Disleksia
DAFTAR ISI:
- Apa Itu Disleksia?
- Jenis-Jenis Disleksia
- Penyebab Terjadinya Disleksia
- Faktor Risiko Disleksia
- Gejala Disleksia
- Hubungi Dokter Ini Jika Anak Mengidap Disleksia
- Diagnosis Disleksia
- Komplikasi Disleksia
- Penanganan Disleksia
- Pencegahan Disleksia
- Kapan Harus ke Dokter?
Apa Itu Disleksia?
Disleksia merupakan kesulitan belajar yang menyebabkan masalah dengan membaca, menulis, dan mengeja. Gangguan belajar ini masuk ke dalam gangguan saraf pada bagian batang otak.
Bagian otak inilah yang memproses bahasa. Namun, masalah ini tidak ada hubungannya dengan kecerdasan seseorang, asalkan dikelola dan ditangani dengan baik.
Kondisi ini tidak hanya dialami oleh anak-anak, tapi juga orang dewasa dan merupakan masalah seumur hidup. Disleksia yang terjadi seumur hidup bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pengidapnya setiap hari.
Kabar baiknya, banyak dukungan yang bisa didapatkan untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, agar mereka tetap berhasil di sekolah dan pekerjaan.
Pengidap disleksia memiliki kecerdasan yang normal dan biasanya memiliki penglihatan yang normal juga.
Sebagian besar anak disleksia dapat berhasil di sekolah dengan bimbingan belajar atau program pendidikan khusus. Dukungan emosional dari orang-orang terdekat juga berperan penting.
Jenis-Jenis Disleksia
Disleksia tidak hanya satu jenis. Seseorang yang didiagnosis dengan kondisi tersebut mungkin memiliki masalah dengan suara.
Sementara yang lainnya mungkin mengalami kesulitan dengan urutan kata dan urutan huruf.
Untuk memastikan bahwa seseorang yang didiagnosis menerima perawatan yang tepat, spesialis disleksia akan mengkategorikan kondisi tersebut dalam beberapa jenis.
Di antaranya:
- Disleksia fonologis. Seseorang yang mengalami kesulitan menempatkan suara pada huruf-huruf yang membentuk sebuah kata.
- Surface dyslexia. Kesulitan memahami sebuah kata setelah melihatnya. Dikenal juga sebagai disleksia visual.
- Rapid naming deficit. Ketidakmampuan untuk dengan cepat menyebutkan huruf atau angka.
- Double deficit dyslexia. Kombinasi dari disleksia fonologis dan rapid naming deficit.
Penyebab Terjadinya Disleksia
Disleksia berkaitan dengan faktor genetik. Seseorang lebih mungkin mengidap disleksia jika memiliki orang tua, saudara kandung, atau anggota keluarga lain yang juga mengidap disleksia.
Kondisi ini bermula dari perbedaan bagian otak yang memproses bahasa.
Pemindaian pencitraan pada orang dengan disleksia menunjukkan bahwa area otak yang seharusnya aktif ketika seseorang membaca, tapi justru tidak berfungsi dengan baik.
Ketika anak-anak belajar membaca, pertama-tama mereka mencari tahu bunyi apa yang dihasilkan setiap huruf. Misalnya, “B” menghasilkan suara “be”, “M” menghasilkan suara “em”.
Kemudian, mereka belajar bagaimana menyusun suara-suara itu untuk membentuk kata-kata. Misalnya, “K-U-C-I-N-G” berarti “kucing”.
Kemudian mereka harus mencari tahu apa arti kata-kata tersebut (“kucing” adalah hewan berbulu yang mengeong).
Untuk anak-anak yang menderita disleksia, otak mengalami kesulitan menghubungkan huruf dengan suara yang mereka buat, dan kemudian memadukan suara-suara itu menjadi kata-kata.
Jadi bagi seseorang dengan disleksia, kata “kucing” mungkin dibaca sebagai “gnicuk”. Karena campur aduk ini, membaca bisa menjadi proses yang lambat dan sulit.
Perlu dipahami juga, disleksia berbeda untuk setiap orang. Beberapa orang memiliki bentuk ringan yang akhirnya dapat dipelajari cara mengelolanya.
Sementara orang lainnya memiliki sedikit lebih banyak kesulitan untuk mengatasinya.
Bahkan, jika anak-anak tidak dapat sepenuhnya mengatasi disleksia, mereka masih dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan berhasil dalam hidup.
Selain genetik, disleksia juga bisa disebabkan oleh kondisi medis lainnya, seperti:
- Cedera otak, misalnya saat anak dilahirkan.
- Cedera yang parah atau trauma pada otak
- Penyakit lainnya, seperti stroke.
Faktor Risiko Disleksia
Beberapa faktor risiko disleksia, antara lain:
- Memiliki anggota keluarga dengan penyakit gangguan belajar.
- Bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah.
- Bayi yang lahir dari ibu pengguna obat-obatan, alkohol, perokok, atau pernah mengalami infeksi yang mempengaruhi perkembangan otak janin.
- Memiliki kelainan pada struktur otak yang berperan dalam proses berpikir dan mengolah kata.
Gejala Disleksia
Faktanya, gejala disleksia bisa berbeda pada satu pengidap dengan pengidap lainnya.
Nah, gejala ini memang bisa timbul di usia berapa pun, tapi umumnya muncul di usia anak-anak.
Berikut perbedaan antara gejala disleksia pada anak-anak dan remaja:
1. Disleksia pada anak
- Kesulitan dalam belajar mengenali nama dan suara dari abjad.
- Perkembangan kemampuan berbicara lebih lambat dibandingkan teman-teman sebayanya.
- Sering menulis kata secara terbalik, misalnya menulis ‘pit’ saat yang diminta adalah menulis ‘tip’.
- Mengalami kesulitan membedakan huruf-huruf tertentu saat menulis, seperti ‘d’ dengan ‘b’ atau ‘p’ dengan ‘q’.
Selain itu, anak dengan disleksia juga bisa mengalami masalah dalam beberapa aktivitas seperti:
- Memahami dan memproses informasi yang didengar.
- Menemukan kata-kata yang tepat saat menjawab pertanyaan.
- Kesulitan dalam mengeja, membaca, menulis, dan menghitung.
- Kesulitan mengingat huruf, angka, dan warna.
- Mengucapkan kata-kata yang jarang digunakan.
- Memahami aturan tata bahasa dan menambahkan imbuhan pada kata-kata.
2. Disleksia pada remaja dan orang dewasa
Pada remaja dan dewasa, disleksia dapat membuat pengidapnya sering salah mengucapkan nama atau kata, serta mengalami kesulitan dalam membaca atau menulis.
Akibatnya, mereka cenderung menghindari aktivitas yang melibatkan membaca dan menulis. Disleksia pada kelompok usia ini juga bisa menyebabkan masalah seperti:
- Kesulitan mengeja kata.
- Kesulitan memahami idiom atau ungkapan yang bermakna ganda, misalnya “kambing hitam”.
- Sulit menarik kesimpulan dari suatu cerita.
- Sulit mempelajari bahasa asing.
- Masalah dalam mengingat sesuatu.
- Kesulitan dalam berhitung.
Meskipun punya keterbatasan, Jangan Keliru, Ini Kelebihan Anak Disleksia yang Bisa Dipahami.
Hubungi Dokter Ini Jika Anak Mengidap Disleksia
Apabila anak mengalami gejala disleksia, segera hubungi dokter di Halodoc untuk mendapat saran perawatan dan gejala tidak semakin parah.
Dokter di Halodoc telah berpengalaman serta mendapatkan penilaian baik dari pasien yang sebelumnya mereka tangani.
Berikut dokter di Halodoc yang bisa kamu hubungi:
Psikiater:
- dr. Mariati Sp.KJ
- dr. Sarah Endang S. Siahaan Sp.KJ
- dr. Anastasia Kharisma Sp.KJ
- dr. Debrayat Osiana Sp.KJ
- dr. Hanny Soraya M.Ked, Sp.KJ
Dokter Spesialis Anak:
- dr. Dandung Bawono Sp.A, M.Sc
- dr. Gracia Deswita Natalya Fau Sp.A
- dr. Bayu Kurniawan Sp.A, M.Biomed
- dr. Dwi Lestari Avianti Sp.A, M.Ked.Klin
Itulah beberapa dokter yang bisa kamu hubungi untuk bantu perawatan terkait disleksia.
Jangan ragu untuk segera menghubungi dokter agar dapat segera ditangani.
Dokter tersebut tersedia selama 24 jam di Halodoc sehingga kamu bisa lakukan konsultasi dari mana saja dan kapan saja.
Namun, jika dokter sedang tidak tersedia atau offline, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi melalui aplikasi Halodoc.
Tunggu apalagi? Ayo, pakai Halodoc sekarang juga!
Diagnosis Disleksia
Pada tahap awal, dokter akan melakukan wawancara medis untuk mendiagnosa disleksia.
Wawancara ini seputar gejala, tes kemampuan bicara, riwayat penyakit dalam keluarga, hingga tes pengenalan huruf atau angka.
Tak cuma itu, dokter juga akan melakukan tes pemahaman makna dan isi bacaan. Dalam beberapa kasus, tes psikologi juga mungkin dilakukan.
Tes ini bertujuan untuk memahami kondisi kejiwaan anak. Tes-tes ini juga dapat menilai hal-hal berikut:
- Keterampilan berbahasa lisan (baik mendengarkan maupun berbicara).
- Pengenalan kata.
- Penamaan cepat.
- Memori kerja verbal auditori.
- Penguraian huruf.
- Ejaan.
- Pemrosesan fonologis.
- Tingkat membaca atau kelancaran.
- Pemahaman membaca.
- Kosakata.
Diagnosis yang tepat sangat penting untuk dilakukan, karena kondisi ini tidak akan hilang, dan tidak bisa diobati.
Bahkan, dalam beberapa kasus bisa menyebabkan komplikasi. Anak-anak bisa saja tertinggal di sekolah dan kesulitan mengejar ketertinggalan.
Selain itu, identifikasi ketidakmampuan belajar alternatif adalah hal yang penting, sehingga pengobatan yang tepat dapat direkomendasikan.
Komplikasi Disleksia
Disleksia yang dibiarkan tanpa penanganan yang efektif bisa menimbulkan berbagai komplikasi, contohnya:
- Masalah belajar dan memahami materi pelajaran di sekolah yang berakibat pada jenjang pendidikan.
- Gangguan sosial akibat rasa rendah diri, masalah perilaku, kecemasan, agresi, dan penarikan dari teman, orang tua, dan guru.
- Masalah sebagai orang dewasa akibat ketidakmampuan untuk membaca dan memahami sesuatu.
- Kesulitan mendapatkan pekerjaan di kemudian hari akibat jenjang pendidikan yang dicapai tidak memadai.
- Mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), sehingga sulit mempertahankan perhatian, hiperaktif, serta berperilaku impulsif.
Penanganan Disleksia
Pada dasarnya, disleksia tidak dapat disembuhkan. Terapi yang dapat dilakukan bertujuan untuk melatih anak agar dapat berlaku normal di masyarakat.
Nah, berikut penanganan disleksia berdasarkan kelompok usia:
1. Penanganan disleksia pada anak-anak
Untuk membantu anak dalam proses pemulihan, orang tua dapat melakukan beberapa hal berikut:
- Membaca dengan lantang di depan anak. Langkah ini lebih efektif jika dilakukan sejak usia anak 6 bulan atau lebih muda. Jika anak sudah lebih besar, ajak ia untuk membaca bersama.
- Dorong anak untuk berani membaca. Hilangkan rasa takut anak terhadap aktivitas membaca. Membaca secara rutin dapat meningkatkan kemampuannya.
- Kerja sama dengan guru di sekolah. Diskusikan kondisi anak dengan gurunya dan cari cara yang tepat untuk membantu anak agar sukses dalam pelajaran. Rutin berkomunikasi dengan guru untuk memantau perkembangan anak di sekolah.
- Beri pengertian tentang kondisi anak. Jelaskan kepada anak mengenai disleksia yang dialaminya dan beri semangat bahwa kondisinya bisa diatasi, sehingga ia termotivasi untuk belajar.
- Batasi waktu menonton televisi. Kurangi waktu anak menonton TV dan berikan lebih banyak waktu untuk belajar membaca.
- Bergabung dengan kelompok dukungan. Temukan komunitas yang memiliki pengalaman serupa. Mendengarkan pengalaman orang tua lain yang juga menghadapi disleksia dapat memberikan wawasan dan tips untuk membantu anak.
2. Penanganan disleksia pada orang dewasa
Penanganan disleksia pada orang dewasa antara lain:
- Latihan rutin untuk membaca. Melatih dan membimbing pengidap secara teratur agar kemampuan membaca meningkat.
- Terapi okupasi. Membantu pengidap mengatasi dan mengelola masalah disleksia di tempat kerja melalui terapi ini.
- Membacakan perintah tertulis. Untuk menghindari kesalahan dalam memahami perintah, bacakan instruksi yang ditulis.
- Memanfaatkan teknologi. Gunakan fitur teknologi seperti alat perekam saat rapat atau aplikasi yang bisa mengubah teks menjadi suara, atau sebaliknya, untuk memudahkan pekerjaan.
Jika orang tua mencurigai anak mengidap kondisi ini, maka langkah pertama adalah berbicara dengan guru dan berkoordinasi mengenai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah.
Pihak sekolah mungkin dapat menawarkan dukungan tambahan untuk membantu anak jika diperlukan.
Baca juga: Cara Menangani Anak Usia 7 Tahun yang Belum Bisa Membaca
Pencegahan Disleksia
Sayangnya, hingga saat ini belum ada cara yang terbilang ampuh untuk mencegahnya, khususnya yang disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dari anggota keluarga.
Apabila kamu memiliki anggota keluarga dengan riwayat disleksia, sebaiknya lakukan konseling pranikah sebelum merencanakan kehamilan.
Tujuan dari konseling ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan anak nanti mengalami disleksia.
Walaupun disleksia merupakan kondisi seumur hidup, deteksi dan penanganan sejak dini bisa membantu proses belajar pengidapnya.
Beberapa langkah mandiri yang bisa dilakukan untuk membantu anak dengan disleksia antara lain:
- Membiasakan anak membaca buku sejak usia dini.
- Membacakan buku kepada anak secara rutin.
- Melibatkan anak untuk berinteraksi atau bernyanyi ketika membaca buku bersama.
- Mendiskusikan isi buku yang telah dibaca bersama anak.
- Membuat suasana membaca menjadi menyenangkan dan menarik.
Referensi:
Kids Health. Diakses pada 2022. For Kids. Dyslexia.
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Diseases & Conditions. Dyslexia.
NHS. Diakses pada 2022. Overview Dyslexia
WebMD. Diakses pada 2022. What Is Dyslexia?
Everyday Health. Diakses pada 2022. What Is Dyslexia? Symptoms, Causes, Diagnosis, and Treatment
Diperbarui pada 10 Oktober 2024
Frequently Asked Question
Apa yang dilihat oleh pengidap disleksia?
Seseorang yang mengidap disleksia umumnya kesulitan dalam memproses tulisan, akibatnya:
- Mereka membaca dengan lambat atau kesulitan memahami teks.
- Sering mengulang kesalahan dalam bacaan, seperti terbalik atau melompat di antara huruf atau kata.
- Merasa frustasi saat menulis atau menyalin dari papan tulis.
Diagnosa disleksia usia berapa?
Disleksia umumnya bisa diidentifikasi saat anak memasuki usia sekolah, yaitu sekitar 5-7 tahun. Namun, beberapa tanda awal bisa terlihat saat anak mulai belajar membaca dan menulis.
Apa itu disleksia pada orang dewasa?
Disleksia pada orang dewasa adalah kondisi yang sama dengan disleksia pada anak.
Mereka kesulitan dalam membaca, menulis, dan memproses bahasa meskipun secara intelektual orang tersebut berada pada tingkat normal atau tinggi.
Banyak orang dewasa yang mengidap disleksia bisa mengembangkan strategi untuk mengatasi kesulitannya.