Mengenal Sindrom Down Lebih Dalam
Halodoc, Jakarta – Sindrom down adalah gangguan genetika yang menyebabkan gangguan belajar dan ciri fisik tertentu. Meskipun tidak dapat disembuhkan, jika diberikan dukungan dan perhatian yang maksimal, anak dengan sindrom down bisa tumbuh dengan bahagia dan produktif bagi lingkungan. Lantas, apa gejala dan penyebab sindrom down? Agar lebih mengenal sindrom down, simak penjelasannya di sini, yuk!
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa angka kejadian sindrom down adalah 1 dari 1.000 kelahiran hidup. Itu berarti setiap tahunnya, diperkirakan ada 3.000 hingga 5.000 bayi yang lahir dengan sindrom down. Bahkan, WHO memperkirakan jika ada 8 juta pengidap sindrom down di seluruh dunia.
Bagaimana dengan kasus sindrom down di Indonesia? Menurut data dari jurnal pediatri tahun 2016 juga menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 300 ribu kasus sindrom down di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI juga menunjukkan bahwa prevalensi sindrom down di Indonesia meningkat dari tahun 2010 (0,12 persen) ke 2013 (0,13 persen).
Gejala Sindrom Down
Anak dengan sindrom down umumnya memiliki ciri fisik yang mirip tapi tidak sama persis. Ini karena gejala yang dimiliki juga bergantung pada faktor keturunan dari orangtua dan keluarga masing-masing. Secara umum, anak dengan sindrom down memiliki ciri seperti berikut:
- Fitur wajah datar.
- Kepala berukuran kecil.
- Leher pendek.
- Mulut kecil dan lidah yang terjulur.
- Mata miring ke atas dan ke luar.
- Tangan lebar dengan ukuran jari yang pendek.
- Terdapat celah antara jari kaki pertama dan kedua.
- Berat dan tinggi badan rendah dibanding rata-rata.
Penyebab Sindrom Down
Normalnya, tubuh memiliki 46 kromosom yang masing-masing 23 kromoson berasal dari ayah dan ibu. Namun, pada anak dengan sindrom down, mereka memiliki 47 kromosom karena pembagian yang tidak biasa pada kromosom ke-21. Tambahan pada kromosom ke-21 inilah yang menyebabkan gangguan jiwa dan fisik pada anak dengan sindrom down. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko memiliki bayi dengan sindrom down adalah:
- Kehamilan di usia tua, yakni di usia 35 tahun ke atas.
- Bayi sebelumnya lahir dengan sindrom down.
- Faktor kerturunan, yakni ada anggota keluarga dengan sindrom down.
Diagnosa Sindrom Down
Diagnosa sindrom down bisa dilakukan sebelum dan setelah kelahiran. Pemeriksaan sebelum kelahiran bisa melalui prosedur amniocentesis, cordocentesis atau penyampelan vilus korionik. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menunjukkan adanya risiko sindrom down pada janin. Sedangkan pemeriksaan setelah kelahiran bisa dilakukan dengan mengambil dan menganalisis sampel darah untuk melihat adanya kromosom ke-21 penyebab sindrom down pada anak.
Komplikasi Sindrom Down
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada anak dengan sindrom down adalah masalah pencernaan, obesitas, demensia, kelainan jantung, gangguan tidur, gangguan kelenjar tiroid, menopause dini, kejang, infeksi telinga, gangguan pendengaran, gangguan kulit seperti psoriasis, gangguan tulang, dan gangguan penglihatan.
Anak dengan sindrom down memerlukan bantuan dari dokter dan kelompok dukungan agar Si Kecil mendapatkan perawatan medis dan pengembangan keterampilan sosial yang penting. Nah, jika kamu punya pertanyaan lain tentang sindrom down, kamu bisa bertanya ke dokter melalui aplikasi Halodoc. Kamu bisa memanfaatkan fitur Contact Doctor untuk bisa bertanya pada dokter Halodoc kapan saja dan dimana saja melalui Chat, Voice Call, dan Video Call. Jadi, ayo download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan