Penyakit Addison
Penyakit Addison adalah gangguan endokrin yang jarang terjadi dengan angka kejadian sebanyak 1 dari 100.000 orang dan menyerang laki-laki dan perempuan dengan porsi seimbang. Penyakit ini terjadi saat kelenjar adrenal tidak memproduksi hormon kortisol yang cukup banyak. Inilah mengapa penyakit Addison juga sering disebut insufisiensi adrenal atau hiperkortisolisme.
Hormon kortisol normalnya diproduksi oleh kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal. Tugas kortisol yang paling penting adalah membantu tubuh menanggapi stres berikut ini:
- Membantu mempertahankan tekanan darah dan fungsi kardiovaskular lainnya.
- Membantu meredakan respons radang dari sistem daya tahan tubuh.
- Membantu menyeimbangkan efek insulin dalam memecah gula menjadi energi.
- Membantu metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.
Mengingat perannya yang sangat penting bagi tubuh, hormon kortisol yang diproduksi harusnya seimbang dan tepat. Jika keseimbangan ini terganggu, stabilitas tubuh pun terganggu dan dapat mengancam jiwa.
Penyebab Penyakit Addison
Kegagalan untuk menghasilkan tingkat kortisol yang memadai atau insufisiensi adrenal dapat terjadi karena berbagai alasan. Penyebab pun biasanya terjadi karena gangguan kelenjar adrenal itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau kurangnya sekresi ACTH (adrenokortikotropik) oleh kelenjar pituitari (insufisiensi adrenal sekunder).
1. Insufisiensi Adrenal Primer
Sebagian besar kasus penyakit Addison disebabkan oleh penghancuran korteks adrenal, lapisan luar kelenjar adrenal oleh sistem kekebalan tubuh sendiri (autoimun). Kerusakan ini terjadi secara bertahap.
Sekitar 70 persen kasus penyakit Addison yang dilaporkan disebabkan oleh gangguan autoimun, dengan ciri sistem kekebalan membuat antibodi yang menyerang jaringan atau organ tubuh sendiri dan secara perlahan menghancurkannya.
Insufisiensi adrenal terjadi ketika setidaknya 90 persen dari korteks adrenal telah dihancurkan. Akibatnya, baik produksi glukokortikoid maupun mineralokortikoid menjadi kurang.
Pada beberapa kasus, hanya kelenjar adrenal yang terpengaruh, seperti pada insufisiensi adrenal idiopatik. Walau begitu, kadang-kadang kelenjar lain juga terpengaruh seperti pada sindrom defisiensi polyendocrine.
Sindrom defisiensi poliendokrin diklasifikasikan menjadi dua bentuk terpisah yang disebut sebagai tipe I dan tipe II. Tipe I terjadi pada anak-anak, insufisiensi adrenal dapat disertai oleh kelenjar paratiroid yang kurang aktif, perkembangan seksual yang lambat, anemia pernisiosa, infeksi candida kronis, hepatitis aktif kronis, dan dalam kasus yang sangat jarang, rambut rontok.
Tipe II sering disebut Sindrom Schmidts, biasanya menimpa orang dewasa muda. Fitur tipe II dapat termasuk kelenjar tiroid yang kurang aktif, perkembangan seksual yang lambat, dan diabetes mellitus. Sekitar 10 persen pasien dengan tipe II memiliki vitiligo, atau kehilangan pigmen pada area kulit.
Tuberkulosis (TB) menyumbang sekitar 20 persen kasus insufisiensi adrenal primer di negara maju. Ketika insufisiensi adrenal pertama kali diidentifikasi oleh Dr. Thomas Addison pada tahun 1849, TB ini ia temukan pada otopsi pada 70 hingga 90 persen kasus. Karena pengobatan untuk TB membaik, insufisiensi adrenal karena TB pada kelenjar adrenalin telah sangat menurun.
Penyebab kurang umum insufisiensi adrenal primer adalah infeksi kronis, terutama infeksi jamur, sel kanker menyebar dari bagian lain tubuh ke kelenjar adrena, amyloidosis, dan operasi pengangkatan kelenjar adrenal.
