Anemia Hemolitik
DAFTAR ISI
- Apa Itu Anemia Hemolitik?
- Penyebab Anemia Hemolitik
- Faktor Risiko Anemia Hemolitik
- Gejala Anemia Hemolitik
- Hubungi Dokter Ini Jika Mengidap Gejala Anemia Hemolitik
- Diagnosis Anemia Hemolitik
- Pengobatan Anemia Hemolitik
- Komplikasi Anemia Hemolitik
- Pencegahan Anemia Hemolitik
Apa Itu Anemia Hemolitik?
Anemia hemolitik atau hemolytic anemia adalah gangguan kurang darah yang terjadi karena sel darah merah hancur lebih cepat daripada waktu terbentuknya kembali sel baru. Masalah kesehatan ini perlu segera penanganan yang cepat agar bisa mencegah terjadinya komplikasi yang berbahaya pada organ jantung, seperti gagal jantung.
Penyakit ini bisa terjadi sejak lahir karena langsung genetik yang turun-temurun dari orang tua. Selain itu, penyakit ini juga bisa berkembang setelah kelahiran. Kondisi yang bukan terjadi karena keturunan bisa karena kondisi medis tertentu, paparan senyawa kimia berlebihan, hingga efek samping dari konsumsi obat-obatan.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya anemia hemolitik bisa melalui pengobatan untuk mengatasi penyebab yang mendasarinya. Meski begitu, ada pula kondisi saat anemia hemolitik terjadi dalam waktu lama atau kronis, terlebih yang terjadi karena keturunan dari orangtua.
Penyebab Anemia Hemolitik
Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya anemia hemolitik karena keturunan genetik dari orang tua, yaitu:
- Anemia sel sabit, yaitu bentuk sel darah merah yang abnormal sehingga tidak bisa mengalir lancar dalam pembuluh darah.
- Thalasemia, yaitu kelainan darah saat hemoglobin pada sel darah merah terlalu sedikit.
- Ovalositosis, yaitu bentuk sel darah merah yang berbentuk oval atau elips.
- Sferositosis, yaitu kerusakan molekuler pada sel darah merah.
- Kurang enzim piruvat kinase.
- kurang enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Sementara itu, ada pula kondisi yang tidak bukan karena faktor keturunan dan bisa memicu terjadinya anemia hemolitik, antara lain:
- Infeksi, seperti hepatitis, tipes, infeksi bakteri atau virus.
- Masalah yang berkaitan dengan autoimun, seperti lupus, kolitis ulseratif, rheumatoid arthritis, dan anemia hemolitik autoimun.
- Efek samping penggunaan obat tertentu, seperti obat antiinflamasi nonsteroid, paracetamol, levodopa, rifampicin, metildopa, dapsone, dan antibiotik jenis tertentu.
- Kanker, terlebih kanker darah.
- Gigitan ular yang berbisa.
- Keracunan timah maupun arsen.
- Pernah menerima transfusi darah dari pendonor dengan golongan darah yang tidak sama.
- Reaksi tubuh karena pernah menjalani operasi transplantasi organ.
- Kurang asupan vitamin E, khususnya pada bayi yang lahir prematur.
Faktor Risiko Anemia Hemolitik
Ada juga beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini, antara lain:
- Bayi baru lahir.
- Memiliki riwayat penyakit autoimun.
- Memiliki riwayat keluarga dengan thalasemia.
- Menerima transfusi darah.
- Mengonsumsi obat-obatan.
Gejala Anemia Hemolitik
Gejala penyakit ini bisa bersifat ringan saat penyakit baru memasuki fase awal. Namun, gejala akan semakin memburuk, bisa terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan.
Tanda yang muncul berbeda pada setiap pengidap, tetapi gejala yang umum terjadi antara lain:
- Kulit terlihat pucat.
- Sering pusing.
- Tubuh cepat merasa lelah.
- Demam.
- Urine berwarna gelap.
- Bagian putih mata dan kulit menguning atau mengalami penyakit kuning.
- Perut terasa sangat tidak nyaman karena terjadi pembesaran organ hati dan limfa.
- Jantung sering berdebar.
Hubungi Dokter Ini Jika Mengidap Gejala Anemia Hemolitik
Jika kamu mengalami gejala di atas, sebaiknya hubungi dokter spesialis penyakit dalam di Halodoc.
Mereka bisa memberikan saran pengobatan sekaligus meresepkan obat jika diperlukan.
Nah, berikut ini beberapa rekomendasi dokter spesialis penyakit dalam di Halodoc yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun.
Mereka juga memiliki penilaian yang baik dari pasien-pasien yang pernah mereka tangani sebelumnya, ini daftarnya:
- dr. Wiwiek Probowati Sp.PD-KHOM, FINASIM
- dr. Eifel Faheri Sp.PD-KHOM, FISQua
- dr. Agung Firmansyah Sumantri Sp.PD-KHOM, MMRS, FINASIM
Jika dokter sedang tidak tersedia atau offline, kamu tak perlu khawatir.
Sebab kamu tetap bisa membuat janji konsultasi di lain waktu melalui Halodoc atau berkonsultasi dengan dokter lainnya.
Diagnosis Anemia Hemolitik
Guna mendapatkan diagnosis yang lebih akurat, dokter pertama-tama akan menanyakan gejala yang dirasakan oleh pengidap. Ia juga akan menanyakan perihal riwayat kesehatan pengidap, dan anggota keluarganya untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang pernah mengidap anemia.
Lalu, dokter akan melakukan pemeriksaan pada kulit. Pemeriksaan ini bertujuan melihat apakah kulit terlihat berwarna kuning atau pucat.
Dokter juga akan meraba dan menekan perut pengidap untuk mengetahui adanya pembesaran organ limpa dan hati. Apabila dokter mencurigai adanya gejala penyakit, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
- Perhitungan darah lengkap guna mengetahui jumlah sel darah di dalam tubuh.
- Kadar bilirubin, yaitu senyawa sisa yang berasal dari proses penghancuran sel darah merah yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit kuning.
- Pemeriksaan Coombs guna mengetahui kemungkinan antibodi justru menyerang sel darah merah.
- Aspirasi sumsum tulang, guna mengetahui bentuk maupun tingkatan kematangan dari sel darah merah.
Pengobatan Anemia Hemolitik
Terapi anemia hemolitik dapat dilakukan tergantung dari beberapa faktor, seperti berapa usia pengidap, kesehatan secara keseluruhan, dan riwayat medis. Selain itu, pengobatan bisa dokter sarankan sesuai dengan penyebabnya. Beberapa hal yang mungkin menjadi pertimbangan oleh dokter untuk memilih jenis terapi adalah tingkat dan penyebab kondisi serta toleransi untuk obat, prosedur, dan terapi.
Sementara itu, kemungkinan terapi yang dapat diberikan pada pengidap anemia hemolitik, antara lain:
- Terapi asam folat
Asam folat berfungsi sebagai obat pada beberapa jenis anemia yang terjadi karena kekurangan asam folat. Terapi ini bisa pengidap lakukan bersamaan dengan konsumsi obat lain.
- Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid bisa pengidap anemia hemolitik lakukan dengan penyakit autoimun. Tujuannya adalah untuk membantu kekebalan tubuh. Sebelum melakukan terapi ini, kamu bisa mencari tahu tentang Efek Samping Konsumsi Obat Kortikosteroid Jangka Panjang.
- Immunoglobulin G intravena
Terapi ini juga bertujuan untuk meningkatkan antibodi pada pengidap penyakit imunodefisiensi.
- Terapi eritropoetin
Dokter bisa memberikan terapi ini kepada pengidap gagal ginjal. Obat eritropoetin berfungsi untuk membantu tubuh meningkatkan produksi sel darah merah.
- Tidak melanjutkan konsumsi obat-obatan yang berisiko menimbulkan anemia hemolitik
Beberapa kondisi yang mengarah pada individu yang memiliki tingkat anemia hemolitik dengan keparahan yang tinggi memerlukan rawat inap dan perawatan sebagai berikut:
- Transfusi darah
Terapi ini biasanya dokter berikan kepada pengidap yang sudah dalam tahap berat atau dengan gangguan jantung maupun paru, penyakit thalasemia atau penyakit anemia sel sabit. Salah satu efek samping dari terapi ini adalah penumpukan besi di dalam tubuh akibat transfusi berulang. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan terapi kelasi besi.
- Operasi pengangkatan limpa
Tindakan ini bisa menjadi pilihan dalam kasus-kasus hemolisis yang tidak merespon kortikosteroid dan imunosupresan. Pada operasi ini, limpa bisa terangkat sebagian atau seluruhnya. Operasi pengangkatan limpa hanya perlu dokter lakukan jika telah ada kerusakan fatal pada organ.
Pencegahan Anemia Hemolitik
Kondisi anemia hemolitik yang turun-temurun dari orang tua tidak dapat dicegah. Namun, hal tersebut memiliki pengecualian, seperti kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Jika seseorang terlahir dengan kondisi defisiensi G6PD, pencegahannya bisa dengan menghindari zat yang dapat memicu kondisi tersebut.
Misalnya, hindari kacang fava, naftalena (zat yang ditemukan di beberapa ngengat), kamper, dan obat-obatan tertentu. Ada juga beberapa jenis kondisi ini yang bisa kamu cegah, seperti reaksi terhadap transfusi darah. Ini membutuhkan pencocokan tipe-tipe darah yang seksama antara donor darah dan penerima.
Referensi:
WebMD.com Diakses pada 2023. Hemolytic Anemia.
Healthline. Diakses pada 2023. Hemolytic Anemia: What It Is and How to Treat It.
Drugs. Diakses pada 2023. Hemolytic Anemia.
MayoClinic. Diakses pada 2023. Sickle Cell Anemia.
Diperbarui pada 24 Maret 2023.