Tidak Sama, Ini Perbedaan Tes PCR dan Swab Antigen
“Sering dikira sama, PCR dan swab antigen adalah tes yang berbeda. Namun, keduanya dapat membantu mendeteksi infeksi COVID-19.”
Halodoc, Jakarta – Perbedaan tes PCR dan swab antigen terletak pada teknik dan teknologi yang digunakan. PCR mencari keberadaan virus corona melalui RNA dan DNA, sedangkan swab antigen melalui antigen atau protein yang dikeluarkan virus corona.
PCR (polymerase chain reaction) dan swab antigen adalah dua jenis tes untuk memastikan diagnosis infeksi COVID-19. Beberapa orang mungkin masih bingung dan menganggap sama kedua tes ini.
Terlebih, PCR dan swab antigen memiliki prosedur yang serupa. Namun, keduanya berbeda, lho. Termasuk dari segi lamanya hasil tes bisa didapatkan. Ada yang cepat, dan ada yang butuh waktu 1-2 hari.
Apa Itu Tes PCR?
Tes PCR adalah salah satu pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang terduga terinfeksi COVID-19. Tes ini merupakan rekomendasi yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak pandemi melanda dunia.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi penyakit dengan cara mencari jejak materi genetik virus pada sampel yang dikumpulkan. Sampelnya yang dikumpulkan ini diambil melalui teknik usap hidung atau tenggorokan (swab).
Materi genetik yang ada di tiap sel, termasuk virus, dapat berupa deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). kedua jenis materi genetik ini dibedakan dari jumlah rantai yang ada di dalamnya. Nah, DNA merupakan materi genetik berantai ganda, sementara RNA berantai tunggal.
Menariknya, tiap DNA dan RNA makhluk hidup membawa informasi genetik akan tubuhnya. Keberadaan DNA dan RNA ini bisa dideteksi oleh teknologi PCR lewat teknik amplifikasi atau perbanyakan. Keberadaan material genetik dan suatu jenis penyakit akibat infeksi bakteri atau virus seperti COVID-19 bisa terdeteksi.
Ingat, SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 merupakan virus RNA. Oleh sebab itu, cara untuk mendeteksi virus ini diawali dengan mengubah (konversi) RNA yang ditemukan di sampel (hasil pengambilan swab lewat tenggorokan atau hidung, berupa dahak atau lendir) menjadi DNA.
Setelah diubah menjadi DNA, proses selanjutnya memperbanyak materi genetik tersebut lewat alat PCR. Andaikan mesin PCR mendeteksi adanya RNA virus corona pada sampel, maka hasilnya dinyatakan positif.
Lantas, siapa saja yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes PCR? Menurut laman Indonesia.go.id, berikut ini kelompok orang yang perlu melakukan tes PCR:
- Orang dengan kategori suspek karena ada gejala sesak napas, sakit tenggorokan, batuk, disertai demam 38 derajat Celcius.
- Memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19.
- Orang yang terkonfirmasi reaktif berdasarkan hasil rapid test.
- Orang yang bepergian keluar kota atau luar negeri pada 14 hari terakhir.
Pengambilan spesimen ini dilakukan maksimal dua hari setelah munculnya gejala seperti batuk, demam, dan sesak napas.
Apa Itu Swab Antigen?
Menurut ahli di Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tes antigen adalah immunoassay yang mendeteksi keberadaan antigen virus tertentu, yang menunjukkan infeksi virus saat ini.
Tes antigen ini kini dilakukan melalui teknik swab pada hidung atau tenggorokan, seperti halnya pengambilan sampel PCR. Masih menurut CDC, tes swab antigen ini paling efektif cepat bekerja dilakukan ketika seseorang dites pada tahap awal infeksi SARS-CoV-2. Sebab di masa ini viral load umumnya paling tinggi.
Swab antigen ini mengambil sampel antigen, yaitu protein yang dikeluarkan oleh virus seperti SARS-CoV-2. Nah, antigen ini terdeteksi ketika ada infeksi yang sedang berlangsung di tubuh seseorang. Singkat kata, tes swab antigen bisa mendeteksi keberadaan antigen virus corona pada tubuh seseorang.
Saat ini, baik rapid test antibodi atau antigen, digunakan untuk mendeteksi kasus suspek (sebelumnya disebut PDP, pasien dalam pengawasan), atau pada mereka yang memiliki gejala berat COVID-19.
Hal yang perlu ditegaskan, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia, pemeriksaan rapid test tidak digunakan untuk diagnostik. Rapid test seperti swab antigen dilakukan pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR.
Di samping itu, rapid test dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus. Contohnya seperti pada pelaku perjalanan, penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, serta pada kelompok-kelompok rentan.
Namun, seiring melandainya kasus COVID-19 di Indonesia, PCR swab antigen tidak lagi jadi syarat perjalanan. Simak selengkapnya di sini → Kabar Terbaru, PCR dan Antigen Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan
Sekali lagi, pemeriksaan rapid test antibodi atau antigen hanya merupakan skrining awal. Dengan kata lain, hasilnya harus tetap dikonfirmasi menggunakan RT-PCR.
Kenapa PCR Masih Positif Padahal Sudah Tidak Ada Gejala?
Kamu mungkin pernah mengalami hasil PCR masih positif, padahal sudah tidak mengalami gejala. Tidak perlu panik ya, karena ada penjelasan mengenai hal ini.
Tes PCR pada dasarnya dapat mendeteksi materi genetik virus corona atau SARS-CoV-2. Termasuk virus yang masih utuh atau aktif, yang sudah rusak sebagian karena perlawanan dari kekebalan tubuh, dan juga sisa virus yang sudah tidak aktif.
Jadi kemungkinan penyebab hasil PCR masih positif padahal sudah tidak bergejala adalah karena tes ini mendeteksi adanya sisa materi genetik virus. Namun, pada kondisi ini, virus tidak lagi menyebabkan gejala atau menular.
Segera hubungi dokter di Halodoc✔️ apabila mengalami gejala-gejala COVID-19 untuk mendapatkan diagnosa yang tepat dengan penanganan yang cepat dari ahlinya.
Referensi: