Bahaya Cakaran Kucing yang Perlu Diwaspadai
Halodoc, Jakarta - Lucu dan menggemaskan. Ya, itulah bagaimana kebanyakan orang mendeskripsikan hewan berbulu yang jinak ini. Terlebih jika hewan ini bisa diajak bermain. Tentu akan menjadi teman terbaik untuk menghilangkan stres. Memang benar, studi menunjukkan bahwa kucing bisa menjadi pereda stres terbaik.
Hati-Hati Infeksi Bakteri
Meski begitu, terkadang sang kucing suka berlebihan ketika bermain bersama kamu. Tak jarang, hewan ini akan menggunakan cakarnya yang tajam. Mungkin, ini adalah ungkapan rasa senang karena ia suka bermain bersama kamu. Namun, kamu tentu harus hati-hati, karena cakaran kucing ternyata bisa membuat kamu terserang infeksi yang disebabkan karena bakteri Bartonella henselae.
Kucing yang telah terinfeksi bakteri ini cenderung tidak menunjukkan gejala atau tanda sakit apapun, sehingga gejalanya tidak mudah dideteksi sejak awal. Bakteri ini akan menginfeksi melalui pembuluh darah seseorang yang terkena cakaran kucing yang telah terinfeksi bakteri ini.
Tanda yang biasanya muncul pada seseorang yang telah terinfeksi adalah kulit melepuh memerah dan berkerak. Lalu, kelenjar getah bening pada bagian yang terkena cakaran akan membesar, muncul batasan tegas dan lunak ketika diraba. Kelenjar getah bening ini akan berisi nanah yang jika mengering akan mengalir menuju kulit.
Adapun gejala lain yang biasanya muncul adalah demam, sakit kepala, terjadinya gangguan penglihatan, penurunan nafsu makan, hingga terjadinya pembengkakan pada otak. Biasanya, kulit akan kembali normal pada jangka waktu antara dua hingga lima bulan setelah dilakukan pengobatan, yakni berupa pemberian antibiotik, pereda nyeri, dan pengeluaran nanah pada kelenjar getah bening dengan bantuan jarum.
Baca juga: Bolehkah Memelihara Kucing Saat Hamil? Temukan Jawabannya di Sini!
Rabies yang Juga Terjadi pada Kucing
Bahaya cakaran kucing berikutnya adalah rabies. Tidak hanya anjing, virus rabies juga ternyata bisa terbawa dan ditularkan oleh kucing. Penularan virus ini tidak murni dari cakaran sang kucing, tetapi dari air liur yang banyak dikeluarkan ketika kucing menjilati atau membersihkan kaki-kakinya. Air liur yang tertinggal di kaki kucing inilah yang menjadi pembawa virus ketika kucing mencakar.
Penyebaran dan penularan penyakit rabies begitu pesat, meski penyakit ini juga mudah ditangani. Meski begitu, pengidap harus langsung mendapatkan penanganan jika terbukti terinfeksi virus rabies, agar tidak terjadi penyebaran dan penularan ke orang lain. Jika kamu tercakar kucing yang membawa virus rabies, segera cuci bekas cakaran dengan sabun atau detergen. Kedua benda ini cukup efektif untuk mematikan virus rabies.
Kamu juga bisa membeli serum anti-rabies yang bisa dibeli di apotek terdekat atau melalui layanan Apotek Antar dari Halodoc apabila kamu tidak sempat langsung ke apotek. Namun, kamu perlu download aplikasi Halodoc terlebih dahulu untuk bisa menggunakan layanan ini. Kamu pun bisa langsung bertanya pada dokter penanganan apa yang tepat untuk menangani rabies melalui aplikasi ini, tentu saja setelah kamu membasuh tanganmu terlebih dahulu untuk menghindari penyebarannya.
Jika diperlukan, dokter biasanya akan menganjurkan pemberian suntik vaksin anti-rabies pada tubuh kamu. Meski kamu merasa tidak sedang terkena rabies, tidak ada salahnya untuk memeriksakan kesehatan dan kondisi tubuh untuk mengantisipasi penyakit ini.
Baca juga: Bukan Tokso, Pelihara Anjing Waspada Compylobacter
Jadi, meski kucing adalah hewan yang lucu dan menggemaskan, kamu tetap perlu berhati-hati dan tidak boleh menyepelekan setiap kali hewan tersebut mencakar bagian tubuh kamu. Tidak hanya bahaya cakaran kucing, kamu juga perlu hati-hati terhadap air liur dan bulu kucing yang beterbangan meski tidak terlihat mata.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan