Obat HIV dan Kurkumin Ampuh Atasi Corona? Ini Fakta Medisnya
Halodoc, Jakarta - Wabah virus corona (korona) Wuhan sampai kini belum tiba pada episode terakhir. Virus corona yang muncul pada akhir Desember 2019 ini terus memakan korban. COVID-19 (nama resmi virus corona Wuhan) setidaknya telah menelan korban sekitar 2.400 jiwa.
Di balik banyaknya kengerian yang ditimbulkan COVID-19, setidaknya ada satu kabar baik mengenai virus misterius ini. Menurut data, jumlah pasien yang sembuh dari infeksi corona juga terus bertambah.
Dari sekitar 78.000-an orang yang terinfeksi virus ini, setidaknya 23.000-an berhasil pulih dari ancaman fatal yang bisa ditimbulkan COVID-19. Berbagai cara dilakukan para ahli untuk menyembuhkan pengidap COVID-19, termasuk penggunaan obat HIV.
Lho, apa hubungannya COVID-19 dengan obat HIV?
Baca juga: 10 Fakta Virus Corona yang Wajib Diketahui
Sama-Sama Antivirus
Saat ini pemerintah Taizhou di Provinsi Zhejiang, Tiongkok, menggunakan obat pertama untuk mengatasi COVID-19. Antivirus yang bernama favilavir telah disetujui National Medical Products Administration of China. Favilavir atau remdesivir bukan antivirus pertama yang digunakan untuk mengatasi virus corona Wuhan.
Dari berbagai antivirus yang digunakan, obat HIV bernama nelfinavir disebut mampu mengatasi infeksi COVID-19. Selain di Tiongkok, penggunaan nelfinavir juga dilakukan oleh pemerintah Thailand.
Kementerian Kesehatan Thailand mengatakan, dokter di negaranya sukses menyembuhkan pengidap virus corona dengan menggunakan kombinasi obat yang digunakan dalam merawat pengidap HIV dan flu.
Lalu, sebenarnya mengapa obat yang diperuntukan untuk pengidap HIV digunakan untuk mengatasi infeksi COVID-19?
“Kemungkinan besar karena sama-sama antivirus, karena yang spesifik belum ketemu. Jadi semua antivirus dipakai, ternyata sembuh,” ujar dr. Erlina Burhan SpP(K), pakar paru dari RS YARSI pada Halodoc dalam Diskusi Kebangsaan: Kesiapan Masyarakat dan Pemerintah Mencegah Ancaman Wabah COVID-19 (Coronavirus), Jumat (21/2) di Universitas YARSI.
Penggunaan obat HIV untuk mengatasi infeksi COVID-19 bukannya tanpa alasan. Para ahli mengatakan, ikatan genetik COVID-19 yang baru diberi nama SARS-CoV-2, dekat dengan virus SARS yang merupakan virus RNA. RNA ini juga menjadi penyebab dari Ebola dan HIV atau AIDS.
Nah, obat HIV ini diduga mampu menghambat enzim lain yang memungkinkan virus memecah protein tertentu. Tidak hanya itu, obat HIV seperti lopinavir juga disebut dapat melumpuhkan virus untuk menginfeksi sel dan beraplikasi.
Hal yang perlu digarisbawahi, obat HIV ini tidak “menyembuhkan” seseorang dari infeksi virus. Obat ini digunakan sebagai opsi pengobatan untuk mengatasi gejala dan infeksi virus corona.
Baca juga: Korban Virus Corona Terus Bertambah, Ini 5 Fakta Baru Virus Corona
Hal ini juga dipertegas para ahli dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Mereka mengatakan, tidak ada pengobatan antivirus khusus yang direkomendasikan untuk mengatasi infeksi COVID-19. Hingga saat ini belum ada ada studi yang dilakukan pada manusia. Studinya tersebut hanya dilakukan pada hewan di laboratorium. Dengan kata lain, tidak ada jaminan obat HIV bisa menyembuhkan COVID-19.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia memiliki pendapat yang senada. “(Obat HIV) Belum diteliti oleh WHO, recommended belum dari WHO, masih dalam uji coba. Tapi, di Indonesia tidak bisa kita uji coba karena kasusnya tidak ada,” jelas dr. Daeng M Faqih, SH, MH pada Halodoc usai diskusi di Universitas YARSI pada Jumat (21/2) lalu.
Kurkumin di Tanaman Herbal
Selain obat antivirus, ada cara lain yang diduga bisa mencegah kerusakan sel paru-paru akibat antivirus. Menurut beberapa ahli, kurkumin dinilai dapat menguatkan daya tahan tubuh, dan mencegah rusaknya sel paru-paru akibat virus. Kurkumin ini terkandung dalam kunyit, temulawak, dan jahe.
Namun, ada pendapat lain dari Daeng mengenai kurkumin. Menurutnya kurkuma (kurkumin) bersifat sebagai hepatoprotektor yang bisa melindungi sel-sel liver atau hati.
Baca juga: COVID-19, SARS, atau MERS, Mana yang Paling Berbahaya?
“Yang sudah confirm secara riset hepatoprotektor, pelindung hati. Tapi kalau melindungi sel paru, saya belum terkonfirmasi ada, apakah sudah ada riset yang evidence base,” jelasnya.
Daeng juga mengatakan, obat yang spesifik untuk mengatasi virus corona belum ada. Oleh sebab itu, pengobatan atau terapi untuk mengatasi infeksi COVID-19 bersifat suportif.
“Daya tahan tubuh dikuatkan terus, karena virus self limiting disease, kalau tubuh kita dikuatkan terus, nanti virusnya mati dengan sendirinya, di-support terus badan kita, dikuatkan,” tambahnya.
Saat ditanyai mengenai kesiapan IDI terhadap ancaman virus corona Wuhan ini, Daeng menjawab dengan tegas.
“Optimis, sudah bagus, pedomannya sudah ada semua. Pedoman dari Kemkes, dari perhimpunan dokter paru sudah ada, dan sudah dikasih ke seluruh dokter agar mereka tahu dan mahir,” tutupnya.
Mau tahu lebih jauh mengenai masalah virus corona? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli kapan dan di mana saja tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga!