Penyebab Epilepsi dan Cara Mengatasinya
Halodoc, Jakarta - Epilepsi adalah kelainan pada sistem saraf pusat atau otak yang ditandai dengan kejang. Namun, epilepsi tidak sama dengan kejang. Kejang merupakan gejala utama epilepsi, tapi tidak semua kasus kejang menandakan epilepsi. Seseorang bisa dikatakan mengidap epilepsi jika mengalami dua atau lebih kejang tanpa penyebab atau pemicu yang jelas dalam 24 jam.
Kejang terjadi ketika impuls listrik pada sel otak terjadi secara berlebihan, sehingga memicu perubahan yang abnormal pada gerak tubuh, perilaku, perasaan, hingga hilang kesadaran. Jenis kejang yang mudah dideteksi adalah kejang yang memengaruhi gerak tubuh, seperti gerakan cepat, mendadak, dan berulang pada tangan, kaki, kepala, atau bahkan seluruh tubuh.
Namun, kejang juga bisa memengaruhi perilaku, seperti tertawa terus-menerus tanpa henti. Ini artinya, impuls listrik abnormal terjadi pada saraf otak yang mengatur tawa pengidapnya. Selain perilaku, kejang juga bisa berupa abnormalitas pada psikis. Saat kejang, pengidap menjadi paranoid atau cemas berlebihan.
Epilepsi bisa terjadi pada siapa saja, terlepas dari gender, usia, dan ras. Meski begitu, epilepsi banyak ditemukan pada anak-anak dan orang tua. Orang dewasa di atas 35 tahun yang mengidap stroke juga lebih rentan mengidap epilepsi. Kasus epilepsi ditemukan pada 700.000 sampai 1,4 juta penduduk Indonesia, dan 40-50 persen di antaranya adalah anak-anak.
Baca juga: 5 Fakta Tentang Stroke yang Harus Diketahui
Penyebab Epilepsi
Epilepsi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya. Jenis pertama adalah epilepsi idiopatik atau epilepsi primer, yaitu epilepsi yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Sejumlah ahli mengaitkan epilepsi primer dengan faktor genetik atau keturunan.
Sedangkan jenis yang kedua adalah epilepsi simptomatik, yang kondisinya berkaitan dengan beberapa faktor di bawah ini:
- Trauma di kepala. Kecelakaan dengan benturan pada kepala bisa menyebabkan epilepsi.
- Kelainan otak, seperti adanya tumor dan kanker di kepala, serta stroke bisa memicu epilepsi.
- Penyakit menular, seperti meningitis, HIV/AIDS, dan radang otak yang disebabkan oleh virus bisa memicu epilepsi.
- Cedera otak saat di kandungan. Bayi sangat rentan mengalami cedera otak saat di kandungan, terutama jika ibu terkena infeksi, bayi kekurangan nutrisi dan oksigen. Cedera otak saat di kandungan ini berpotensi menyebabkan epilepsi atau cerebral palsy.
Baca juga: Makanan yang Dapat Meningkatkan Perkembangan Otak Janin
Cara Mengatasi Epilepsi
Kebanyakan pengidap epilepsi bisa terbebas dari kejang dengan meminum obat antikejang, atau biasa dikenal dengan obat antiepilepsi. Pada sebagian pengidap, frekuensi dan intensitas kejang bisa dikurangi dengan meminum beberapa obat.
Menentukan jenis obat dan dosis yang tepat masing-masing pengidap membutuhkan pertimbangan yang menyeluruh dan rumit. Pada tahap diagnosis awal, dokter akan melakukan serangkaian tes dan meninjau obat-obatan yang pernah dan akan dikonsumsi. Setelah itu, dokter baru bisa menentukan jenis dan dosis obat yang tepat.
Anak dan orang dewasa pengidap epilepsi bisa berhenti mengonsumsi obat antiepilepsi berdasarkan pertimbangan dokter jika telah terbebas dari kejang dalam jangka waktu tertentu. Pada orang dewasa, umumnya dokter menganjurkan penghentian konsumsi obat setelah 2-3 tahun terbebas dari kejang.
Baca juga: Harus Tahu, Bedanya Kanker dan Tumor
Jika kejang berlangsung selama lebih dari 15 menit, segera hubungi dokter melalui aplikasi Halodoc. Selain lewat fitur Chat, kamu juga bisa mendapat bantuan pertolongan lewat Voice/Video Call. Jika sudah memiliki resep obat dari dokter, kamu juga bisa membeli obat dan vitamin lewat Halodoc, lho! Pesanan kamu akan dikirim ke tujuan dalam satu jam. Yuk, download aplikasi Halodoc di App Store dan Google Play!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan