan darah atau pendarahan akut parah.
- Luka bakar.
- Operasi besar yang dialami.
- Mengidap gagal ginjal akut
- Pankreatitis.
- Konsumsi obat-obatan tertentu.
- Anema homolitik.
Gejala Trombositosis
Seseorang yang mengalami trombositosis bisa mengalami berbagai keluhan pada tubuhnya. Umumnya pengidapnya akan mengalami sakit kepala, sait dada, pingsan, pusing, kelelahan, kesemutan pada tangan dan kaki, hingga terganggunya penglihatan (sementara). Namun, dalam beberapa kasus, trombositosis sekunder tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala trombositosis sekunder umumnya berkaitan dengan gejala dari kondisi pemicunya. Karena itu pemeriksaan darah rutin ataupun pemeriksaan lainnya akan diperlukan untuk menentukan diagnosis kondisi tersebut.
Gejala trombositosis primer lain lagi. Jenis ini lebih umum dialami oleh wanita dan orang di atas 50 tahun. Meski begitu, kondisi ini juga bisa terjadi pada mereka yang lebih muda.
Gejala trombositosis primer sebenarnya tak berbeda jauh dengan sekunder, dengan penambah gejala seperti:
- Kemerahan, rasa sakit yang membakar, serta denyutan di area tangan dan kaki.
- Kehilangan fungsi penglihatan sementara.
- Pembesaran limpa.
- Pendarahan yang terjadi dapat berupa mimisan, gusi berdarah, timbul memar di kulit, dan kotoran yang disertai darah.
- Penggumpalan darah dapat dialami pengidap di area tangan dan kaki serta otak, sehingga dapat menyebabkan stroke atau transient ischemic attack (TIA).
Diagnosis Trombositosis
Dokter pertama-tama akan menanyakan seputar gejala-gejala yang dialami pasien. Umumnya, kondisi trombositosis ditemukan secara tidak sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan darah rutin. Untuk memastikan diagnosisnya, dokter juga akan melakukan pemeriksaan tes darah lainnya. Contohnya, tes penanda peradangan atau tes hapus darah tepi.
Menemukan kondisi yang mendasari (seperti anemia defisiensi besi, kanker atau infeksi), juga penting untuk membantu dalam diagnosis dan pengelolaan trombositosis. Namun, bila tidak ada penyebab sekunder yang teridentifikasi, penting untuk melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan trombositemia esensial.
Dokter bisa memesan tes darah untuk gen tertentu, yang disebut JAK2, yang digunakan untuk mendiagnosis ET. Namun, pemeriksaan tersebut memberi hasil positif hanya pada sekitar 50% kasus. Mutasi gen lain juga diuji, tetapi hanya positif pada sebagian kecil orang.
Dokter mungkin juga akan menyarankan biopsi sumsum tulang untuk membantu memastikan diagnosis.
Pengobatan Trombositosis
Dalam kebanyakan kasus trombositosis sekunder, umumnya kondisi ini tak memerlukan pengobatan khusus. Penanganannya bisa dengan mengatasi kondisi yang memicu terjadinya trombositosis. Umumnya jumlah trombosit akan kembali ke kadar normal setelah kondisi awal yang mendasari teratasi.
Misalnya, bila trombositosis disebabkan oleh peradangan, maka jumlah cara penanganannya dengan mengobati peradangan tersebut. Dengan begitu, trombosit bisa turun kembali ke batas normal.
Untuk kasus yang disebabkan oleh pengangkatan limpa, mungkin pengidapnya akan mengalami trombositosis seumur hidupnya. Namun, kecil kemungkinannya pengidap tersebut memerlukan obat. Sedangkan trombositosis primer (kronik), belum ada obatnya.
Meski begitu, trombositosis primer yang terbilang ringan mungkin bisa ditangani tanpa obat-obatan. Namun, pada kondisi yang parah mungkin dokter akan meresepkan obat-obatan. Misalnya, obat penurun jumlah trombosit, pengencer darah, atau keduanya.
Dalam beberapa kasus, dokter juga mungkin akan meresepkan aspirin dalam jumlah yang rendah. Pemberian aspirin itu ditujukan untuk mengurangi penggumpalan dan naiknya jumlah trombosit. Beberapa obat ini contohnya:
- Obat golongan ini diberikan untuk menekan produksi sel darah. Termasuk di dalamnya trombosit pada sumsum tulang. Dokter akan memonitor jumlah sel-sel darah dan fungsi organ hati selama periode ini. Obat ini memiliki efek samping yang cenderung rendah dan penggunaan jangka panjang tidak direkomendasikan, karena berisiko memicu myelogenous leukemia.
- Obat dari golongan ini tidak berhubungan dalam peningkatan risiko leukemia, tetapi juga dianggap kurang efektif untuk digunakan. Obat ini memiliki efek samping pusing, sakit kepala, mual, diare, hingga gangguan pada jantung.
- Interferon alfa atau pegylated interferon alpha 2a. Obat dari golongan ini diberikan melalui suntikan dan merupakan pilihan terbaik pada beberapa kasus. Obat ini memiliki efek samping yang lebih serius dibandingkan kedua obat di atas, seperti mual, diare, kejang, gejala seperti flu, hingga depresi.
Andaikan trombosit tak kunjung berkurang meski sudah mengonsumsi obat penurun jumlah trombosit, mungkin dokter akan melakukan tindakan plateletpheresis. Prosedurnya memisahkan trombosit dari aliran darah dan dibuang. Tindakan ini umumnya dilakukan pada orang yang mengalami stroke atau pendarahan akut.
Apabila terjadi stroke, sebuah jarum akan dihubungkan kepada tabung untuk mengalirkan darah pengidap ke sebuah alat yang akan memisahkan platelet dari darah. Setelah itu darah dialirkan kembali ke dalam tubuh. Prosedur ini berfungsi menurunkan jumlah platelet untuk sementara.
Untuk pengidap trombositosis primer yang sedang hamil, mungkin dokter akan meresepkan aspirin dalam dosis yang rendah.
Komplikasi Trombositosis
Trombositosis yang dibiarkan tanpa penanganan bisa memicu kondisi lainnya. Misalnya, menyebabkan komplikasi gumpalan darah yang berujung pada penyumbatan darah. Contoh kasusnya deep vein thrombosis atau stroke. Dalam beberapa kasus lainnya, komplikasi trombositosis juga bisa menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
Pada ibu hamil, trombositosis bisa menyebabkan banyak komplikasi, seperti keguguran, pertumbuhan janin yang tertunda, atau abrupsi plasenta.
Pencegahan Trombositosis
Cobalah terapkan pola hidup sehat untuk mencegah trombositosis. Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:
- Terapkan pola makan sehat bergizi seimbang, perhatikan porsi sesuai kebutuhan tubuh.
- Pertahankan berat badan normal untuk menghindari risiko naiknya tekanan darah akibat
- Berhenti merokok.
- Lakukan aktivitas fisik dalam tingkatan menengah selama setidaknya 30 menit tiap hari.
Kapan Harus ke Dokter?
Bila kamu berisiko mengalami trombositosis atau mengalami tanda-tanda seperti di atas, segeralah temui dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Kamu juga bisa tanya dokter mengenai gejala kesehatan yang kamu alami dengan menggunakan aplikasi Halodoc. Melalui Video/Voice Call dan Chat, dokter ahli dan terpercaya dari Halodoc bisa memberikan diagnosis awal, dan saran kesehatan yang tepat kapan saja dan di mana saja. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di Apps Store dan Google Play