Kecanduan Media Sosial? Hati-Hati Oversharing
Halodoc, Jakarta – Pesatnya perkembangan teknologi ditambah dengan munculnya smartphone membuat segala aktivitas sehari-hari menjadi lebih mudah. Mau bepergian? Tinggal buka aplikasi, dan akan ada kendaraan yang menjemput. Ingin makan tapi malas keluar rumah, tinggal pesan dan makanan akan diantar ke rumah. Semua serba instan dan praktis.
Mendapatkan informasi pun sekarang jauh lebih cepat. Dulu, kamu perlu membeli koran hari ini untuk mengetahui berita yang terjadi kemarin. Kini, tinggal klik, kamu sudah bisa mengetahui apa yang terjadi beberapa menit yang lalu. Terlebih dengan munculnya berbagai laman media sosial.
Namun, ternyata banyak orang yang memanfaatkan laman dunia maya ini tanpa berpikir panjang dan cenderung tidak bijak. Terbukti dengan banyaknya berita yang belum tentu benar, aksi saling menghujat, dan berbagai informasi negatif. Tak sedikit pula yang menggunakannya untuk mengumbar berbagai cerita pribadi. Kalau kamu termasuk salah satunya, hati-hati oversharing, ya.
Baca juga: Waspada, Ini Dampak Sering Curhat di Media Sosial
Apa yang Dimaksud dengan Oversharing?
Oversharing adalah terlalu banyak berbagi kehidupan pribadi di laman media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau Path, baik itu untuk memamerkan aktivitas harian, atau sekadar iseng. Tentu saja, ini bukan hal yang baik, karena oversharing juga menjadi salah satu tanda kecanduan media sosial.
Ironisnya, sebagian besar orang yang melakukan oversharing justru tidak menyadari bahwa mereka telah melakukannya. Padahal, tidak semua orang yang terkoneksi dengan akun media sosial kamu adalah teman. Kamu bisa menemukan orang-orang yang sama sekali asing dan belum pernah kamu temui sebelumnya. Bermodal satu hobi atau kesamaan, kamu dan orang asing itu bisa terhubung lewat internet dan dunia maya.
Mengapa Oversharing Berbahaya?
Setiap orang pasti punya masalah, termasuk kamu. Bercerita dengan orang-orang terdekat memang disarankan, karena dengan begitu kamu bisa terhindar dari bahaya stres yang berujung pada depresi. Selain itu, berbagi juga menjadi salah satu cara untuk mempererat hubungan kamu dengan orang lain secara emosional.
Namun, bukan berarti kamu bisa berbagi atau bercerita di laman media sosialmu, meski hampir semua teman yang berada di daftar pertemanan kamu adalah teman-teman dekatmu. Seorang profesor dari DePaul University Chicago, Paul Booth mengemukakan bahwa interaksi yang dilakukan melalui media sosial adalah bentuk ikatan lemah, karena kamu tidak terhubung secara langsung atau bertatap muka dengan lawan bicara.
Oversharing sebagai bentuk dampak kecanduan media sosial tentu harus diwaspadai, karena ini akan menunjukkan bahwa kamu sudah mengumbar kehidupan pribadi secara tak langsung pada orang-orang yang bahkan tidak kamu kenal dengan baik. Inilah yang kemudian memicu tindak kriminal. Sebuah studi menunjukkan bahwa tindak kejahatan tertinggi berasal dari interaksi yang terjadi lewat media sosial.
Selain itu, hati-hati, perilaku oversharing kadang-kadang bisa disebabkan oleh perasaan fear of missing out (FOMO) atau takut ketinggalan. Melihat orang lain melakukan sesuatu tanpa kamu bisa memberikan kesan bahwa hidup orang lain jauh lebih baik daripada kehidupan kamu. Misalnya, bila kamu sering melihat foto liburan atau gaya hidup teman yang nampak mewah dan menyenangkan, kamu mungkin tergoda untuk membagikan foto-foto kamu juga agar terlihat menarik atau dikagumi oleh teman-teman kamu.
FOMO diketahui memiliki peranan besar pada oversharing dan seringkali memberikan efek merugikan yang lebih besar pada kesehatan mental, yaitu ketidakpuasan yang ekstrem. Bila kamu tidak menerima jumlah likes atau komentar seperti yang kamu harapkan, kamu bisa merasa kecewa, stres atau bahkan berpikir bahwa kamu tidak disukai oleh teman-temanmu. Itulah mengapa oversharing sering dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental, seperti depresi atau gangguan kecemasan.
Oversharing juga bisa menjadi tanda kondisi kesehatan mental, karena mengumbar kehidupan di sosial media bisa menjadi cara untuk memuaskan diri sendiri dengan mendapatkan perhatian dari orang-orang yang berpikiran sama yang mendorong kamu untuk menikmati perilaku tidak sehat.
Baca juga: Dampak Negatif Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental
Bagaimana Mencegah Oversharing di Media Sosial?
Perlu diingat, tidak semua hal harus kamu umbar di laman media sosial, yang artinya, tak semuanya yang kamu lakukan dalam keseharian kamu harus dipublikasikan ke semua orang. Jadi, pikirkan baik-baik sebelum kamu mulai mengetik dan posting sesuatu pada akun media sosialmu. Mungkin kamu berpikir tidak ada salahnya mempublikasikan satu atau dua hal. Tapi sekali lagi, kamu tidak pernah tahu siapa yang membaca dan menggunakannya di kemudian hari.
Saat sedang galau atau ingin marah, sebaiknya kamu menjauh terlebih dahulu dari gadget. Akan lebih baik kalau kamu meredam galau dan emosi dengan membaca buku. Faktanya, pelaku oversharing berasal dari orang-orang yang galau atau sedang dikuasai emosi.
Baca juga: Kecanduan Media Sosial? Begini Tips Ampuh Mengatasinya
Itu tadi penjelasan singkat tentang bahaya oversharing sebagai salah satu dampak kecanduan media sosial yang perlu diketahui. Daripada curhat di sosial media, lebih baik curhat saja pada tenaga profesional seperti psikolog di Halodoc. Aplikasi ini juga bisa kamu pakai untuk buat janji berobat bersama psikolog/psikiater tanpa antre, lho. Yuk, download Halodoc sekarang juga!
Referensi:
Delaware Today. Diakses pada 2021. Do You Overshare on Social Media?
Medium. Diakses pada 2021. The Problem With Oversharing
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan