Kekerasan Seksual
DAFTAR ISI
- Apa Itu Kekerasan Seksual?
- Penyebab Perilaku Kekerasan Seksual
- Jenis-Jenis Perilaku Kekerasan Seksual
- Faktor Risiko Perilaku Kekerasan Seksual
- Korban Kekerasan Seksual Tidak Pernah Salah
- Gejala yang Terjadi pada Korban Kekerasan Seksual
- Hubungi Psikolog/Psikiater Jika Kamu atau Orang Terdekat Merupakan Korban Kekerasan Seksual
- Diagnosis Kekerasan Seksual
- Penanganan Kekerasan Seksual
- Pencegahan Kekerasan Seksual
- Dampak Kesehatan dari Kekerasan Seksual
Apa Itu Kekerasan Seksual?
Kekerasan seksual bisa terjadi di setiap komunitas dan korbannya pun tidak memandang jenis kelamin dan usia.
Sementara itu, hal yang termasuk dalam perilaku kekerasan seksual adalah segala jenis kontak seksual yang tidak diinginkan.
Hal tersebut mencakup perkataan dan tindakan yang bersifat seksual, yang bertentangan dengan keinginan seseorang dan tanpa persetujuannya.
Penyebab Perilaku Kekerasan Seksual
Perilaku kekerasan seksual terjadi karena adanya konteks sosial.
Nah, ada beberapa hal yang berkontribusi pada perilaku pelecehan seksual yaitu:
- Norma-norma sosial yang membenarkan kekerasan.
- Penggunaan kekuasaan atas orang lain.
- Konstruksi tradisional maskulinitas.
- Subjugasi (kekuatan atau kekuasaan) terhadap perempuan.
- Sikap diam terhadap kekerasan dan pelecehan.
Penindasan dalam segala bentuknya merupakan salah satu akar penyebab perilaku kekerasan seksual.
Perlu kamu pahami juga, kekerasan seksual bukanlah sebuah peristiwa tunggal yang terjadi pada beberapa orang secara acak dan tidak terprediksi. Ini adalah pola perilaku yang dinormalisasi dan didukung oleh sistem penindasan.
Kekerasan seksual juga bukan soal seks, tapi soal kekuasaan dan kontrol atau yang bisa disebut ketimpangan relasi kuasa dan-atau gender.
Lantas, apa itu ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender?
Menurut Komnas Perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender adalah sebuah keadaan terlapor menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, ekonomi dan/ atau penerimaan masyarakat atau status sosialnya yang tujuannya adalah mengendalikan korban.
Jenis-Jenis Perilaku Kekerasan Seksual
Berdasarkan jenisnya, kekerasan dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual yang bisa dilakukan secara:
- Verbal.
- Nonfisik.
- Fisik.
- Daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Mengutip Kementerian, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, selain pemerkosaan, contoh kekerasan seksual dapat meliputi:
- Berperilaku atau mengutarakan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan penampilan fisik, tubuh, ataupun identitas gender orang lain. (Misal: lelucon seksis, siulan, dan memandang bagian tubuh orang lain dengan cara atau tujuan yang tidak sopan).
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, dan menggosokkan bagian tubuh pada area pribadi seseorang tanpa persetujuan.
- Mengirimkan lelucon, foto, video, audio, atau materi lainnya yang bernuansa seksual tanpa persetujuan penerimanya dan meskipun penerima materi sudah menegur pelaku.
- Menguntit, mengambil, dan menyebarkan informasi pribadi, termasuk gambar seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.
- Memberi hukuman atau perintah yang bernuansa seksual kepada orang lain.
- Mengintip orang yang sedang mengenakan pakaian.
- Membuka pakaian seseorang tanpa izin orang tersebut.
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam seseorang untuk melakukan transaksi kegiatan seksual yang sudah tidak disetujui oleh orang tersebut.
- Memaksakan orang lain untuk melakukan aktivitas seksual atau melakukan percobaan pemerkosaan.
- Melakukan perbuatan lainnya yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh, dan fungsi reproduksi seseorang orang. Terutama karena ketimpangan relasi, kuasa dan/atau gender, yang berakibat pada penderitaan psikis dan/atau fisik. Termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Selain itu, setiap orang juga perlu Waspadai 7 Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak
Faktor Risiko Perilaku Kekerasan Seksual
Perilaku kekerasan seksual bisa muncul karena faktor kombinasi. Namun, tidak semua orang yang teridentifikasi berisiko menjadi pelaku kekerasan.
Kombinasi faktor individu, relasional, komunitas, dan masyarakat berkontribusi terhadap risiko menjadi pelaku.
Berikut ini beberapa faktor risiko tumbuhnya perilaku kekerasan seksual pada seseorang:
1. Faktor individu:
- Penggunaan alkohol dan narkoba.
- Kejahatan.
- Kurangnya kepedulian terhadap orang lain.
- Perilaku agresif dan penerimaan perilaku kekerasan.
- Inisiasi seksual dini.
- Fantasi seksual yang memaksa.
- Preferensi terhadap seks impersonal dan pengambilan risiko seksual.
- Paparan media eksplisit secara seksual.
- Permusuhan terhadap wanita.
- Kepatuhan terhadap norma peran gender tradisional.
- Hipermaskulinitas.
- Perilaku bunuh diri.
- Menjadi korban perbuatan seksual sebelumnya.
2. Faktor hubungan:
- Riwayat konflik dan kekerasan dalam keluarga.
- Riwayat masa kecil yang mengalami pelecehan fisik, seksual, atau emosional.
- Lingkungan keluarga yang tidak mendukung secara emosional.
- Hubungan orang tua dan anak yang buruk, khususnya dengan ayah.
- Pergaulan dengan teman sebaya yang agresif secara seksual, hipermaskulin, dan nakal.
- Keterlibatan dalam hubungan intim yang penuh kekerasan atau pelecehan.
3. Faktor masyarakat:
- Kemiskinan.
- Kurangnya kesempatan kerja.
- Kurangnya dukungan kelembagaan dari kepolisian dan sistem peradilan.
- Toleransi umum terhadap pelecehan seksual dalam masyarakat.
- Lemahnya sanksi masyarakat terhadap pelaku pelecehan seksual.
4. Faktor lingkungan kemasyarakatan
- Norma masyarakat yang mendukung pelecehan seksual.
- Norma masyarakat yang mendukung superioritas laki-laki dan hak seksual.
- Norma-norma masyarakat yang mempertahankan inferioritas dan ketundukan seksual perempuan.
- Lemahnya hukum dan kebijakan terkait pelecehan seksual dan kesetaraan gender.
- Tingginya tingkat kejahatan dan bentuk kekerasan lainnya.
Korban Kekerasan Seksual Tidak Pernah Salah
Seseorang tidak boleh melakukan pelecehan seksual terhadap orang lain karena:
- “Minum alkohol terlalu banyak”.
- “Hanya bersenang-senang”
- Pakaian yang orang lain kenakan.
- Cara bertindak orang lain.
- Jenis hubungan yang seperti apa yang orang lain miliki.
Melanggar norma hukum adalah pilihan dari pelaku. Tidak ada penyebab kekerasan seksual yang berasal dari korban kekerasan seksual.
Dengan kata lain, korban kekerasan seksual tidak pernah salah.
Gejala yang Terjadi pada Korban Kekerasan Seksual
Adapun gejala kekerasan seksual yang bisa terjadi pada korban, yakni:
- Mengalami mimpi buruk hingga masalah tidur.
- Menjadi sangat tertutup dan pendiam.
- Mengalami perubahan perilaku, seperti mengurung diri dan pemalu.
- Emosinya meledak-ledak dan tak terkendali.
- Menyebutkan kata-kata kotor atau istilah yang tidak pantas.
- Tiba-tiba merasa ketakutan jika bertemu dengan orang asing.
- Menunjukkan tanda-tanda pemberontakan.
- Mengalami penurunan nafsu makan.
- Memiliki pikiran untuk bunuh diri.
- Sering melamun atau menyendiri.
Hubungi Psikolog/Psikiater Jika Kamu atau Orang Terdekat Merupakan Korban Kekerasan Seksual
Sebagai korban kekerasan seksual, menceritakan pengalaman tersebut atau menjelaskannya kepada orang lain bisa menjadi hal yang sangat sulit.
Namun, penting untuk diingat bahwa mencari bantuan dan dukungan dari seseorang yang bisa kamu percayai bukanlah tindakan yang salah.
Jika kamu atau orang yang terdekat merupakan korban kekerasan seksual, jangan ragu untuk menghubungi psikolog/psikiater di Halodoc.
Mencari pertolongan profesional dari ahli yang berpengalaman juga merupakan langkah yang bijak dalam proses pemulihan.
Nah, berikut ini terdapat daftar psikolog dan psikiater yang bisa kamu hubungi.
Mereka pun memiliki reputasi yang baik karena telah mendapat penilaian positif dari pasien sebelumnya yang mereka tangani.
Berikut adalah daftarnya:
Psikolog
Psikiater
Dengan menggunakan Halodoc, kamu dapat melakukan konsultasi dari mana saja dan kapan saja karena dokter tersedia 24/7!
Jika dokter sedang tidak tersedia atau sedang offline, kamu masih bisa membuat janji konsultasi melalui aplikasi Halodoc.
Tak perlu khawatir, privasi kamu juga pasti terjaga dengan aman di Halodoc.
Jadi, tunggu apalagi? Yuk, download Halodoc sekarang juga!
Diagnosis Kekerasan Seksual
Proses diagnosis pelaksanannya harus dengan hati-hati dan mengedepankan kondisi kesehatan mental korban.
Namun proses diagnostik yang utama adalah meyakinkan korban untuk mengungkap kontak yang tidak pantas yang pelaku lakukan, agar proses diagnosa bisa berlanjut ke langkah berikutnya.
Mengutip Obstetri dan Ginekologi Universitas Gajah Mada, dalam penanganan aspek medis, tenaga kesehatan harus bersikap membantu pasien dalam mengatasi perasaan tidak berdaya, sebagai akibat kekerasan yang ia alami.
- Pemeriksaan dilakukan setelah pasien tenang.
- Pasien berhak mendapat pendampingan oleh keluarga atau pendamping.
- Mendapatkan pendampingan perawat/bidan yang memberi dukungan mental kepada korban.
- Pemeriksaan secara hati-hati dan mempertimbangkan kondisi mental korban.
- Lakukan informed consent sebelum melakukan pemeriksaan fisik. Pastikan pasien atau pendamping mengerti tentang proses, maksud, tujuan, dan risiko pemeriksaan.
Selanjutnya perlu adanya anamnesis untuk proses diagnosa.
Anamnesis diperoleh secara cermat baik dari pendamping maupun pasien dengan menggunakan ruang tersendiri dan harus dijamin kerahasiaannya.
Selanjutnya tenaga medis akan melakukan pemeriksaan fisik umum, yaitu:
- Pemeriksaan bagian lengan atas, lengan bawah dan tangan.
- Memeriksa bagian muka, telinga dan bibir.
- Pemeriksaan bagian kepala dan leher.
- Memeriksa bagian payudara.
- Pemeriksaan bagian perut.
- Memeriksa bagian paha dan kaki.
- Pemeriksaan bagian pinggang dan pantat.
Nah, pemeriksaan fisik bertujuan untuk menemukan luka atau memar akibat kekerasan. Ini juga bertujuan untuk menemukan tanda-tanda perlawanan, seperti gigitan, cakaran atau pukulan.
Penanganan Kekerasan Seksual
Adapun proses pengobatan yang dapat dilakukan guna mengatasi trauma pada korban, yakni:
- Memberikan rasa aman.
- Jangan biarkan korban menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang mereka alami.
- Minta bantuan psikolog atau psikiater.
Untuk mengetahui penanganan kekerasan seksual, baca lebih lanjut artikel ini: Kata Dokter: Ini Pertolongan Pertama pada Korban Kekerasan Seksual
Pencegahan Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pencegahannya bisa melalui kolaborasi anggota komunitas di berbagai lapisan masyarakat.
Seperti, di rumah, lingkungan sekitar, sekolah, lingkungan keagamaan, tempat kerja, dan lingkungan lainnya.
Setiap orang berperan dalam mencegah kekerasan seksual dan menegakkan norma-norma rasa hormat, keamanan, kesetaraan, dan membantu orang lain.
Faktor protektif dapat mengurangi kemungkinan terjadinya tindakan kekerasan seksual.
Sudah seharusnya, faktor tersebut ada pada tingkat individu, relasional, komunitas, dan masyarakat. Ini termasuk:
- Keluarga atau tempat pengasuhan.
- Kesehatan emosional dan keterhubungan.
- Penghargaan akademis.
- Empati dan kepedulian terhadap pengaruh tindakan seseorang.
Selain itu, untuk berjaga-jaga, kamu bisa melakukan langkah ini agar terhindar dari pelaku pelecehan seksual:
- Jangan memberikan kepercayaan sepenuhnya pada orang yang baru kamu kenal.
- Hindari obrolan yang berbau seksual.
- Menguasai ilmu bela diri dasar untuk melindungi diri sendiri.
- Berani bersikap tegas.
- Memiliki sikap percaya diri.
- Mempersiapkan alat pelindung diri, seperti semprotan cabai atau alat setrum.
Dampak Kesehatan dari Kekerasan Seksual
Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bukti menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah penyintas pelecehan seksual, mungkin mengalami kesehatan mental, perilaku, dan sosial.
Namun, anak perempuan, remaja perempuan, dan dewasa perempuan, menanggung beban yang sangat berat.
Seperti misalnya beban risiko cedera dan penyakit akibat kekerasan dan pemaksaan seksual.
Tidak hanya itu, korban perempuan rentan terhadap dampak kesehatan seksual dan reproduksi yang tidak diinginkan, seperti:
- Kehamilan.
- Aborsi yang tidak aman.
- Risiko infeksi menular seksual yang lebih tinggi, termasuk HIV.
Contoh dampak lainnya terhadap kesehatan dari pelecehan seksual:
1. Kesehatan reproduksi
- Trauma ginekologi.
- Aborsi yang tidak aman.
- Disfungsi seksual.
- Infeksi menular seksual, termasuk HIV.
- Fistula traumatis.
2. Kesehatan mental
- Depresi.
- Gangguan stres pasca trauma.
- Kecemasan.
- Kesulitan tidur.
- Keluhan somatik.
- Perilaku bunuh diri.
- Gangguan panik.
3. Perilaku
- Perilaku berisiko tinggi. Misalnya hubungan seksual tanpa kondom, berganti-ganti pasangan, alkohol, dan penyalahgunaan narkoba.
- Risiko yang lebih tinggi untuk melakukan (bagi laki-laki) atau mengalami pelecehan seksual berikutnya (untuk perempuan).
4. Akibat fatal
Kematian akibat:
- Bunuh diri.
- Komplikasi kehamilan.
- Aborsi yang tidak aman.
- AIDS.
- Pembunuhan saat pemerkosaan.
- Pembunuhan bayi terhadap anak yang lahir dari perkosaan.
Referensi:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diakses pada 2024. Apa itu kekerasan seksual?
Obstetri dan Ginekologi UGM. Diakses pada 2024. Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan.
National Sexual Violence Resource Center. Diakses pada 2024. About Sexual Assault
CDC. Diakses pada 2024. Risk and Protective Factors
WHO. Diakses pada 2024. Understanding and addressing violence against women.
Diperbarui pada 28 Oktober 2024.