Halodoc, Jakarta - Hati adalah organ yang terletak pada bagian kanan perut. Organ ini merupakan salah satu organ yang terbesar pada tubuh. Bagian ini mempunyai fungsi yang penting bagi tubuh, yaitu menyaring kotoran dan membuangnya keluar. Salah satu kandungan yang disaring dan dibuang dari tubuh adalah tembaga.

Pada seseorang yang sehat, hati akan menyaring kelebihan tembaga tersebut dan mengeluarkannya melalui urine. Namun, beberapa orang mungkin tidak dapat mengeluarkan kandungan tersebut. Gangguan ini disebut juga dengan penyakit Wilson. Hal ini dapat menimbulkan komplikasi yang parah pada tubuh. Maka dari itu, kamu harus mengetahui pengobatan penyakit Wilson yang dapat dilakukan.

Baca juga: Kenali Gangguan Hati karena Penyakit Wilson

Pengobatan Penyakit Wilson yang Umum Dilakukan

Penyakit Wilson dapat disebut juga dengan degenerasi hepatolenticular atau degenerasi lenticular progresif. Gangguan ini dapat menyebabkan kelainan genetik yang menyebabkan keracunan tembaga pada tubuh kamu. Sekitar 1 dibanding 30.000 orang akan mengalami penyakit ini di seluruh dunia.

Pada tubuh yang sehat, hati menyaring kelebihan tembaga dan akan mengeluarkannya melalui urine. Namun, seseorang yang terserang penyakit Wilson, gangguan pada hati menyebabkan kelebihan kandungan tembaga, sehingga tidak dapat dikeluarkan. Setelah itu, tembaga dapat menumpuk pada organ-organ penting dan menyebabkan komplikasi.

Penyakit ini dapat terjadi secara progresif. Jika kondisi ini tidak mendapatkan pengobatan, gangguan pada hati mungkin saja terjadi. Selain itu, kamu mungkin juga berisiko terhadap disfungsi sistem saraf pusat hingga kematian. Kamu dapat memastikan gangguan ini dengan melakukan pemeriksaan lab melalui aplikasi Halodoc. Dengan download aplikasi Halodoc, kamu dapat memesan pemeriksaan tersebut secara online.

Keberhasilan dari pengobatan penyakit ini bergantung pada waktu yang tepat dibandingkan dengan obat yang dikonsumsi. Perawatan yang dilakukan dapat terbagi menjadi tiga tahap dan harus dilakukan selama seumur hidup. Jika pengobatan dihentikan, maka tembaga akan bertumpuk kembali.

Berikut adalah pengobatan penyakit Wilson yang dapat dilakukan:

Tahap Pertama

Pada tahap pertama, pengobatan penyakit Wilson yang dapat dilakukan adalah menghilangkan kelebihan tembaga yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan terapi chelating. Obat-obatan seperti d-penicillamine dan trientine dapat diberikan. Obat tersebut akan membantu tubuh mengeluarkan tembaga berlebih dan akan dikeluarkan melalui urin oleh ginjal.

Baca juga: Hati-Hati, Penyakit Wilson Dapat Picu Gangguan Kejiwaan

Tahap Kedua

Pada tahap ini, pengobatan penyakit Wilson yang dapat dilakukan adalah mempertahankan kadar tembaga agar tetap normal. Dokter akan meresepkan zinc atau tetrathiomolybdate jika tahap pertama telah selesai. Hal ini juga dapat dilakukan juga gejala tidak timbul tapi mengalami penyakit ini.

Zinc dikonsumsi secara oral sebagai garam atau asetat untuk menjaga tubuh agar tidak menyerap tembaga dari makanan. Efek samping yang terasa adalah sedikit sakit perut. Hal ini juga dapat mencegah kondisi memburuk pada anak-anak yang mengidap kelainan pada hati. Pengobatan penyakit Wilson ini juga dapat memperlambat perkembangan gangguan ini.

Tahap Ketiga

Tahap ketiga terjadi ketika gejala dari gangguan ini membaik dan kadar tembaga menjadi normal. Meski begitu, kamu tetap harus fokus pada perawatan jangka panjang. Perawatan tersebut seperti terapi zinc dan memonitor kadar tembaga dalam tubuh secara teratur.

Baca juga: Idap Gagal Hati, Bisakah Organ Hati Tumbuh Kembali?

Saat kamu sedang mengelola kadar tembaga di dalam tubuh, beberapa makanan dengan kadar tinggi juga harus kamu hindari. Berikut adalah beberapa makanan yang harus dihindari:

• Buah yang dikeringkan;

• Jamur dan kacang-kacangan;

• Kerang;

• Cokelat;

• Vitamin.

Kamu pun harus memeriksa kandungan tembaga pada air yang kamu konsumsi di rumah. Mungkin juga terlalu banyak kandungan tembaga pada air yang kamu minum setiap hari.

Referensi:

Mayo Clinic.Diakses pada 2019.Wilson's disease

Healthline.Diakses pada 2019.Wilson's Disease