Atonia Uteri
DAFTAR ISI:
- Apa itu Atonia Uteri?
- Penyebab Atonia Uteri
- Faktor Risiko Atonia Uteri
- Gejala Atonia Uteri
- Diagnosis Atonia Uteri
- Pengobatan Atonia Uteri
- Pencegahan Atonia Uteri
- Komplikasi Atonia Uteri
- Kapan Harus Ke Dokter?
Apa itu Atonia Uteri?
Atonia uteri adalah kondisi yang terjadi ketika rahim tidak berkontraksi (mengencang) dengan baik selama atau setelah melahirkan. Ini adalah komplikasi serius yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang mengancam jiwa.
Selama kehamilan, bayi tubuh di dalam rahim dan mendapat darah, oksigen, dan nutrisi dari plasenta. Pembuluh darah dan arteri memasok darah ke bayi melalui plasenta.
Setelah melahirkan, rahim berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta.
Kontraksi ini membantu mengencangkan pendarahan karena menekan pembuluh darah yang menghubungkan rahim ke plasenta.
Tanpa adanya tekanan pada pembuluh darah tersebut, maka pembuluh darah dapat mengeluarkan darah dengan bebas dan menyebabkan perdarahan postpartum.
Kondisi tersebut merupakan pendarahan berlebihan setelah melahirkan.
Penyakit ini juga dapat terjadi selama keguguran atau operasi rahim lainnya. Kondisi ini juga merupakan komplikasi dari persalinan normal atau operasi caesar.
Penyebab Atonia Uteri
Penyebab dasar terjadinya kondisi ini adalah otot-otot rahim tidak berkontraksi. Setelah melahirkan, kelenjar pituitari melepaskan hormon oksitosin.
Hormon tersebut merangsang kontraksi otot rahim dan menghentikan pendarahan.
Namun ketika atonia uteri terjadi, otot-otot rahim tidak berkontraksi secara memadai sebagai respons terhadap oksitosin.
Faktor Risiko Atonia Uteri
Ada beberapa faktor yang dapat mencegah otot rahim berkontraksi setelah melahirkan. Faktor umum yang memicu atonia uteri yaitu:
- Persalinan berkepanjangan.
- Distensi berlebih (peregangan berlebihan) atau pembesaran rahim berlebihan akibat berbagai penyebab. Antara lain kehamilan kembar dan polihidramnion (cairan ketuban dalam jumlah banyak).
- Persalinan cepat.
- Penggunaan oksitosin (hormon yang digunakan untuk menghasilkan kontraksi).
- Pemakaian anestesi umum atau obat lain selama persalinan.
Selain faktor di tas, ada juga beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko atonia uteri, yaitu:
- Makrosomia janin (janin yang lebih besar dari biasanya).
- Paritas tinggi (memiliki banyak kelahiran sebelumnya).
- Infeksi intra-ketuban atau korioamnionitis (infeksi pada selaput janin dan cairan ketuban).
- Agen yang mengendurkan rahim (seperti obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri selama persalinan).
- Berusia lebih dari 35 tahun.
- Obesitas.
- Persalinan yang melibatkan bantuan forsep atau vakum
Perlu kamu ingat, atonia uteri dapat terjadi bahkan pada mereka yang tidak memiliki faktor risiko apapun. Sebaiknya ketahui juga, 4 Penyebab Pendarahan Ketika Persalinan.
Gejala Atonia Uteri
Gejala umum atonia uteri adalah pendarahan rahim yang berkepanjangan. Hal ini dapat menyebabkan pengidap kehilangan banyak darah.
Pendarahan setelah melahirkan umum terjadi. Namun, jika kamu merasa mengalami pendarahan hebat atau harus sering mengganti pembalut, kamu harus memberi tahu dokter.
Atonia uteri dapat menimbulkan gejala berupa:
- Tekanan darah rendah (hipotensi).
- Detak jantung cepat.
- Penampilan pucat.
- Sedikit buang air kecil.
- Pusing.
- Tidak sadarkan diri.
Diagnosis Atonia Uteri
Dokter mendiagnosis atonia uteri berdasarkan rasa dan ukuran rahim. Jika kamu melahirkan bayi melalui operasi caesar, dokter akan memasukkan tangan ke dalam rahim melalui pemeriksaan vagina.
Biasanya rahim berkontraksi dan menyusut segera setelah bayi lahir. Jika kamu mengalami atonia uteri, rahim tetap berukuran besar dan terasa lunak.
Terkadang, atonia hanya terjadi di bagian bawah rahim. Bagian atas (fundus) mungkin terasa normal.
Meskipun dokter akan merasakan tekstur lembut dari atonia uteri di sekitar rahim, dia mungkin akan fokus pada area bawah jika fundusnya terasa normal.
Sekitar tiga perempat perdarahan postpartum penyebabnya adalah atonia uteri. Untuk memastikannya, dokter mungkin juga akan melakukan pemeriksaan untuk:
- Mengetahui apakah ada robekan pada leher rahim, vagina, atau rahim.
- Kelahiran plasenta yang tidak lengkap juga dapat menyebabkan pendarahan hebat.
Pengobatan Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi yang memerlukan penanganan segera. Setelah pendarahan berhenti, kamu mungkin memerlukan satu atau lebih transfusi darah untuk memulihkan diri.
Dokter mungkin juga memberikan infus intravena, oksigen, dan perawatan obat lain jika tekanan darah rendah.
Beberapa obat-obatan dapat membantu meningkatkan kontraksi rahim dan mengontrol perdarahan, antara lain:
- Oksitosin.
- Methergine.
- Prostaglandin.
- Alkaloid ergot.
- Misoprostol.
Untuk kasus atonia uteri yang disertai komplikasi, pengobatan lain mungkin kamu perlukan untuk menggantikan cairan dan kehilangan darah. Di antaranya:
- Cairan intravena (IV).
- Transfusi darah.
- Obat pemulihan kekurangan darah.
Sementara itu, untuk atonia uteri yang sangat parah dengan komplikasi, dokter mungkin akan melakukan tindakan berikut:
- Prosedur bedah: untuk mengikat pembuluh darah.
- Embolisasi arteri uterina: Menghalangi aliran darah ke rahim.
- Histerektomi: Operasi pengangkatan rahim ketika semua pengobatan lain gagal.
Pencegahan Atonia Uteri
Tidak semua atonia uteri dapat kamu cegah. Penting bagi dokter untuk mengetahui cara menangani kondisi ini di semua tahap persalinan.
Jika kamu berisiko tinggi mengalami atonia rahim, sebaiknya lakukan persalinan di fasilitas kesehatan ibu dan anak atau rumah sakit, yang memiliki peralatan memadai untuk menangani pendarahan.
IV dan obat-obatan harus siap tersedia. Perawat dan anestesi pun harus tersedia setiap saat. Penting juga untuk memberitahu bank darah tentang potensi kebutuhan darah.
Dokter juga harus memantau tanda-tanda vital dan jumlah perdarahan yang terjadi setelah lahir untuk mendeteksi perdarahan.
Oksitosin yang dokter berikan segera setelah melahirkan dapat membantu rahim berkontraksi. Selain itu, pijat rahim segera setelah lahirnya plasenta juga dapat mengurangi risiko atonia rahim.
Mengonsumsi vitamin prenatal, termasuk suplemen zat besi, juga dapat membantu mencegah anemia dan komplikasi lain dari atonia uteri dan pendarahan setelah melahirkan.
Selain itu, ketahui juga Bahaya Anemia pada Kehamilan.
Komplikasi Atonia Uteri
Beberapa komplikasi atonia uteri adalah:
- Hipotensi ortostatik/postural, yaitu pusing akibat tekanan darah rendah yang biasa terjadi saat seseorang bangun setelah duduk atau berbaring.
- Anemia, jumlah sel darah merah rendah.
- Syok hipovolemik, komplikasi atonia uterus yang serius dan berpotensi mengancam jiwa. Kondisi ini melibatkan rendahnya volume darah akibat kehilangan darah atau cairan lain.
- Syok hemoragik, terjadi akibat kehilangan darah.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika kamu memiliki faktor risiko atau gejala terjadinya atonia uteri saat kehamilan, sebaiknya segera tanyakan pada dokter di Halodoc agar mendapatkan perawatan yang tepat.
Dokter mungkin akan memberikan resep obat atau perawatan apapun sebelum hari persalinan. Klik gambar di bawah ini untuk mulai konsultasi dengan biaya yang terjangkau.