2. Insufisiensi Adrenal Sekunder
Bentuk penyakit Addison dapat berawal dari kurangnya ACTH, yang menyebabkan penurunan produksi kelenjar adrenal dan kortisol, tetapi tidak memengaruhi aldosteron. Salah satu bentuk sementara ketidakcukupan adrenal sekunder bisa terjadi saat seseorang yang telah menerima hormon glukokortikoid seperti prednison untuk waktu dan lama tiba-tiba berhenti.
Hormon glukokortikoid, yang kerap digunakan dalam mengobati inflamasi, seperti rheumatoid arthritis, asma, atau kolitis ulserativa, memblokir pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH) dan ACTH.
Normalnya, CRH menginstruksikan kelenjar pituitari untuk melepaskan ACTH, maka jika kadar CRH menurun, hipofisis tidak mendapat rangsangan guna melepaskan ACTH, sehingga kelenjar adrenal kemudian gagal mengeluarkan tingkat kortisol yang cukup.
Penyebab lain dari insufisiensi adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan tumor jinak atau kelenjar kanker hipofisis (penyakit Cushing). Dalam hal ini, sumber ACTH tiba-tiba dihapus dan terapi penggantian hormon harus diberikan sampai ACTH dan produksi kortisol kembali ke tingkat normal.
Meskipun jarang, insufisiensi adrenal dapat terjadi ketika kelenjar pituitari mengecil ukurannya atau berhenti memproduksi ACTH. Ini bisa terjadi akibat tumor atau infeksi di daerah tersebut, hilangnya aliran darah ke hipofisis, radiasi untuk pengobatan tumor hipofisis, atau operasi pengangkatan bagian-bagian hipotalamus atau kelenjar pituitari selama bedah saraf di daerah-daerah ini.
Faktor Risiko Penyakit Addison
Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang alami krisis Addison, antara lain:
- Pernah mengidap penyakit Addison.
- Pernah melakukan operasi kelenjar adrenal.
- Adanya kerusakan pada kelenjar hipofisis.
- Tidak mengonsumsi obat untuk penyakit Addison secara rutin.
- Alami dehidrasi berat.
- Alami trauma fisik atau stres yang berat.
Gejala Penyakit Addison
Gejala penyakit Addison biasanya akan muncul secara bertahap dan berkembang dalam kurun beberapa bulan. Karakteristik dari penyakit ini adalah rasa lemas (fatigue) yang berkepanjangan dan memburuk, kelemahan otot, turunnya nafsu makan, dan turunnya berat badan.
Tidak hanya itu, gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada pengidap penyakit Addison, antara lain:
- Warna kulit menggelap (hiperpigmentasi).
- Tekanan darah rendah, dapat menyebabkan pingsan.
- Keinginan untuk makan garam.
- Kadar gula darah rendah.
- Mual, muntah, dan diare.
- Nyeri perut.
- Nyeri sendi dan otot.
- Iritabilitas.
- Depresi.
- Rambut rontok.
- Disfungsi seksual pada wanita.
Diagnosis Penyakit Addison
Dokter akan menanyakan terlebih dahulu tentang riwayat kesehatan serta tanda-tanda dan gejala pengidap. Jika dokter curiga akan penyakit Addison, dokter mungkin akan meminta beberapa tes berikut:
1. Tes Darah
Mengukur kadar natrium, kalium, kortisol, dan ACTH dalam darah. Hasil dari tes ini akan membantu dokter memutuskan apakah gejala yang ada disebabkan oleh insufisiensi. Tes darah juga dapat dilakukan untuk mengukur antibodi yang terkait dengan penyakit Addison autoimun.
2. Tes Stimulasi ACTH
Tes ini akan melibatkan pengukuran kadar kortisol dalam darah sebelum dan sesudah injeksi ACTH sintetis. ACTH memberi sinyal ke kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol. Jika kelenjar adrenal rusak, tes stimulasi ACTH menunjukkan bahwa keluaran kortisol sebagai respons terhadap ACTH sintetis terbatas atau tidak ada.
3. Tes Hiperglikemia yang Diinduksi Insulin
Terkadang, dokter menyarankan tes ini jika penyakit pituitari adalah penyebab yang mungkin insufisiensi adrenal (insufisiensi adrenal sekunder). Tes ini juga melibatkan pemeriksaan gula darah dan kortisol pada berbagai interval setelah suntikan insulin. Pada kondisi normal, kadar glukosa turun dan kadar kortisol meningkat.
4. Tes Pencitraan
Dokter sering kali meminta pemeriksaan tomografi terkomputerisasi (CT) perut untuk memeriksa ukuran kelenjar adrenal pengidap atau kelainan lain yang dapat menyebabkan insufisiensi adrenal. Dokter mungkin juga menyarankan pemindaian MRI kelenjar pituitari pada kecurigaan insufisiensi adrenal sekunder.
Pengobatan Penyakit Addison
Pengobatan penyakit Addison akan melibatkan penggantian hormon-hormon yang tidak bisa diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kortisol dapat diganti secara oral dengan tablet hidrokortison, glukokortikoid sintetis. Jika ditemukan juga ada kekurangan kadar aldosteron, dapat diganti dengan dosis oral dari mineralokortikoid.
Pengidap yang menerima terapi penggantian aldosteron biasanya disarankan oleh dokter untuk meningkatkan asupan garam. Ini karena pengidap dengan insufisiensi adrenal sekunder biasanya mempertahankan produksi aldosteron, maka tidak diperlukan terapi penggantian aldosteron. Dosis masing-masing obat ini disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien.
Selama krisis Addisonian, tekanan darah rendah, gula darah rendah, dan tingkat natrium yang tinggi dapat mengancam nyawa. Terapi standar meliputi suntikan intravena hidrokortison, cairan garam dan dekstrosa (gula). Perawatan ini biasanya menghasilkan perbaikan yang cepat.
Ketika pengidap dapat menerima cairan dan obat melalui mulut, jumlah hidrokortison harus diturunkan sampai dosis pemeliharaan tercapai. Jika pengidap juga mengalami kekurangan aldosteron, terapi rumatan juga harus meliputi dosis oral.
Komplikasi Penyakit Addison
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit ini adalah kondisi yang memburuk secara tiba-tiba. Kondisi ini dikenal dengan insufisiensi adrenal akut. Komplikasi yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan pengidapnya mengalami kejang dan koma.
Pencegahan Penyakit Addison
Pencegahan penyakit Addison lebih terfokus pada meredakan gejala dan mencegah krisis Addisonian yang dipicu di lingkungan dengan tingkat stres tinggi. Mencegah gangguan ini pada dasarnya dilakukan dengan cara mengobati kondisi yang mendasarinya dan membatasi faktor risiko, contohnya dengan cara:
- Mengobati infeksi jamur.
- Mengontrol diabetes.
- Identifikasi gejala kanker untuk mencegah penyebaran sel ke kelenjar adrenal dan aliran darah.
- Mengobati infeksi bakteri seperti tuberkulosis
Bagi yang sudah mengidap penyakit Addison, mengurangi stres dan terlibat dalam kegiatan santai dapat mencegah gejala berat dan komplikasi.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika cara penanganan dan pencegahan di atas tidak berhasil, kamu bisa langsung memeriksakan diri ke dokter. Gunakan aplikasi Halodoc untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Cek di sini untuk informasi lebih lanjut:
Referensi:
NHS Choices UK. Diakses pada 2019. Addison’s Disease.
Mayo Clinic. Diakses pada 2019. Addison’s Disease.
Healthline. Diakses pada 2019. Addisonian Crisis (Acute Adrenal Crisis).
John Hopkins Medicine. Diakses pada 2022. Adrenal Insufficiency (Addison’s Disease).