COVID-19 Dapat Sebabkan Kerusakan Otak Jangka Panjang?
Halodoc, Jakarta - Gejala COVID-19 pada setiap pengidapnya bisa berbeda-beda, beberapa di antaranya bahkan baru dilaporkan. Salah satu gejala aneh yang cukup banyak dialami pengidap COVID-19 adalah hilangnya kemampuan mencium bau dan merasakan makanan atau anosmia.
Hal ini membuat para ahli saraf khawatir, karena infeksi virus corona tampaknya memengaruhi saraf yang membawa informasi dari hidung ke otak. Dr. Gabriel de Erausquin, seorang peneliti di Glenn Biggs Institute for Alzheimer's and Neurodegenerative Diseases di University of Texas Health Science Center, San Antonio, mengungkapkan kekhawatiran akan kerusakan otak jangka panjang akibat COVID-19.
Baca juga: Ini Tempat yang Berisiko Tinggi Menularkan COVID-19
Banyaknya Gejala Terkait Otak yang Ditimbulkan COVID-19
Ketakutan para ahli soal risiko kerusakan otak jangka panjang akibat COVID-19 tampaknya cukup beralasan. Meski kemungkinan kerusakan berasal dari tubuh dan respons otak terhadap virus corona, ketimbang karena virus itu sendiri.
Banyak pengidap COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dipulangkan dengan gejala seperti yang berhubungan dengan cedera otak. “Ini termasuk, membuat mereka menjadi pelupa, yang kemudian merusak kemampuan mereka “berfungsi” seperti biasa,” kata de Erausquin.
Melansir laman NPR, menurut sebuah laporan yang dipublikasikan di jurnal Alzheimer's & Dementia edisi 5 Januari, COVID-19 tampaknya menimbulkan banyak gejala lain terkait otak, seperti kejang dan psikosis. Tim peneliti, termasuk de Erausquin, mengatakan infeksi COVID-19 yang parah, bahkan meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit Alzheimer.
Pada kebanyakan kasus, fungsi otak membaik setelah pengidap sembuh. Namun, beberapa orang cenderung mengalami kerusakan otak jangka panjang. "Bahkan, jika proporsi angkanya tidak terlalu tinggi, jumlah absolut orang yang akan menderita akibat hal ini kemungkinan besar akan tinggi. Karena, begitu banyak orang yang tertular," kata de Erasquin.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Golongan Darah A Berisiko Tertular COVID-19
Bagaimana Cara COVID-19 Menyebabkan Kerusakan Otak?
Hingga artikel ini ditulis, para ahli masih terus meneliti bagaimana COVID-19 dapat menyebabkan kerusakan otak. Dugaan yang cukup jelas sejak awal pandemi, bahwa infeksi COVID-19 bisa menyebabkan sumbatan bekuan darah yang dapat mengakibatkan stroke.
Beberapa pengidap COVID-19 juga mengalami kerusakan otak, ketika paru-paru mereka tidak dapat menyediakan oksigen yang cukup. Namun, untuk bisa memahami mekanisme lain yang masih kurang jelas, para ilmuwan membutuhkan jaringan otak dari pengidap COVID-19 yang telah meninggal untuk diteliti lebih lanjut.
Dr. Avindra Nath dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke, mengungkapkan adanya kendala untuk mendapatkan jaringan otak dari pengidap COVID-19. "Karena ini adalah virus yang sangat menular, sehingga orang tidak melakukan otopsi di banyak tempat," katanya.
Namun, saat ini Nath yang ikut mempelajari jaringan otak dari pengidap COVID-19 mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan bukti luasnya peradangan dan kerusakan pada otak pengidap COVID-19. Temuan tersebut telah mereka laporkan dalam The New England Journal of Medicine pada 30 Desember 2020 lalu.
Nath menyebut, bahwa tim peneliti juga telah menemukan penyebab kerusakan otak pada pengidap COVID-19. "Apa yang kami temukan bahwa terdapat banyak kebocoran yang tidak merata pada pembuluh darah kecil di otak. Cedera itu mirip dengan serangkaian stroke kecil yang terjadi di banyak area berbeda di otak,” ungkap Nath.
Penemuan tersebut sepertinya bisa menjelaskan mengapa pengidap COVID-19 memiliki begitu banyak gejala terkait otak. Termasuk beberapa yang terkait dengan area otak yang mengontrol fungsi tubuh, seperti detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
Baca juga: Kacamata Bisa Cegah Virus Corona, Mitos Atau Fakta?
Terkait hal ini, Heather Snyder, wakil presiden operasi medis dan ilmiah di Alzheimer's Association, mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui peran COVID-19 terhadap kerusakan otak dan peningkatan risiko penyakit Alzheimer.
Untuk itu, asosiasi dan peneliti lebih dari 30 negara telah membentuk konsorsium untuk mempelajari efek jangka panjang COVID-19 pada otak. Mereka akan mendaftarkan orang-orang yang dirawat di rumah sakit atau yang sudah berpartisipasi dalam studi penelitian internasional COVID-19.
Lalu, para peneliti akan menilai perilaku, ingatan, dan fungsi otak pengidap COVID-19 secara keseluruhan dalam interval enam bulan. Temuan dari penelitian itu, kata Snyder, akan membantu menjawab beberapa pertanyaan penting tentang apa yang terjadi pada pengidap COVID-19 setelah terinfeksi.
Jadi, mari tunggu hasil penelitian lebih lanjut tentang COVID-19, sambil terus menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik. Kalau kamu butuh masker dan sabun cuci tangan, kamu bisa download aplikasi Halodoc untuk membelinya dengan mudah.
Referensi:
NPR. Diakses pada 2021. How COVID-19 Attacks The Brain And May Cause Lasting Damage.
The New England Journal of Medicine. Diakses pada 2021. Microvascular Injury in the Brains of Patients with Covid-19.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan