Sindrom Horner
Pengertian Sindrom Horner
Sindrom Horner adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh gangguan jalur saraf dari otak ke wajah dan mata pada satu sisi. Sindrom Horner merupakan akibat dari masalah medis lain seperti stroke, tumor, atau cedera sumsum tulang belakang.
Faktor Risiko Sindrom Horner
Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan ras, jenis kelamin, dan usia yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom Horner.
Baca juga: Bayi Baru Lahir Dapat Terserang Sindrom Horner, Benarkah?
Penyebab Sindrom Horner
Sindrom Horner disebabkan oleh kerusakan pada jaringan sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis bertugas untuk mengatur detak jantung, ukuran pupil, perspirasi, tekanan darah, dan fungsi lainnya.
Jaringan saraf yang diserang pada sindrom Horner dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan susunan orde neuron. Gangguan pada orde neuron pertama yang dikaitkan dengan Sindrom Horner antara lain stroke, tumor, gangguan mielin, trauma leher, kista, atau kavitas pada kolumna spinalis (syringomyelia).
Penyebab gangguan pada orde neuron kedua meliputi kanker paru, tumor selubung mielin (schwannoma), kerusakan pembuluh aorta, operasi toraks (dada), dan trauma. Gangguan pada orde neuron ketiga biasanya disebabkan oleh kerusakan pada arteri karotis yang terletak pada kedua sisi leher, kerusakan vena jugular, tumor atau infeksi pada dasar tengkorak, migraines, sakit kepala jenis cluster.
Gejala Sindrom Horner
Sindrom Horner biasanya hanya menyerang satu sisi wajah. Gejala umum dari penyakit ini adalah mengecilnya pupil (miosis), ukuran pupil mata kanan dan kiri yang berbeda (anisocoria), terlambatnya respons pupil terhadap cahaya, turunnya kelopak mata (ptosis), mata cekung, hingga berkurangnya keringat pada satu sisi atau sebagian wajah pada sisi yang terserang.
Sementara pada anak, gejala sindrom Horner pada anak berupa warna iris mata yang lebih terang, terutama pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Baca juga: Alasan Sindrom Horner Hanya Menyerang Satu Sisi Wajah
Diagnosis Sindrom Horner
Pemeriksaan fisik dan wawancara yang mengarah pada riwayat penyakit sebelumnya yang mengarah pada sindrom Horner menjadi referensi terbaik dokter untuk mendiagnosis penyakit ini.
Beberapa pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untuk menguatkan diagnosis, seperti pemeriksaan oftalmologis (mata). Caranya adalah dengan meneteskan obat yang berfungsi untuk melebarkan atau mengecilkan pupil pada mata yang sehat lalu membandingkannya dengan mata yang sakit, sehingga dokter dapat memastikan masalah mata tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau tidak.
Selain untuk memastikan diagnosis sindrom Horner, dokter perlu memastikan lokasi dari kerusakan saraf dengan melakukan pemeriksaan pencitraan seperti MRI, ultrasound karotis, rontgen dada, dan CT scan.
Pengobatan Sindrom Horner
Perawatan yang dilakukan adalah untuk mengurangi gejala. Perawatan ini akan disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Oleh karena itu, penting untuk mendeteksi sindrom ini sejak dini dan merujuk lebih awal ke spesialis yang sesuai. Namun, tidak ada pengobatan yang efektif untuk sindrom ini. Operasi biasanya dilakukan untuk tujuan estetika semata untuk atasi kelopak mata yang terkulai.
Pencegahan Sindrom Horner
Sama halnya dengan penanganan sindrom Horner, tata laksana untuk mencegah terjadinya penyakit ini yaitu dengan mencegah penyebab dan mengontrol faktor risiko yang terkait. Misalnya dengan cara menjaga tekanan darah dan kadar lipid dalam tubuh serta menghindari paparan rokok yang merupakan faktor risiko terjadinya stroke.
Baca juga: Ini Faktor yang Jadi Pemicu Anak Terkena Sindrom Horner
Kapan Harus ke Dokter?
Jika mengalami gejala di atas, segera menemui dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Penanganan yang tepat dapat meminimalisir akibat, sehingga pengobatan bisa lebih cepat dilakukan.
Referensi:
Cleveland Clinic. Diakses pada 2019. Horner’s Syndrome: Diagnosis and Tests.
Healthline. Diakses pada 2019. What is Horner’s Syndrome?
Web MD. Diakses pada 2019. What is Horner Syndrome?
Diperbarui pada 18 September 2019