Hipertensi pada Ibu Hamil Bisa Berbahaya, Ini Alasannya

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   03 Desember 2020
Hipertensi pada Ibu Hamil Bisa Berbahaya, Ini AlasannyaHipertensi pada Ibu Hamil Bisa Berbahaya, Ini Alasannya

Halodoc, Jakarta - Baik sedang hamil ataupun tidak, hipertensi atau tekanan darah tinggi tetap perlu diwaspadai. Jika tidak dikontrol, hipertensi memicu berbagai penyakit atau komplikasi serius. Namun, jika hipertensi dialami saat hamil, tak hanya ibu, janin juga bisa terpengaruh. 

Tekanan darah yang normal pada orang dewasa adalah sekitar 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg. Ibu hamil dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Lantas, apa yang membuat hipertensi pada ibu hamil bisa berbahaya? Simak ulasannya berikut ini!

Baca juga: 5 Tips Aman Berpuasa Bagi Pengidap Hipertensi

Waspadai Bahaya Hipertensi pada Ibu Hamil

Hipertensi saat hamil disebut juga dengan istilah hipertensi gestasional. Pada kebanyakan kasus, kondisi ini akan membaik setelah bayi lahir. Namun, tingginya tekanan darah saat hamil tetap perlu diwaspadai. 

Penyebab hipertensi saat hamil belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risikonya, seperti riwayat hipertensi sebelumnya, mengidap penyakit ginjal atau diabetes, berusia kurang dari 20 atau lebih dari 40 ketika hamil, kelebihan berat badan, serta kehamilan kembar.

Hipertensi pada ibu hamil bisa berbahaya, baik bagi sang ibu atau janin yang dikandung. Ibu hamil yang mengalami hipertensi juga rentan mengalami komplikasi selama persalinan, atau setelahnya. 

Berikut ini ini bahaya hipertensi pada ibu hamil yang perlu diwaspadai:

1.Meningkatkan Risiko Keguguran

Jika sebelumnya ibu hamil sudah memiliki riwayat hipertensi, kondisi tersebut bisa berkembang menjadi lebih parah saat hamil. Jika tidak dikendalikan dengan baik, risiko keguguran akan meningkat.

Baca juga: Ternyata Ini Manfaat Puasa untuk Pengidap Hipertensi

2.Mengganggu Aliran Darah ke Plasenta

Aliran darah ke plasenta saat hamil harus tetap lancar, agar janin bisa mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Namun, hipertensi saat hamil membuat aliran darah ke plasenta terganggu. Jika hal ini tidak segera ditangani, janin berisiko mengalami gangguan pertumbuhan (IUGR), lahir prematur, atau berat badan lahir rendah. 

3.Memicu Abrupsio Plasenta

Abrupsio plasenta adalah komplikasi kehamilan yang terjadi ketika plasenta terlepas dari dinding rahim, sebelum proses persalinan berlangsung. Hal ini dapat berakibat fatal bagi ibu dan janin dalam kandungan. 

Risiko terjadinya abrupsio plasenta biasanya lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami preeklamsia, akibat hipertensi yang tidak terkontrol saat hamil. Abrupsio plasenta dapat membuat ibu hamil mengalami perdarahan parah yang tidak hanya dapat mengancam nyawanya sendiri, tapi juga nyawa janin.

Baca juga: Mana yang Lebih Berbahaya, Hipotensi atau Hipertensi?

4.Meningkatkan Risiko Kerusakan Organ

Hipertensi yang tidak terkontrol saat hamil bisa menyebabkan ibu mengalami kerusakan pada organ-organ penting, yaitu otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati.

Itulah bahaya hipertensi saat hamil, bagi ibu dan janinnya. Pantau terus tekanan darah sejak memulai program hamil dan selama masa kehamilan, agar kamu bisa tahu status kesehatanmu.

Jika tekanan darah terpantau tinggi, segera konsultasikan pada dokter kandungan. Kamu juga bisa download aplikasi Halodoc untuk berbicara dengan dokter kandungan lewat chat.

Selain itu, ibu hamil juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan bergizi, termasuk vitamin prenatal jika dokter meresepkan, beristirahat dengan cukup, mengendalikan stres, dan jangan terlalu lelah.

Referensi:
American Pregnancy Association. Diakses pada 2020. Gestational Hypertension: Pregnancy Induced Hypertension (PIH).
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Pregnancy Week by Week. High Blood Pressure and Pregnancy: Know the Facts.
Healthline. Diakses pada 2020. Abnormal Blood Pressure During Pregnancy.
Verywell Family. Diakses pada 2020. Can High Blood Pressure Cause a Miscarriage?