Mitos Tentang Gangguan Paranoid yang Harus Diluruskan
Halodoc, Jakarta - Dunia kesehatan tidak pernah lepas dari yang namanya mitos. Termasuk tentang kesehatan mental, seperti gangguan paranoid misalnya. Gangguan paranoid atau paranoid personality disorder terjadi ketika seseorang memiliki kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain secara berlebihan. Bahkan, meskipun tidak ada alasan untuk curiga sama sekali.
Gangguan paranoid dikenal dengan sebutan gangguan kepribadian eksentrik. Dalam hidupnya, pengidap gangguan paranoid selalu merasa curiga dan tidak bisa percaya pada orang lain. Namun, ada beberapa mitos yang berkembang tentang gangguan ini, yang sepertinya agak keliru sehingga perlu diluruskan.
Mitos dan Fakta tentang Gangguan Paranoid
Mitos yang beredar di masyarakat tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Oleh karena itu, sebaiknya jangan terlalu percaya dengan mitos apa pun, terutama yang menyangkut kesehatan diri, baik fisik atau mental. Kalau butuh penjelasan pasti yang terpercaya soal isu kesehatan, kamu bisa download aplikasi Halodoc untuk bertanya pada dokter, kapan dan di mana saja.
Salah satu mitos tentang gangguan paranoid yang sering terdengar adalah orang dengan gangguan ini sering mengalami halusinasi. Padahal sebenarnya, tidak. Perlu diketahui bahwa halusinasi adalah gejala dari skizofrenia, bukan gangguan paranoid. Gejala yang dimiliki pengidap gangguan paranoid biasanya adalah mudah curiga, ragu, dan tidak percaya pada komitmen orang lain.
Selain itu, ada beberapa fakta lain seputar gangguan paranoid, yang perlu diketahui, yaitu:
1.Pengidap Gangguan Paranoid Mudah Curiga
Ya, ciri utama dan khas dari gangguan paranoid adalah mudah curiga terhadap orang lain. Pengidap gangguan ini selalu merasa orang lain akan berbuat jahat atau mencelakakan mereka. Rasa curiga ini bisa berlangsung terus-menerus, tanpa alasan yang jelas.
2.Pengidap Gangguan Paranoid Sulit Beradaptasi
Beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan orang lain adalah hal yang sulit bagi pengidap gangguan paranoid. Hal ini karena mereka selalu menaruh curiga dan merasa terancam dengan hadirnya orang lain di sekitarnya. Terlebih, pengidap gangguan paranoid juga biasanya kaku, sangat sensitif, dan terlalu waspada.
3.Pengidap Gangguan Paranoid Memiliki Karakteristik Eksentrik
Menurut klasifikasi DSM-IV (Diagnosis Statistical Manual of Mental Disorder), gangguan kepribadian terbagi dalam tiga klaster, yaitu klaster A, B, dan C. Gangguan paranoid termasuk dalam klaster A, yaitu individu dengan karakteristik aneh, eksentrik, dan menyendiri.
Lebih Lanjut tentang Gangguan Paranoid
Gangguan paranoid umumnya dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja awal, dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Penyebab pasti dari gangguan kepribadian ini belum diketahui. Namun, para ahli meyakini gangguan ini terjadi akibat kombinasi faktor psikologis dan biologis.
Akibat buruk yang ditimbulkan gangguan paranoid juga sama berbahayanya seperti gangguan kepribadian lainnya. Pengidapnya cenderung hipersensitif, mudah curiga, sulit memaafkan orang lain, menyimpan dendam, sulit menerima kritik, dan terlalu keras kepala. Hal ini dapat membuat kualitas hubungan sosial pengidap gangguan paranoid menurun.
Mereka akan selalu meragukan komitmen dan sulit percaya dengan orang lain. Menurut mereka, semua orang berusaha menipu atau membohongi mereka. Di sisi lain, mereka juga tidak punya orang yang bisa dipercaya untuk curhat atau berkeluh kesah. Akibatnya, mereka jadi lebih sensitif lagi, stres, dan selalu tegang karena pikirannya tidak bisa rileks.
Referensi:
Cleveland Clinic. Diakses pada 2020. Paranoid Personality Disorder.
WebMD. Diakses pada 2020. Paranoid Personality Disorder.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan