Depresi Postpartum
DAFTAR ISI
- Apa itu Depresi Postpartum?
- Penyebab Depresi Postpartum
- Faktor Risiko Depresi Postpartum
- Gejala Depresi Postpartum
- Hubungi Psikiater Ini Jika Kamu atau Orang Terdekat Memiliki Gejala Depresi Postpartum
- Diagnosis Depresi Postpartum
- Komplikasi Depresi Postpartum
- Jenis-Jenis Depresi Postpartum
- Pengobatan Depresi Postpartum
- Pencegahan Depresi Postpartum
Apa Itu Depresi Postpartum?
Depresi postpartum bisa menimbulkan serangkaian gejala. Mulai dari merasakan rasa sedih, bersalah, dan bentuk umum depresi lainnya dalam jangka waktu yang lama setelah melahirkan.
Kelahiran bayi dapat memberikan dorongan perasaan dan emosi yang kuat, mulai dari kesenangan, kebahagiaan, hingga ketakutan. Lonjakan berbagai macam emosi ini yang berperan dalam terjadinya depresi postpartum.
Sebagian besar ibu baru mengalami baby blues pasca persalinan setelah melahirkan. Kondisi tersebut biasanya meliputi perubahan suasana hati, tangisan, kecemasan, dan kesulitan tidur.
Baby blues biasanya muncul dalam dua hingga tiga hari pertama setelah melahirkan, dan bisa berlangsung hingga dua minggu.
Namun, beberapa ibu baru mengalami bentuk depresi yang lebih parah dan bertahan lama. Dalam kondisi yang jarang terjadi, gangguan mood ekstrem dengan istilah psikosis postpartum juga dapat berkembang setelah melahirkan.
Depresi postpartum bukanlah bentuk cacat karakter atau kelemahan seorang ibu. Terkadang itu hanya komplikasi melahirkan.
Jika ibu mengalami depresi postpartum, ibu perlu segera mendapatkan perawatan untuk mengelola gejala dan membantu ibu terikat dengan bayi baru lahir.
Jika depresi tak diobati, ini Komplikasi Gangguan Depresi Mayor yang Perlu Diwaspadai.
Penyebab Depresi Postpartum
Tidak ada penyebab tunggal yang menyebabkan depresi postpartum. Namun, permasalahan psikis maupun perubahan kondisi fisik memiliki peran dalam depresi postpartum.
Perubahan fisik
Setelah persalinan, terdapat perubahan hormon yang sangat besar dalam tubuh perempuan (terutama hormon wanita estrogen dan progesteron).
Hormon tubuh lain juga bisa mengalami perubahan sebagai akibat penyesuaian dari perubahan tersebut.
Hormon tiroid ini yang salah satunya berperan dalam memberikan perubahan mood setelah melahirkan.
Permasalahan psikis
Memiliki bayi (terutama untuk yang pertama kali) sering kali menyebabkan ibu menjadi cemas dan tidak percaya diri dengan kemampuannya merawat bayi baru lahir.
Perasaan seperti ini yang berkepanjangan dapat menyebabkan ibu jatuh dalam keadaan depresi.
Kurang tidur
Saat ibu kurang tidur dan kewalahan, maka mungkin akan kesulitan menangani masalah kecil sekalipun.
Masalah citra diri
Ibu mungkin merasa kurang menarik, berjuang dengan identitas, atau merasa bahwa telah kehilangan kendali atas hidup ibu sendiri.
Salah satu dari masalah ini dapat berkontribusi pada depresi postpartum.
Tak sedikit ibu yang sulit membedakan baby blues syndrome dengan depresi postpartum. Itu sebabnya, kenali Perbedaan Baby Blues Syndrome dengan Depresi Pasca Melahirkan.
Faktor Risiko Depresi Postpartum
Depresi postpartum sering terjadi pada ibu yang baru pertama kali memiliki anak. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pada kelahiran anak selanjutnya.
Berikut faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko depresi postpartum, yaitu:
- Pernah mengidap gangguan depresi sebelumnya.
- Riwayat gangguan bipolar.
- Punya riwayat depresi postpartum pada kehamilan sebelumnya.
- Mengalami kejadian yang berat dalam satu tahun terakhir yang mengganggu emosi dan psikis.
- Bayi memiliki kebutuhan khusus atau keadaan khusus.
- Memiliki bayi kembar, atau kehamilan triplet yang membutuhkan perhatian lebih.
- Kesulitan dalam memberikan ASI.
- Memiliki permasalahan dengan pasangan.
- Masalah finansial saat menjelang persalinan.
- Kehamilan yang tidak terencana.
Gejala Depresi Postpartum
Sebelum mencapai depresi postpartum, ada keadaan yang bernama baby blues syndrome, yaitu gangguan perubahan mood setelah melahirkan.
Depresi post partum memiliki gejala yang mirip dengan baby blues syndrome, dengan durasi yang lebih lama dan intensitas yang lebih berat, seperti:
- Gangguan perubahan mood.
- Cemas.
- Sedih.
- Sensitif secara emosional terhadap sesuatu.
- Merasa bersalah.
- Menangis berlebihan.
- Penurunan konsentrasi.
- Gangguan makan.
- Gangguan tidur, sulit tidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur.
- Menjauh dari keluarga.
- Kesulitan dalam merawat bayi.
Faktanya, bukan cuma wanita saja yang bisa mengalami kondisi ini. Pria Juga Bisa Alami Depresi Pasca Persalinan.
Hubungi Psikiater Ini Jika Kamu atau Orang Terdekat Memiliki Gejala Depresi Postpartum
Jika saat ini kamu atau anggota keluarga memiliki gejala depresi postpartum yang bahkan sudah menganggu aktivitas sehari-harisegera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan tepat.
Kamu pun bisa hubungi psikiater di Halodoc untuk mendapatkan saran atau penanganan tepat.
Mereka telah berpengalaman serta mendapatkan penilaian baik dari pasien yang sebelumnya mereka tangani.
Berikut psikiater di Halodoc yang bisa kamu hubungi:
- dr. Mariati Sp.KJ
- dr. Sarah Endang S. Siahaan Sp.KJ
- dr. Anastasia Kharisma Sp.KJ
- dr. Debrayat Osiana Sp.KJ
- dr. Hanny Soraya M.Ked, Sp.KJ
Itulah beberapa psikiater yang bisa kamu hubungi untuk bantu perawatan depresi postpartum. Jangan ragu untuk segera menghubungi dokter agar dapat segera ditangani.
Dokter tersebut tersedia selama 24 jam di Halodoc sehingga kamu bisa lakukan konsultasi dari mana saja dan kapan saja.
Namun, jika dokter sedang tidak tersedia atau offline, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi melalui aplikasi Halodoc.
Tunggu apalagi? Ayo, pakai Halodoc sekarang juga!
Diagnosis Depresi Postpartum
Dokter akan mendiagnosis kondisi ini setelah mengobservasi gejala yang ibu rasakan melalui sesi wawancara.
Selama proses observasi dokter mungkin akan melakukan:
1. Wawancara
Dokter perlu melakukan wawancara dengan pengidap untuk mendapatkan informasi tentang gejala dan pengalaman yang ibu rasakan. Dokter akan meminta ibu untuk menjelaskan perasaan, pemikiran, dan perubahan moodnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan fisik untuk mengecualikan kemungkinan masalah kesehatan fisik yang mungkin menjadi penyebab kondisi ini.
3. Tes Penilaian Depresi
Dokter kesehatan mental dapat menggunakan alat penilaian khusus, seperti kuesioner atau skala penilaian depresi, untuk mengukur tingkat keparahan depresi. Contoh skala yang sering dokter gunakan adalah Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).
4. Pengamatan Perilaku
Perilaku ibu juga dapat menjadi petunjuk penting dalam diagnosis. Dokter akan memperhatikan tanda-tanda seperti perubahan tidur, nafsu makan, tingkat energi, dan keterlibatan dalam aktivitas sehari-hari.
5. Riwayat Medis dan Riwayat Kehamilan
Dokter akan meminta ibu tentang riwayat medisnya, riwayat kehamilan, serta riwayat depresi atau gangguan mental sebelumnya. Informasi ini dapat membantu dalam proses diagnosis.
6. Evaluasi Penyebab Lain
Depresi postpartum juga bisa karena oleh faktor lain seperti gangguan hormonal atau ketidakstabilan kimia dalam tubuh. Dokter akan mencoba mengidentifikasi apakah ada faktor lain yang berkontribusi pada gejala depresi.
Komplikasi Depresi Postpartum
Jika tidak tertangani dengan tepat, depresi postpartum dapat mengganggu hubungan antara anak dengan ibu dan menyebabkan permasalahan dalam keluarga.
- Bagi ibu. Depresi postpartum yang tak tertangani dapat bertahan hingga bulanan. Hal ini meningkatkan risiko ibu terkena gangguan depresi kronik dan episode depresi mayor lainnya.
- Bagi ayah. Depresi postpartum dapat menimbulkan efek yang berkepanjangan dalam keluarga. Ibu dengan depresi postpartum dapat meningkatkan risiko depresi pada ayah.
- Bagi anak. Anak dengan ibu yang mengalami depresi postpartum kemungkinan memiliki gangguan emosi dan perilaku. Contohnya seperti gangguan makan dan tidur, mudah menangis, dan keterlambatan dalam bicara.
Jenis-Jenis Depresi Postpartum
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan suasana hati yang dialami ibu setelah melahirkan:
1. Baby Blues
Baby blues terjadi pada hampir 70 persen ibu pada hari-hari setelah melahirkan. Ibu mungkin mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba. Seperti merasa sangat senang dan kemudian merasa sangat sedih.
Ibu mungkin juga menangis tanpa alasan dan dapat merasa tidak sabar, rewel, gelisah, cemas, kesepian, dan sedih.
Baby blues dapat berlangsung hanya beberapa jam atau selama 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan. Biasanya ibu tidak memerlukan perawatan, tapi berbicara dengan pasangan atau sesama ibu lainnya mungkin dapat membantu.
2. Postpartum Depression (PPD)
Kondisi ini dapat terjadi beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan setelah melahirkan.
PPD dapat terjadi setelah kelahiran anak ke berapa pun, bukan hanya anak pertama. Ibu dapat memiliki perasaan yang mirip dengan baby blues, hanya saja rasanya jauh lebih kuat.
PPD sering membuat ibu tidak melakukan hal-hal yang perlu dilakukan setiap hari. Ketika kemampuan ibu untuk berfungsi terpengaruh, ibu perlu menemui obgyn atau dokter kandungan.
Dokter dapat mengidentifikasi gejala depresi dan merencanakan perawatan.
3. Psikosis Postpartum
Merupakan penyakit mental yang sangat serius yang dapat mempengaruhi ibu baru.
Penyakit ini dapat terjadi dengan cepat, biasanya dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Ibu dapat kehilangan kontak dengan kenyataan, mengalami halusinasi pendengaran dan delusi.
Sementara itu gejala lainnya berupa insomnia, perasaan gelisah dan marah, mondar-mandir, gelisah, dan perasaan dan perilaku aneh.
Ibu yang mengalami psikosis pasca persalinan membutuhkan perawatan segera dan hampir selalu membutuhkan pengobatan.
Dalam kasus yang jarang terjadi, ibu yang mengalami psikosis postpartum perlu dirawat di rumah sakit karena berisiko melukai diri sendiri atau orang lain.
Pengobatan Depresi Postpartum
Cara mengatasi depresi postpartum sering melibatkan psikoterapi atau menggunakan obat-obatan, atau bahkan keduanya.
- Psikoterapi. Sebuah sesi yang digunakan untuk ibu dan mungkin ayah untuk dapat bertemu dengan psikiater atau psikolog, kemudian membicarakan seluruh masalah yang mendasari terjadinya depresi tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk mencari jalan bagaimana menyikapi suatu masalah, sehingga tidak menyebabkan beban bagi ibu.
- Obat antidepresan. Obat-obatan antidepresan dapat diberikan oleh dokter jika dibutuhkan. Meskipun dapat masuk dalam ASI, obat antidepresan kebanyakan tidak menimbulkan efek samping bagi bayi.
Pencegahan Depresi Postpartum
Jika memiliki riwayat gangguan kejiwaan seperti kecemasan atau depresi sebelumnya, segera beritahukan kepada dokter saat melakukan pengecekan rutin kehamilan.
- Selama kehamilan, dokter akan mengobservasi gejala dan tanda dari depresi. Selama kehamilan beberapa ibu memiliki kecenderungan untuk memiliki depresi ringan.
- Setelah bayi lahir. Setelah bayi lahir dokter akan merekomendasikan pemeriksaan rutin untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda depresi atau baby blues syndrome.
Kapan Harus ke Dokter?
Ibu harus segera ke dokter, psikiater, atau psikolog di Halodoc apabila mendapati tanda dan gejala dari depresi postpartum.
Sangat penting untuk segera menghubungi dokter apabila gejala tidak hilang dalam dua minggu.
Jangan tunda apabila gejalanya semakin memburuk, semakin sulit untuk merawat bayi, semakin sulit untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari, dan memiliki pemikiran untuk mencelakai bayi.
Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2023. Postpartum Depression.
WebMD. Diakses pada 2023. Postpartum Depression.
NHS. Diakses pada 2023. Overview – Postnatal depression.
WebMD. Diakses pada 2022. Postpartum Depression
NHS. Diakses pada 2022. Overview – Postnatal depression
Pertanyaan Seputar Depresi Postpartum
Apakah syndrome baby blues bisa dicegah?
Ditanyakan oleh: arie_jeee
Dijawab oleh: dr Rizal Fadli
Penyebab seseorang mengalami sindrom baby blues bahkan hingga menjadi depresi pasca melahirkan mungkin disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh maupun faktor psikologi seperti cemas berlebihan dalam mengasuh bayi atau kelelahan yang menumpuk. Ada beberapa langkah pencegahan agar tidak mudah mengalami sindrom baby blues antara lain:
- Konsumsi Omega 3
Saat sedang hamil, jangan lupa mengonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung omega 3. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan, terdapat hubungan antara mengkonsumsi omega 3 (DHA dan EPA) secara rutin dapat mengurangi risiko melahirkan prematur dan menurunkan risiko depresi setelah melahirkan.
- Atur Pola Makan
Pasca melahirkan tentu membuat jam makan berantakan. Jangan pernah melewatkan setiap makan besar dan menggantinya dengan camilan. Usahakan untuk selalu makan 3 kali sehari dengan menu sehat seperti adanya lemak sehat, serat, dan protein.
- Istirahat dan Lakukan Hobi
Meskipun sedang sibuk mengurus bayi yang baru saja lahir, jangan lewatkan untuk selalu mengambil waktu untuk beristirahat sebentar. Ibu bisa tidur sebentar saat bayi tertidur, atau jika di rumah sedang ada suami, orangtua, atau pengasuh. Ibu bisa menitipkannya sebentar dan bisa beristirahat sejenak. Kurang istirahat dapat membuat mood seorang ibu bisa berubah menjadi muram dan cenderung depresi.
- Bicara dengan Pasangan atau Keluarga
Jangan ragu untuk meminta bantuan pada pasangan atau keluarga jika merasa kewalahan dalam mengurus bayi atau sekedar ingin bercerita. Jangan merasa harus bertanggung jawab seutuhnya terhadap kebutuhan bayi.
Adanya kehadiran dan dukungan orang lain seperti pasangan dan keluarga pada masa ini sangatlah penting. Dengan demikian, ibu tidak lagi merasa sendiri atau mengalami stres berlebihan.
- Minta bantuan ahli
Jika ternyata berbicara dengan pasangan atau keluarga tidak meringankan apa yang dirasakan, temuilah psikiater atau psikolog. Jangan malu untuk menceritakan apa yang menjadi beban.