Waspadai Penyebab dan Gejala Retensio Plasenta
Halodoc, Jakarta - Ibu hamil bukan hanya wajib menjaga kesehatan fisik saja, tapi juga kesehatan janin dalam kandungan. Pasalnya, komplikasi kehamilan sangat rentan menyerang, seperti retensio plasenta. Komplikasi kehamilan yang satu ini terjadi saat ari-ari tertinggal di dalam rahim pasca melahirkan. Parahnya, retensio plasenta dapat membahayakan nyawa ibu. Untuk mencegahnya, kenali lebih dalam penyebab dan gejala, agar ibu dapat melakukan penanganan segera.
Baca juga: Ini yang Dimaksud Abruptio Plasenta dan Cara Mengatasinya
Retensio Plasenta, Kondisi yang Seperti Apa?
Normalnya, plasenta seharusnya ikut keluar secara alami dari rahim setelah ibu melahirkan. Artinya, setelah sang buah hati lahir, ibu masih akan tetap berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta dari dalam rahim. Retensio plasenta merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi saat kelahiran normal berlangsung, yaitu plasenta tetap tinggal di dalam rahim 30 menit setelah ibu melahirkan.
Retensio plasenta akan membuat ibu mengalami perdarahan hebat setelah persalinan. Jika dokter atau tim medis tidak segera melakukan penanganan dengan tepat, komplikasi kehamilan ini akan menyebabkan infeksi yang berujung pada kematian. Selalu periksakan kehamilan secara rutin di rumah sakit terdekat guna mengetahui kesehatan ibu dan si buah hati, ya!
Baca juga: Retensio Plasenta Bahaya atau Tidak?
Ketahui Penyebab Retensio Plasenta
Jika dilihat dari penyebabnya, retensio plasenta terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
-
Plasenta terjebak, yaitu kondisi yang terjadi ketika plasenta terlepas dari dinding rahim, tapi tidak bisa keluar dari tubuh. Kondisi ini terjadi karena serviks langsung menutup setelah bayi keluar dari rahim.
-
Plasenta akreta, yaitu kondisi yang terjadi ketika plasenta menempel pada lapisan otot dinding rahim terlalu dalam. Kondisi ini akan menyebabkan sulitnya proses persalinan normal.
-
Plasenta adheren, yaitu kondisi yang terjadi ketika rahim tidak mampu berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta dari rahim.
Beberapa penyebab tersebut akan lebih rentan dialami oleh:
- Wanita dengan usia kehamilan 34 minggu.
- Mengalami kelahiran prematur.
- Ibu hamil yang berusia lebih dari 30 tahun.
- Ibu hamil yang mengalami kematian janin di dalam perut.
- Ibu hamil yang mengalami proses persalinan yang sangat lama.
Apa Saja Gejala yang Perlu Diperhatikan?
Gejala utama ditandai dengan tertahannya plasenta di dalam rahim setelah ibu melahirkan. Gejala utama akan diikuti dengan sejumlah gejala berikut ini:
-
Rasa nyeri pada perut yang terjadi dalam waktu lama.
-
Keluarnya cairan berbau busuk dari dalam vagina.
-
Perdarahan hebat setelah keluarnya janin.
-
Kenaikan suhu tubuh.
Ketika retensio plasenta terjadi, langkah utama yang paling tepat dilakukan adalah mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Namun, cara ini memerlukan kehati-hatian yang ekstra, karena risiko ibu mengalami infeksi sangat besar. Selain menggunakan tangan, dokter dapat memberikan obat suntik, guna membantu ibu berkontraksi, sehingga plasenta bisa keluar.
Baca juga: Inilah 12 Faktor Pemicu Retensio Plasenta
Langkah Pencegahan Retensio Plasenta
Guna mencegah terjadinya retensio plasenta pasca persalinan normal, biasanya dokter akan melakukan pijatan ringan di area rahim guna mengembalikan ukuran rahim, merangsang kontraksi, dan membantu menghentikan perdarahan. Retensio plasenta akan lebih rentan dialami oleh ibu hamil yang memiliki riwayat sebelumnya. Untuk menghindarinya, ibu harus sering melakukan pemeriksaan saat trimester ketiga kehamilan.
Ibu hamil juga perlu menghindari induksi buatan guna mengurangi risiko plasenta tertahan dalam rahim. Pasalnya, jika terlalu banyak induksi buatan yang diberikan, ibu akan mengalami atonia uteri, yaitu penyebab utama tertahannya plasenta pada rahim.
Referensi:
American Pregnancy. Diakses pada 2020. Retained Placenta.
NCBI. Diakses pada 2020. The Retained Placenta.
Baby Centre. Diakses pada 2020. Retained placenta.