Stres Bisa Memicu Kejang Epilepsi
Halodoc, Jakarta – Epilepsi adalah kelainan saraf yang ditandai kejang berulang akibat lonjakan aktivitas listrik di otak secara mendadak. Pengidap epilepsi mengalami kejang, sensasi dan perilaku abnormal, hingga hilang kesadaran (pingsan). Kebanyakan kasus epilepsi disebabkan oleh kelainan jaringan otak, ketidakseimbangan zat kimia dalam otak, atau kombinasi keduanya. Pada kasus tertentu, epilepsi dapat dipicu stres berkepanjangan. Bagaimana bisa? Ketahui faktanya di sini.
Stres Jangka Panjang Dapat Memicu Epilepsi
Hubungan antara stres dan epilepsi disebutkan dalam jurnal Science Signalling. Dalam studi tersebut, peneliti menemukan epilepsi terjadi akibat peningkatan aktivitas di bagian otak tempat kejang berasal (korteks piriform). Bagian tersebut dianalisis untuk melihat aktivitas hormon kortikosteroid dan neurotransmitter pengatur respons perilaku tubuh terhadap stres (Corticotropin Releasing Factor/CRF). Hasilnya ditemukan bahwa CRF mengaktifkan protein G yang berfungsi mengirimkan sinyal pada protein tipe–2 (RGS2). Protein ini yang mengganggu komunikasi antar sel saraf di korteks piriform, sehingga meningkatkan risiko kejang.
Tingkat Keparahan Epilepsi Berbeda – Beda
Karakteristik kejang epilepsi bervariasi, tergantung pada bagian otak yang terganggu pertama kali dan seberapa jauh gangguan yang terjadi. Berdasarkan kondisi aktivitas otak abnormal, kejang epilepsi terbagi menjadi dua, yaitu kejang umum dan parsial. Kejang umum terjadi pada seluruh bagian otak dan menimbulkan gejala di sekujur tubuh, sedangkan kejang parsial terjadi pada sebagian otak. Tiap karakteristik menimbulkan gejala berbeda, tapi secara umum, epilepsi ditandai kebingungan sementara, kekakuan otot, tatapan kosong ke satu titik, gerakan tak terkendali pada tangan dan kaki, dan penurunan kesadaran.
Baca Juga: Penyebab Epilepsi dan Cara Mengatasinya
Risiko epilepsi meningkat akibat faktor genetik, cedera kepala, penyakit pada otak (seperti tumor dan stroke), cedera sebelum persalinan, gangguan tumbuh kembang (seperti autisme dan neurofibromatosis), mengidap penyakit menular (seperti meningitis dan HIV/AIDS), dan memiliki riwayat kejang saat kecil.
Penanganan medis secepatnya dibutuhkan jika pengidap epilepsi mengalami demam tinggi, sedang hamil, mengidap diabetes, kejang lebih dari 5 menit, kejang berkelanjutan, mengalami luka saat terjadi kejang, penurunan kesadaran, dan sulit bernapas saat kejang berhenti.
Epilepsi Tidak Dapat Disembuhkan
Segera pergi ke dokter jika mengalami kejang lebih dari satu kali. Diagnosis epilepsi dilakukan melalui pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan kondisi saraf, memantau perilaku, kemampuan motorik, dan fungsi mental. Tes neuropsikologi dilakukan untuk menilai kemampuan berpikir dan berbicara, serta mencari tahu bagian otak yang terganggu. Tes penunjang, seperti MRI, CT scan, elektroensefalogram (EEG), dan tes darah dapat dilakukan untuk penetapan diagnosis.
Pengobatan epilepsi dilakukan untuk mengendalikan kejang yang terjadi. Dokter meresepkan obat anti kejang dengan pertimbangan usia, jenis kejang, dan obat lain yang dikonsumsi. Obat diawali dengan dosis rendah, lalu dosis ditingkatkan secara perlahan. Efek samping yang terjadi akibat obat anti kejang adalah kenaikan berat badan, pusing, lemas, kepadatan tulang berkurang, daya ingat menurun, bicara tidak lancar, ruam kulit, hilangnya koordinasi gerakan, peradangan organ, dan depresi.
Baca Juga: Turunkan Risiko Epilepsi dengan Hindari 6 Hal Berikut Ini
Operasi dilakukan jika obat anti kejang belum berhasil mengendalikan kejang yang dialami. Tujuannya untuk menghilangkan bagian otak penyebab kejang. Pengobatan lainnya berupa terapi pemasangan stimulator saraf di bawah kulit daerah tulang selangka (saraf vagus) untuk mengurangi frekuensi dan intensitas kejang, deep brain stimulation, diet keto, dan pemberian aromaterapi. Jika ada pertanyaan lain seputar pengobatan epilepsi, jangan ragu bertanya pada dokter Halodoc. Kamu dapat menghubungi dokter Halodoc kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, segera download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan