Polusi Udara Memicu Penyakit Paru Kronis pada Karyawan
Halodoc, Jakarta - Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan gangguan kesehatan yang menyerang organ paru-paru, sehingga menurunkan kemampuan organ tersebut dalam mengingat oksigen. Ketika sudah didiagnosa mengidap penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), maka seumur hidup penyakit tidak dapat disembuhkan. Langkah penanganannya pun hanya fokus meredakan gejala yang muncul.
Oleh karena itu, mengetahui sejumlah faktor risiko penyakit paru kronis diperlukan untuk mencegah munculnya sejumlah gejala. Apa saja yang menjadi faktor risiko penyakit paru kronis? Berikut ini beberapa di antaranya.
Baca juga: Paru-Paru Bermasalah, Kapan Sebaiknya ke Dokter?
Polusi Udara Picu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Sejauh ini, faktor risiko penyakit paru kronis yang utama adalah merokok. Di samping itu, tubuh yang sering terpapar polutan atau polusi udara di dalam dan luar ruangan juga menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengidap penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Polusi dalam ruangan termasuk asap dari proses memasak. Sedangkan polusi luar ruangan, termasuk asap kendaraan bermotor, debu, asap rokok, dan lain-lain.
Namun, bukan hanya polusi udara saja yang menjadi faktor risiko penyakit paru kronis. Beberapa kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) pada seseorang:
1. Debu dan Bahan Kimia Berbahaya
Paparan jangka panjang terhadap debu, bahan kimia, serta gas industri mampu memicu iritasi, yang berujung pada peradangan saluran pernapasan dan paru-paru. Kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit paru obstruktif kronis (PPOK.) Penyakit ini berisiko dialami oleh penambang batu bara, pekerja biji-bijian, dan pembuat cetakan logam.
Baca juga: Vape Mau Dilarang, Apa Bahayanya bagi Paru-Paru?
2. Genetika
Tahukah kamu jika penyakit PPOK bisa dialami oleh orang yang tidak merokok dan terpapar polutan? Dalam kasus yang jarang terjadi, PPOK disebabkan oleh kelainan genetik, Kelainan genetik tersebut menyebabkan tubuh kekurangan alpha-1-antitripsin (AAT). Selain PPOK, kekurangan AAT juga dapat memicu penyakit paru lain, seperti bronkiektasis.
3. Kelompok Usia Tertentu
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) lebih sering dialami oleh seseorang yang berusia di atas 40 tahun, dan memiliki riwayat merokok. Risiko semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Proses penuaan memang tidak bisa dihindari. Namun, langkah pencegahan PPOK dapat dilakukan sejak dini dengan menerapkan gaya hidup sehat.
Baca juga: 3 Masalah Sistem Pernapasan Lansia yang Perlu Diwaspadai
Jika kamu memiliki faktor risiko penyakit paru kronis, penting untuk mendiskusikannya dengan dokter. Apalagi jika kamu sudah berusia di atas 40 tahun, dan memiliki riwayat merokok. Perlu diketahui jika PPOK adalah penyakit yang berkembang secara perlahan, dan tidak menunjukkan gejala yang berarti di tahap awal kemunculannya. Saat sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru, sejumlah gejala yang muncul dapat berupa:
- Batuk tidak kunjung sembuh;
- Napas tersengal-sengal;
- Berat badan menurun;
- Nyeri dada;
- Mengi;
- Pembengkakan pada tungkai dan kaki;
- Lemas.
Segera lakukan pemeriksaan setelah menemukan gejala yang telah disebutkan. Penanganan medis gawat darurat dibutuhkan jika sejumlah gejala diikuti dengan demam, jantung berdebar, bibir dan ujung jari berwarna kebiruan, tidak bisa berbicara akibat napas tersengal, juga linglung.
Referensi:
NHS UK. Diakses pada 2021. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Healthline. Diakses pada 2021. Everything You Need to Know About Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Healthline. Diakses pada 2021. Chronic Lung Disease: Causes and Risk Factors.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan