Pola Asuh Otoriter Bisa Sebabkan Depresi pada Anak, Benarkah?
Halodoc, Jakarta - Setiap orangtua memang memiliki hak dalam menentukan pola asuh yang diterapkan pada anaknya. Hal yang paling penting, ibu dan ayah telah mempertimbang masak-masak dan melihat dari berbagai aspek mengenai pola asuh yang dipilihnya. Ingat, pola asuh yang diterapkan orangtua memiliki dampak yang besar bagi perkembangan mental anak kelak.
Nah, dari beragam jenis pola asuh, pola asuh otoriter (authoritarian) adalah salah satu pola asuh yang mungkin dipilih sebagian orangtua. Pertanyaannya, apa sih dampak pola asuh otoriter? Benarkah pola asuh otoriter bisa menyebabkan depresi pada anak?
Baca juga: Pola Asuh yang Sesuai untuk Anak Remaja
Depresi hingga Bunuh Diri
Sudah tahu kan gambaran pola asuh otoriter? Singkat cerita, pola asuh jenis ini tidak memberikan ruang ‘demokrasi’ pada anak. Aturan di dalam keluarga dibuat untuk mengontrol anak. Boleh dibilang, pola asuh ini mendorong sikap kepatuhan pada anak.
Dilansir dari Journal of Prevention & Intervention in the Community, pola asuh otoriter ini memiliki berbagai dampak negatif pada perkembangan anak di masa mendatang. Sebut saja, meningkatnya risiko penggunaan narkoba, terlibat kasus perundungan, dan kenakalan-kenakalan lainnya.
Lain ceritanya dengan pola asuh otoritatif (authoritative). Menurut studi di atas, remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoritatif menunjukkan penurunan keterlibatan dalam perilaku berisiko tinggi, seperti depresi, bunuh diri, atau penyalahgunaan zat-zat terlarang.
Lantas, mengapa pola pola asuh otoriter bisa menyebabkan depresi pada anak? Faktor pemicunya amat beragam. Ingat, pola asuh ini melibatkan hukuman (bahkan hukuman fisik), memaksa anak mematuhi aturan (tanpa ruang diskusi), hingga membatasi peran dan pendapatnya dalam melakukan, memutuskan, atau memilih sesuatu (pembatasan otonomi anak).
Selain itu, pola asuh otoriter ini membuat anak cenderung berkonflik dengan pihak otoritas (orangtua). Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini juga kurang memiliki motivasi internal untuk menentukan perilaku yang tepat, merasa takut dan pencemas, dan kurang terpenuhi rasa aman serta kasih sayang yang mendasar. Nah, hal-hal tersebut yang memicu masalah mental pada anak.
Baca juga: Pola Asuh Beda dengan Pasangan, Harus Bagaimana?
Masih menurut studi di atas, yang hal bikin khawatir adalah anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter ini, dalam beberapa kasus lebih mungkin berpikir untuk bunuh diri. Misalnya membuat rencana bunuh diri atau bahkan mencoba bunuh diri.
Tuh, tidak main-main bukan dampak pola asuh otoriter pada anak?
Bukan Cuma Memicu Depresi
Menurut studi dari Dhaka University Journal of Biological Sciences, orangtua otoriter memaksakan kontrol yang tinggi dan tingkat kehangatan yang lebih rendah pada anak-anak mereka. Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter ini sering menggunakan hukuman, tapi mereka tidak mau atau tidak mampu menjelaskan alasan di balik aturan mereka.
Mereka memang memiliki kasih sayang kepada anak-anaknya, tetapi kurang memahami bagaimana tindakan mereka membentuk perkembangan anak-anaknya. Nah, dampak pola asuh otoriter bukan hanya seputar masalah mental seperti depresi saja. Berikut dampak-dampak lainnya yang bisa menghantui anak.
1.Perilaku Bullying
Pola asuh yang ‘mengurung’ kebebasan anak, ujung-ujungnya bisa membuat anak kurang memiliki motivasi internal untuk menentukan perilaku yang tepat. Ke depannya, anak merasa takut dan pencemas serta kurang terpenuhi rasa aman dan kasih sayang yang mendasar.
Baca juga: Jenis Pola Asuh Anak yang Perlu Dipertimbangkan Orangtua
Selain itu, anak yang mengalami kekerasan fisik di rumah, bisa melampiaskan kemarahannya di luar rumah. Nah, hal ini yang nantinya mampu memicu dirinya jadi pelaku bully bagi teman-temannya. Ada sebuah jurnal dari National Institutes of Health mengenai keterkaitan perundungan dengan pola asuh otoriter.
Jurnal yang berjudul “Parenting style influences bullying: A longitudinal study comparing children with and without behavioural problems” mengungkapkan, orangtua para perundung cenderung kurang hangat, dan kerap kali menggunakan strategi disiplin yang otoriter dan keras.
Menurut studi dalam jurnal tersebut, strategi pendisiplinan yang tegas dan kurangnya kehangatan dikaitkan dengan perilaku bullying pada anak-anak.
2.Menjadi Pribadi yang Agresif
Orangtua dengan pola asuh otoriter juga terbilang keras dengan alasan mendidik. Namun, sayangnya beberapa orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter terkadang menyertakan hukuman fisik sebagai ganjaran bila anak melakukan kesalahan.
Nah, efek negatif dari hukuman fisik ini yang bisa berakibat buruk pada fisik dan mental anak. Bagi mental, bisa membuat anak berperilaku agresif, tak percaya diri, dan pemalu. Agresivitas ini terbentuk dari kemarahan atau perasaan negatif yang tertumpuk.
Jadi, ketika anak sering mendapatkan hukuman fisik, maka mungkin saja ia menjadi marah dengan keadaan, lalu menyalurkannya dalam bentuk agresivitas pada orang lain.
Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada psikolog atau dokter melalui aplikasi Halodoc. Tidak perlu keluar rumah, kamu bisa menghubungi dokter ahli kapan saja dan di mana saja. Praktis, kan?