Mitos dan Fakta Mengenai Vaksin Virus Herpes
Halodoc, Jakarta - Penelitian vaksin virus herpes yang berguna untuk melindungi mulut dan kelamin sudah sejak lama dilakukan. Meski berhasil dilakukan pada tikus, hingga kini sebagian besar uji coba yang dilakukan pada manusia tidak berhasil. Kini para ilmuwan mengembangkan vaksin menggunakan pendekatan yang lebih baru, termasuk pengeditan genetik. Hal tersebut sudah menampakkan titik terang bagi dunia vaksin virus herpes yang telah lama dinantikan. Yuk, kenali mitos dan fakta seputar virus herpes yang beredar.
Baca juga: Bolehkah Ibu Pengidap Herpes Menyusui?
Mitos #1: Dapat mengatasi virus herpes simpleks (HSV)
Faktanya, secara teknis memang beberapa vaksin herpes sudah beredar di pasaran. Meski ampuh dalam melindungi tubuh dari beberapa virus dalam keluarga herpes, tetapi vaksin tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari virus herpes simpleks (HSV), yang menyebabkan herpes genital atau oral. Dua vaksin herpes yang sudah beredar, yaitu vaksin cacar air, atau vaksin virus varicella-zoster (VZV) dan vaksin herpes zoster.
Dua vaksin tersebut sebelumnya telah diusulkan untuk melindungi seseorang dari herpes mulut dan genital. Salah satu vaksin bertujuan untuk mencegah virus agar tidak menginfeksi orang yang belum pernah mengidapnya, sedangkan jenis lainnya bertujuan untuk melindungi orang yang sudah terjangkit herpes akibat wabah.
Mitos #2: Virus herpes simpleks (HSV) mudah dikendalikan oleh vaksin
Faktanya, virus herpes simpleks terbukti sulit dikendalikan dengan vaksin. Secara teori, vaksin dapat bekerja untuk mencegah wabah herpes. Terlepas dari itu, kekebalan masing-masing tubuhlah yang menentukan dan mengendalikan virus. Bagi pengidap dengan sistem kekebalan tubuh yang kuat, virus tidak akan menunjukkan gejala, pun sebaliknya.
Baca juga: Inilah Pemeriksaan Fisik untuk Mendiagnosis Herpes
Mitos #3: Vaksin virus herpes sudah berhasil dikembangkan
Seperti pada penjelasan sebelumnya, vaksin berhasil dilakukan pada tikus percobaan, tetapi tidak pada manusia. Dengan kata lain, tidak ada percobaan pada manusia yang menunjukkan kemanjuran cukup tinggi untuk bisa mendistribusikan vaksin herpes ke pasaran. Berikut ini beberapa hal yang membuat vaksin virus herpes sulit untuk dipelajari:
- Populasi penelitian terbatas: peneliti perlu menguji banyak pengidap untuk melihat apakah vaksin berfungsi dalam tubuh mereka. Sejauh ini, orang-orang tersebut sulit ditemukan.
- Infeksi tanpa gejala: banyak orang yang terinfeksi, tetapi tidak menampakkan gejala herpes.
- Penumpahan virus: ilmuwan harus menguji bagaimana vaksin memengaruhi jumlah virus yang dilepaskan untuk menentukan efektivitas.
Baca juga: Penjelasan Jenis-Jenis Herpes yang Rentan Dialami Wanita
Meski banyak pengidap terinfeksi dan tidak menunjukkan gejala, tetapi herpes dapat berdampak signifikan pada kehidupan masyarakat. Hal tersebut berlaku bagi mereka yang terinfeksi saat masa kehamilan, atau tinggal di daerah dengan kasus HIV yang tinggi. Hal tersebut yang membuat penelitian vaksin herpes sangat penting terus dilakukan.
Dari pada harus mengobati, sebaiknya cegah sedari dini dengan melakukan hubungan intim menggunakan pengaman, jangan berganti-ganti pasangan seksual, serta membersihkan diri sebelum dan sesudah melakukan hubungan. Jika ada yang ingin ditanyakan seputar herpes, kamu bisa mendiskusikannya langsung dengan dokter di aplikasi Halodoc, ya.
Referensi:
Very Well Health. Diakses pada 2021. Progress in Developing a Herpes Vaccine.
Medical Xpress. Diakses pada 2021. Are we getting closer to a herpes vaccine?
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan