WHO Peringatkan Keamanan Mencampur Vaksin COVID-19
“Mencampur vaksin, seperti memberikan vaksin pertama dengan AstraZeneca dan Pfizer pada vaksin kedua, kini mulai banyak dilakukan. Namun, WHO masih memperingatkan agar tetap menimbang keamanannya. Meski beberapa penelitian mengatakan hal ini aman, tetap saja kajian mendalam masih diperlukan dan lembaga kesehatan masyarakat setempat yang berhak menentukannya.”
Halodoc, Jakarta – Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Soumya Swaminathan, menyarankan agar orang tidak mencampur dan mencocokkan vaksin COVID-19 dari berbagai produsen. Ia menyebutkan bahwa ini adalah tren berbahaya karena diperlukan lebih banyak penelitian tentang keamanan dan efek sampingnya.
Soumya juga menyebutkan bahwa ini adalah hal yang berbahaya dan akan menjadi situasi kacau di negara-negara jika warga mulai memutuskan sendiri untuk mengambil dosis kedua, ketiga, dan keempat. Meski penelitian mengenai mencampur vaksin masih terus dilakukan dan ada yang menyebutkan bahwa hal ini tergolong aman, seharusnya lembaga kesehatan masyarakat yang membuat keputusan tersebut. Keputusan ini juga harus dibuat berdasarkan data yang tersedia, dan bukan atas keputusan seseorang.
Baca juga: Bagaimana Cara Mendapatkan Vaksinasi COVID-19?
Pro dan Kontra Keamanan Mencampur Vaksin
Pencampuran vaksin di sini misalnya pemberian vaksin AstraZeneca sebagai dosis pertama, diikuti dengan vaksin lain seperti Pfizer sebagai dosis kedua, dan booster dengan vaksin lain di kemudian hari. Sebetulnya sudah ada negara yang melakukan ini, seperti Korea Selatan, Kanada, dan Spanyol yang telah menyetujui pencampuran dosis AstraZeneca pada dosis pertama dan Pfizer pada dosis kedua. Hal ini dilakukan terutama karena kekhawatiran tentang pembekuan darah yang jarang dan berpotensi fatal terkait dengan vaksin AstraZeneca.
Menurut hasil awal sebuah penelitian di Spanyol, ditemukan bahwa memberikan dosis suntikan Pfizer kepada orang yang telah menerima vaksin AstraZeneca sangat aman dan efektif. Data ini sangat menjanjikan, serta menyarankan jadwal campuran dan pencocokan dapat memberikan tingkat antibodi yang lebih tinggi daripada dua dosis vaksin tunggal. Sementara regulator obat Australia, Therapeutic Goods Administration (TGA), mereka belum menyetujui mencampur vaksin COVID-19.
Mengutip CTV News Channel, dokter ICU dan profesor kedokteran di Universitas Saskatchewan, Dr. Hassan Masri, juga mempertanyakan pesan pejabat WHO itu, dengan mengatakan bahwa itu tidak mencerminkan studi yang lebih baru tentang mencampur vaksin. Menurutnya ini tidak memperhitungkan premis ilmiah historis, dan dapat menyebabkan lebih banyak keraguan terhadap vaksin.
Ia menyebutkan bahwa seharusnya tidak ada alasan ilmiah untuk memiliki masalah dengan pencampuran dan pencocokan, misalnya Moderna dan Pfizer. Ini karena mereka adalah vaksin mRNA yang hampir identik. Seharusnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa mencampur vaksin dengan jenis yang sama tidak aman. Sementara untuk jenis lainnya, barulah mungkin penelitian masih perlu dilakukan untuk memastikannya aman.
Baca juga: Vaksin Astrazeneca Bisa Turunkan Risiko Penularan COVID 19, Ini Faktanya
Tanggapan WHO Mengenai Vaksin Booster
Lebih lanjut, Soumya Swaminathan mengatakan bahwa di beberapa negara di mana pasokan vaksin melimpah, orang kini secara sukarela mulai berpikir untuk mengambil dosis tambahan. Ini adalah sesuatu yang sangat ia sayangkan jika dilihat dari perspektif pasokan vaksin global. Ia menyarankan agar orang tidak mulai menggunakan dosis untuk suntikan ketiga, karena vaksin tersebut seharusnya diprioritaskan untuk penduduk di negara berkembang yang hingga kini masih memiliki keterbatasan vaksin.
Sejauh ini juga belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa booster dibutuhkan. WHO telah melihat di beberapa negara mengenai peningkatan infeksi, tetapi tidak ada peningkatan signifikan dalam rawat inap atau kematian. Mungkin seseorang akan membutuhkan booster setelah satu atau dua tahun, tetapi pada titik ini setelah enam bulan dosis utama, sepertinya tidak ada indikasi bahwa booster menjadi kebutuhan darurat.
Ide mengenai vaksin booster ini datang setelah Pfizer memberi isyarat bahwa dosis ketiga vaksin COVID-19 mungkin bermanfaat setelah melihat indikasi penurunan kekebalan dari waktu ke waktu. Israel pun mulai membuat rencana untuk menawarkan suntikan booster kepada warga berisiko tinggi. Namun, sejauh ini departemen kesehatan di Amerika Serikat dan Kanada memperingatkan bahwa mungkin terlalu dini untuk membuat kebijakan ini.
Baca juga: Vaksin Moderna Sudah Dapat Izin BPOM dan Siap Digunakan
Itulah beberapa informasi mengenai keamanan mencampur vaksin dan pro-kontra seputar hal tersebut. Hal yang terpenting kini adalah untuk segera mendapatkan dosis vaksin di tempat yang tersedia. Namun, jika kamu tidak diizinkan vaksin karena masalah kesehatan yang mendasari, maka sebaiknya segera periksakan kondisi kesehatan dengan melakukan pemeriksaan dokter di rumah sakit terdekat. Kamu juga bisa buat janji di Halodoc supaya kunjungan ke rumah sakit menjadi lebih praktis.
Referensi:
CTV News. Diakses pada 2021. WHO Cautions Data Still Limited on Mixing COVID-19 Vaccines, but Canadian Officials Say it’s OK.
Reuters. Diakses pada 2021. WHO Warns Against People Mixing and Matching COVID Vaccines.
Reuters. Diakses pada 2021. S.Korea to Mix-and-Match COVID-19 Vaccine Doses for 760,000 People.
The Conversation. Diakses pada 2021. Can I Get Astrazeneca Now and Pfizer Later? Why Mixing and Matching Covid Vaccines Could Help Solve Many Rollout Problems.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan