Mengapa Intoleransi Makanan Bisa Terjadi?
Halodoc, Jakarta – Intoleransi makanan merupakan kondisi saat tubuh sulit mencerna zat dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. Perlu diketahui bahwa kondisi intoleransi makanan berbeda dengan alergi makanan. Alergi makanan memicu sistem kekebalan tubuh, sedangkan intoleransi makanan tidak.
Gejala intoleransi makanan cenderung terbatas pada sistem pencernaan, sedangkan gejala alergi dapat melibatkan seluruh tubuh. Berikut gejala intoleransi makanan yang perlu kamu ketahui.
Baca Juga: Inilah 5 Makanan yang Paling Sering Sebabkan Alergi pada Anak
Gejala Intoleransi Makanan
Seringkali, intoleransi makanan terjadi karena seseorang memiliki hipersensitivitas terhadap produk, seperti susu, gluten, kacang-kacangan, dan lain-lain. Namun, laktosa pada susu merupakan penyebab intoleransi makanan paling umum di Asia. Gejala pengidap intoleransi makanan mungkin sulit ditentukan, karena biasanya tumpang tindih dengan gejala alergi makanan.
Meski begitu, tetap ada hal yang membedakan gejala intoleransi makanan dengan alergi makanan. Misalnya, seseorang yang memiliki alergi kacang akan menimbulkan gejala meski hanya jumlah kecil yang dikonsumsinya. Sedangkan pada kasus intoleransi makanan, sejumlah kecil kacang mungkin tidak begitu berpengaruh.
Onset biasanya terjadi beberapa jam setelah menelan makanan dan dapat bertahan selama beberapa jam atau hari. Dalam beberapa kasus, gejalanya mungkin membutuhkan waktu 48 jam untuk muncul. Berikut ini gejala intoleransi makanan yang paling umum:
-
Kembung
-
Sakit kepala
-
Batuk
-
Hidung meler
-
Sakit perut
-
Diare
-
Kulit kemerahan dan gatal (utrikaria)
Lantas, Mengapa Intoleransi Makanan Bisa Terjadi?
Ada beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya intoleransi makanan. Faktor-faktor ini umumnya berupa suatu zat yang ada dalam makanan atau kondisi medis tertentu. Namun, masih banyak faktor lain yang bisa memicu kondisi ini. Berikut ini penyebab umum dari intoleransi makanan yang perlu diketahui.
1. Kekurangan Enzim
Sebagian besar kasus intoleransi makanan terjadi karena tubuh kekurangan enzim. Padahal, enzim menjadi zat yang paling dibutuhkan untuk mencerna makanan. Itu sebabnya, hilang atau kurangnya beberapa enzim bisa mengganggu proses pencernaan makanan. Sebagai contoh, seseorang dengan intoleransi laktosa tidak memiliki atau kekurangan enzim laktase untuk mencerna laktosa.
Laktase merupakan suatu enzim yang memecah gula susu (laktosa) menjadi molekul-molekul yang lebih kecil agar tubuh mudah menyerapnya melalui usus. Jika laktosa tetap berada di saluran pencernaan, kondisi tersebut bisa menimbulkan spasme atau keram usus, sakit perut, kembung, diare, dan gas.
Nah, pengidap alergi susu ternyata memiliki gejala yang mirip dengan pengidap intoleransi laktosa. Itulah mengapa, gejala alergi dan intoleransi makanan sering tumpang tindih. Bahkan, sebagian besar kasus pengidap intoleransi laktosa salah didiagnosis sebagai alergi.
Baca Juga: Alergi Juga Bisa Diturunkan dari Orang Tua
2. Kandungan Histamin dalam Makanan
Histamin adalah zat yang dikeluarkan oleh sel-sel pertahanan tubuh ketika mengalami alergi. Namun, histamin ternyata dapat terbentuk alami pada makanan. Ikan dan beberapa jenis makanan yang tidak disimpan dengan benar dapat menimbulkan histamin karena proses pembusukan. Gejala intoleransi makanan yang disebabkan oleh histamin terkadang mirip dengan anafilaksis.
3. Kandungan Salisilat dalam Makanan
Salisilat adalah turunan dari asam salisilat yang umumnya muncul secara alamiah pada tanaman sebagai mekanisme pertahanan melawan bakteri, jamur, serangga, dan penyakit yang berbahaya. Bahan kimia tersebut ditemukan di banyak makanan, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, rempah-rempah, herbal, teh, dan zat tambahan rasa.
Penyedap rasa mint, saus tomat, buah beri, dan buah jeruk memiliki kadar salisilat yang cukup tinggi. Sebagian besar orang tidak mengalami efek samping saat memakannya. Namun, pada beberapa orang, jika mengonsumsi zat tersebut dalam jumlah besar dapat mengalami gejala-gejala intoleransi makanan.
4. Bahan Kimia yang Terkandung dalam Makanan
Bahan kimia tertentu yang ada pada makanan dan minuman dapat menyebabkan intoleransi, yakni amina yang terkandung dalam beberapa jenis keju, kafein dalam kopi, teh, dan cokelat. Beberapa orang lebih sensitif terhadap bahan kimia ini ketimbang orang lain yang menyebabkannya rentan mengalami intoleransi makanan.
5. Keracunan Makanan
Bahan kimia alami yang ada dalam beberapa makanan ternyata efek toksik pada manusia yang bisa memicu keracunan makanan. Pada umumnya, keracunan makanan menyebabkan kondisi diare, mual, dan muntah. Salah satu racun yang terdapat dalam makanan adalah aflatoksin. Aflatoksin merupakan zat racun yang diproduksi oleh jenis jamur tertentu, yaitu Aspergillus flavus, yang ditemukan secara alami di alam.
Tanaman pangan dapat terkontaminasi racun yang dihasilkan jamur tersebut saat sebelum dan sesudah panen (dalam masa penyimpanan). Bahan makanan yang sering terkontaminasi adalah kacang tanah, singkong, rempah-rempah, seperti jahe dan kunyit. Bahan makan tersebut apabila dimasak kurang matang, maka mengandung aflatoksin yang menimbulkan efek toksik pada manusia yang bisa memicu keracunan.
Pada umumnya, keracunan makanan menyebabkan kondisi diare, mual, dan muntah. Bahan makanan tersebut bila dimasak sepenuhnya kandungan toksin akan hilang, termasuk tanah. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa seseorang bereaksi setelah satu kali makan kacang tanah, tapi pada kesempatan lain tidak ada gejala.
Baca Juga: Jangan Diabaikan, Alergi Kacang Bisa Berakibat Fatal?
Kalau kamu punya keluhan kesehatan di atas, jangan ragu untuk bertanya ke dokter Halodoc untuk berdiskusi seputar intoleransi makanan. Klik fitur Talk to A Doctor yang ada di aplikasi Halodoc biar lebih praktis menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, segera download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!