Risiko Alami Depresi pada Korban Bullying

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   25 Juli 2022

“Bullying membuat korbannya menderita secara emosional dan sosial. Jika tidak ditangani, hal ini bisa menyebabkan depresi hingga kematian.”

Risiko Alami Depresi pada Korban BullyingRisiko Alami Depresi pada Korban Bullying

Halodoc, Jakarta – Belakangan, media sosial dihebohkan oleh berita meninggalnya seorang anak yang menjadi korban bullying. Diberitakan anak tersebut mengalami depresi berat hingga sakit keras. Ibu korban menjelaskan jika anaknya tidak napsu makan karena tenggorokannya sakit. Ketika dirujuk ke rumah sakit, nyawa bocah berusia 11 tahun tersebut tidak tertolong. 

Melansir dari CNN Indonesia, bocah itu dipaksa menyetubuhi seekor kucing sambil direkam oleh teman-temannya. Usai kejadian tersebut, korban menjadi murung yang mengarah ke tanda-tanda depresi. Peristiwa ini sontak membuat warganet prihatin terhadap korban sekaligus marah pada anak-anak yang melakukan perundungan. 

Alasan Depresi Bisa Menyebabkan Sakit Keras Hingga Kematian

Melansir dari Verywell Family, anak-anak yang menjadi korban bullying seringkali menderita secara emosional maupun sosial. Dampaknya, mereka merasa punya harga diri rendah akibat hal-hal buruk yang menimpanya. Korban juga cenderung mengalami berbagai macam emosi, seperti marah, tidak berdaya, frustrasi, kesepian, dan terisolasi. Ujung-ujungnya, depresi pun tak bisa dihindari.

Namun, depresi tidak disebabkan oleh penyebab tunggal. Menurut penelitian, kimia otak, hormon, genetika, pengalaman hidup, dan kesehatan fisik semuanya berperan. Jika tidak ada intervensi, anak dapat mengembangkan kondisi yang disebut learned helplessness. Keadaan ini timbul ketika korban bullying percaya bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun untuk mengubah situasi.  

Korban kemudian berhenti mencoba melawan dan siklus menuju depresi bertambah parah. Pada akhirnya, anak merasa putus asa dan berkeyakinan mereka tidak punya jalan keluar. Depresi yang berkelanjutan kemudian memicu masalah kesehatan. Misalnya, anak jadi lebih sering sakit-sakitan akibat terus-menerus merasa cemas. 

Dikutip dari Healthline, korban bullying juga dapat mengidap penyakit serius, ketidakmampuan untuk fokus hingga memiliki hubungan sosial yang buruk. Melansir dari Verywell Mind, pengidap depresi akan sulit memilih gaya hidup yang baik. Mereka mungkin tidak mampu tidur atau makan dengan baik, serta enggan berolahraga. Pada gilirannya, faktor tersebut membuat seseorang berisiko meninggal sebelum waktunya.

Menangani Anak yang Mengalami Bullying 

Dilansir dari laman Kids Health, ada beberapa hal yang perlu orang tua ketahui dalam menangani korban perundungan. Pada umumnya, anak menunjukan tanda-tanda berikut ini saat mengalami bullying:

  • Perubahan perilaku
  • Tampak cemas
  • Tidak napsu makan
  • Tidur tidak nyenyak
  • Tidak melakukan hal-hal yang biasanya mereka sukai
  • Murung atau lebih mudah marah dari biasanya
  • Menghindari situasi tertentu 

Anak-anak seringkali enggan memberi tahu orang dewasa karena merasa malu atas apa yang dialaminya. Mereka khawatir orang tua justru kecewa, kesal, marah, atau reaktif. Terkadang anak juga merasa bahwa apa yang menimpanya adalah kesalahanya sendiri. Si kecil berpikir jika ia bertindak berbeda, mungkin hal itu tidak akan terjadi. 

Mereka takut situasi malah memburuk kalau si penindas mengetahui korban telah memberitahu orang lain. Satu hal lagi yang membuat anak khawatir adalah orang tuanya tidak mempercayai perundungan yang dialaminya dan menyuruh anak untuk tidak takut.

Mau tahu lebih jauh mengenai cyberbullying? Baca selengkapnya di artikel ini: “Mengenal Cyberbullying: Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya“.

Beri pujian saat anak bisa berkata jujur tentang perundungan yang dialaminya. Kasih pengertian kalau mereka tidak sendirian. Jelaskan bahwa pelaku bullying-lah yang berperilaku buruk. Yakinkan anak bahwa ayah atau ibu akan mencari jalan keluar terbaik. 

Sebagian besar survei mengungkap kalau perilaku bullying umumnya terjadi di sekolah. Beri tahu perangkat sekolah, seperti kepala sekolah, konselor atau guru tentang situasi tersebut. Seringkali guru-guru di sekolah bisa mengambil langkah-langkah untuk mencegah masalah lebih lanjut.

Tanggapi dengan serius jika perundungan masih terus berlanjut hingga muncul ancaman kekerasan fisik. Jika guru-guru tidak membantu, orang tua bisa menghubungi otoritas hukum jika punya  kekhawatiran tentang keselamatan anak.

Punya pertanyaan lain seputar kesehatan mental anak? Hubungi psikolog melalui aplikasi Halodoc saja. Jangan tunda agar perkembangan Si Kecil tetap terpantau. Download Halodoc sekarang juga!

Referensi:
CNN Indonesia. Diakses pada 2022. Kisah Tragis Bocah Tasikmalaya Meninggal Usai Dibully Setubuhi Kucing.
Verywell Family. Diakses pada 2022. The Long-Lasting Effects of Bullying.
Verywell Mind. Diakses pada 2022. Can You Die From Depression?
Healthline. Diakses pada 2022. Anxiety, Depression, and Suicide: The Lasting Effects of Bullying.
Kids Health. Diakses pada 2022. Helping Kids Deal With Bullies.