Pentingnya Terapi Kognitif Perilaku untuk Atasi OCD
Halodoc, Jakarta - Sudah tak asing kan dengan gangguan mental bernama OCD atau obsessive compulsive disorder. Seseorang yang mengidap OCD mengalami gangguan mental yang membuatnya harus melakukan suatu tindakan secara berulang-ulang. Bila mereka tak melakukan tindakan tersebut, maka dirinya akan selalu diselimuti ketakutan dan kecemasan.
OCD merupakan gangguan mental yang bisa menghantui siapa saja, tak memandang usia atau jenis kelamin. Meski begitu, umumnya kasus OCD terjadi di awal usia dewasa. Pengidap OCD sebenarnya tahu kalau pikiran dan tindakannya tersebut berlebihan. Namun, mereka merasa harus terus melakukanya dan tak bisa menghindarinya.
Pertanyaannya, bagaimana sih cara mengatasi OCD? Benarkah terapi perilaku kognitif bisa membantu untuk mengatasi OCD?
Baca juga: Tenang, Anak OCD Bisa Bersosialisasi dengan Cara Ini
Membantu Mengatur Pikiran
Pada dasarnya, pengobatan OCD tujuannya untuk mengendalikan gejala, agar mereka bisa menjalani aktivitas dengan baik. Nah, salah satu metode pengobatan OCD, yaitu terapi perilaku kognitif dan pemberian obat antidepresan. Kedua metode ini bisa dikombinasikan atau cukup diterapkan sebagai pengobatan tunggal.
Terapi perilaku kognitif dianggap sebagai bentuk terapi yang cukup efektif untuk mengatasi OCD. Terapi ini bertujuan agar pengidap OCD bisa mengatur pikirannya dan belajar jika tindakan yang dilakukannya hanya sebuah kecemasan. Menurut studi, terapi ini bisa mengurangi kecemasan pengidapnya secara bertahap, seiring jumlah terapi yang dijalankan.
Lalu, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjalani terapi ini? Umumnya terapi perilaku kognitif ringan membutuhkan total waktu 10 jam untuk sesi pertemuan dengan psikiater. Andaikan gejalanya lebih parah, maka sesi pertemuan bisa panjang.
Baca juga: Trauma Masa Kecil, Apakah Benar Menjadi Pemicu OCD?
Obsesif Bisa Muncul Tanpa Kompulsif
Obsessive compulsive disorder sebenarnya bisa memunculkan beragam gejala pada pengidapnya. Gejala OCD tentunya berkaitan dengan pikiran yang mengganggu dan timbul secara terus-menerus (obesif), dan perilaku yang dilakukan berulang-ulang (kompulsif).
Akan tetapi, dalam beberapa kasus ada pengidapnya yang hanya mengalami pikiran obsesif, tanpa disertai perilaku kompulsif. Namun, ada juga yang mengalami hal sebaliknya.
Nah, berikut beberapa gejala OCD yang bisa dialami oleh pengidapnya.
Pikiran Obsesif
- Takut melakukan sesuatu yang bisa berdampak buruk bagi diri dan orang lain. Contohnya, merasa ragu apakah sudah mematikan kompor.
- Takut kotor atau terserang penyakit. Contoh, menghindari atau tidak mau bersalaman dengan orang lain.
- Sangat menginginkan sesuatu teratur dan selaras. Misalnya, menyusun baju berdasarkan gradasi warna.
Perilaku Kompulsif
- Mencuci tangan tangan berkali-kali, bahkan sampai lecet.
- Memeriksa pintu ata kompor berkali-kali.
- Terus menyusun benda menghadap ke arah yang sama.
Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli kapan dan di mana saja tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!
Referensi:
American Psychiatric Association. Diakses pada 2020. What is Obsessive-Compulsive Disorder?
NHS UK. Diakses pada 2020. Health A-Z. Obsessive Compulsive Disorder (OCD).
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Diseases and Conditions. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD).
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan