Mengenal Kemampuan Regulasi Diri pada Anak
Halodoc, Jakarta – Berbeda dengan hari Sabtu dan Minggu yang selalu ditunggu, kebanyakan orang justru berharap hari Senin tidak datang cepat. Mungkin, ini alasan muncul istilah “I hate Monday” menjelang pergantian hari. Bukan karena banyak hal buruk yang terjadi pada hari Senin, sebagian orang hanya belum siap menghadapi hari sekolah atau bekerja setelah sebelumnya bersantai di rumah.
Ketidaksiapan menghadapi hari Senin juga dialami anak-anak. Sebagian dari mereka berpura-pura sakit agar tidak bersekolah. Kondisi ini berbeda dengan orang dewasa yang tetap berangkat kerja meski setengah hati. Alasannya karena kemampuan regulasi diri anak belum sekuat orang dewasa.
Apa itu Regulasi Diri?
Regulasi diri adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri, termasuk emosi dan perilaku. Kemampuan ini membuat seseorang mampu melakukan sesuatu yang terkadang berlawanan dengan apa yang dirasakan. Orang dewasa sudah memiliki kemampuan regulasi diri yang baik, sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan situasi apapun. Sedangkan pada kasus anak yang tidak mau sekolah, ia harus dirayu atau diingatkan mengenai serunya main bersama teman di sekolah agar berubah pikiran.
Bisakah Regulasi Diri Dilatih?
Regulasi diri adalah ketrampilan sehingga bisa dipelajari atau diajarkan. Albert Bandura, psikolog asal Kanada yang meneliti tentang hal ini mendefinisikan regulasi diri sebagai proses aktif dan terus-menerus dilakukan dalam kehidupan. Kemampuan ini memengaruhi pikiran, perasaan, motivasi, dan tindakan seseorang.
Kapan Regulasi Diri Bisa Ditanamkan pada Anak?
Sejak anak mulai belajar tentang konsep sebab akibat dari perilakunya. Contohnya, saat anak tahu bahwa jika ia menjatuhkan mainan, ada orang yang langsung mengambilkan untuknya. Atau saat anak belajar bahwa jika ia menangis, ada yang menggendong untuk membuatnya nyaman. Di sinilah anak belajar aksi-reaksi yang merupakan tahap awal pembelajaran regulasi diri.
Bagaimana Cara Menumbuhkan Regulasi Diri pada Anak?
Latihan terbaik adalah menunjukkan bahwa anak memiliki kendali terhadap banyak hal dalam hidupnya. Kecenderungan pola asuh sekarang adalah droning, anak tidak diberikan kesempatan untuk memegang kendali sehingga tanpa sadar, pola asuh ini memengaruhi kemampuan regulasi diri anak. Sebaiknya ajak anak terlibat dalam kegiatan harian.
Misalnya libatkan anak saat memilih restoran untuk makan bersama di akhir pekan. Ajak diskusi mengapa restoran tersebut dipilih, apakah karena makanannya enak, karena ada taman bermain, atau harganya terjangkau? Setelah makan, lakukan kegiatan refleksi. Apakah benar enak? Hal apa yang paling menyenangkan saat makan? Makanan apa yang paling ia suka? Cara lain adalah membiarkan anak memilih sendiri baju yang ingin dikenakan, mulai dari baju, sepatu, celana, dan aksesori lainnya.
Apa yang Terjadi saat Anak Tidak Memiliki Regulasi Diri?
Anak sulit menjadi mandiri. Bukan hanya membawa keperluannya sendiri, tapi juga dalam menilai situasi, memilih dengan pertimbangan, mengambil keputusan yang tepat, hingga bertanggung jawab atas keputusan yang diambil.
Bagaimana Mengembangkan Regulasi Diri pada Anak Difabel?
Tidak ada yang berbeda, kecuali waktu yang dibutuhkan untuk belajar. Anak difabel cenderung membutuhkan waktu lebih untuk bisa mempelajari dan memahami konsep regulasi diri. Perlu disepakati tingkat kemandirian yang ingin dicapai selama proses pembelajaran hingga akhirnya, anak difabel bisa memiliki regulasi diri yang baik.
Jika ibu punya pertanyaan lain seputar kemampuan regulasi diri pada anak, jangan ragu bertanya pada dokter Halodoc. Ibu bisa menghubungi dokter Halodoc kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, segera download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!
*artikel ini pernah tayang di SKATA