Kenapa Pengidap Stroke Bertingkah seperti Anak Kecil?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   04 Mei 2021
Kenapa Pengidap Stroke Bertingkah seperti Anak Kecil?Kenapa Pengidap Stroke Bertingkah seperti Anak Kecil?

Halodoc, Jakarta – Stroke adalah gangguan yang terjadi di otak akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan sehingga pasokan darah berkurang. Hal ini menyebabkan otak tidak dapat berfungsi dengan baik bahkan mati jika terus dibiarkan. Gangguan ini umumnya terjadi pada seseorang yang lebih tua, meski tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang yang masih muda.

Selain itu, ada banyak dampak buruk yang dapat terjadi saat atau setelah seseorang mengalami penyakit stroke. Beberapa orang mengeluhkan jika pengidap gangguan ini bertingkah layaknya anak kecil. Apa alasannya hal ini dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada seseorang dengan gangguan di otak tersebut? Berikut ulasannya!

Baca juga: Apa Saja Penyebab Stroke? Ini 8 Jawabannya

Alasan Pengidap Stroke Mengalami Perubahan Emosi dan Kepribadian

Menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh Stroke Foundation, orang bisa mengalami perubahan emosi dan kepribadian setelah terkena serangan stroke. Perubahan emosional dan kepribadian ini cenderung mengarah ke perilaku anak-anak yang tidak sesuai dengan usianya. 

Perubahan perilaku pengidap stroke ini erat kaitannya dengan dampak neurologis dan kerusakan otak akibat serangan stroke. Perilaku seperti anak kecil yang ditunjukkan oleh pengidap stroke, termasuk ledakan emosi, impulsif, dan hambatan interaksi sosial. Namun, kenapa hal tersebut dapat terjadi? Berikut ini beberapa alasannya:

1. Bentuk Coping Sistem 

Stroke adalah pengalaman traumatis di mana setiap orang akan memiliki pengalaman dan dampak yang berbeda. Menurut penelitian kesehatan yang dilakukan oleh Flin Rehab, hampir sepertiga pengidap stroke mengalami beberapa masalah emosional setelah stroke. 

Perilaku seperti anak kecil digunakan sebagai bentuk mekanisme coping. Beberapa pasien akan bertindak seperti anak-anak, untuk membantu mereka mengelola stres yang terkait dengan kehidupan setelah serangan stroke.

Tingkah laku seperti anak kecil sering kali merupakan seruan minta tolong atau cari perhatian. Ini terutama terjadi pada pengidap stroke yang kemandiriannya terbatas. Selain sebagai manajemen coping, kerusakan yang terjadi pada area lobe frontal menjadi penyebab pasien stroke berperilaku impulsif. 

Lobe frontal adalah bagian pada otak yang bertanggung jawab mengendalikan gerakan, ucapan, perilaku, memori, emosi, kepribadian, dan fungsi intelektual, seperti proses berpikir, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan. Stroke di area otak ini dapat menyebabkan perilaku, contohnya anak kecil karena emosi yang tidak stabil dan kehilangan pertimbangan dalam melakukan sesuatu.

2. Kondisi Demensia Vaskular

Demensia vaskular merupakan akibat dari serangkaian stroke atau faktor lain yang mengurangi aliran darah ke otak. Orang yang mengalami stroke tidak lantas mengalami demensia, tetapi lebih pada kebingungan, tidak bisa mengembalikan keputusan dengan baik, murung, serta perubahan perilaku lain.

Kemudian, ada kecenderungan di mana pengidap stroke melimpahkan kefrustasiannya pada orang terdekatnya, terutama anggota keluarganya. Makanya, tidak jarang pengidapnya bertingkah marah-marah, menolak makan, dan terkadang terlalu manja, ketika berada di dekat anggota keluarganya.

Sejatinya perilaku seperti anak kecil yang dialami oleh orang yang terkena serangan stroke ini bisa menjadi permanen, tetapi bisa juga tidak. Tergantung pada tingkat keparahan kerusakan otak dan bagaimana manajemen perawatan setelah stroke. 

Perlu diingat, perubahan sikap maupun perilaku serta emosional pengidap stroke adalah sesuatu yang normal. Diperlukan ketabahan dari keluarga ataupun pengasuh untuk menghadapi anggota keluarga yang terkena stroke. 

Baca juga: Sering Nonton Sambil Tiduran Bisa Picu Stroke, Benarkah?

Dukungan Emosional untuk Pengidap dan Keluarga

Tentu ini tidak mudah, tetapi perlu komitmen dan manajemen psikologis, keikutsertaan dalam aktivitas yang menyenangkan untuk bisa menghadapi anggota keluarga yang terkena serangan stroke. Olahraga adalah cara yang efektif untuk mengatur dan meningkatkan suasana hati. Tidak hanya itu, olahraga dapat melatih lobus frontal, sehingga bekerja lebih baik, memperbaiki emosi, serta melepaskan neurotropik dan neurokimia yang membantu perbaikan sel.

Pastinya olahraga pascastroke adalah tantangan tersendiri. Karena itu, perlu kerja sama dengan terapis fisik untuk memberikan panduan jenis latihan yang bisa secara rutin diterapkan keluarga. Mulai dari latihan aerobik sampai sesederhana menggerakkan beberapa bagian tubuh untuk meningkatkan detak jantung dan mengembalikan fungsinya.

Aktivitas positif ini tidak hanya baik untuk pasien stroke, tetapi juga pengasuh dan anggota keluarga. Bila diperlukan, ada baiknya keluarga bergabung dengan komunitas yang bisa memberikan penguatan secara mental, untuk berbagi dan bercerita mengenai proses merawat pengidap stroke. 

Buat kamu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami serangan stroke, jangan menyerah dan tetaplah mendampinginya. Jika kamu butuh dukungan ataupun tempat untuk bercerita, cobalah untuk meminta orang terdekat tetap di sisi kamu apa pun yang terjadi. Ingatlah jika orangtua kamu adalah seseorang yang sangat berjasa pada kamu, jadi lakukanlah dengan sepenuh hati.

Baca juga: Bisakah Orang dengan Stroke Sembuh Total?

Selain itu, kamu juga dapat berinteraksi dengan dokter atau psikolog yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untuk kamu dalam penanganan penyakit stroke. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat kapan dan di mana saja. Unduh Halodoc sekarang juga!

Referensi:
Stroke Foundation.org. Diakses pada 2021. Emotional and personality changes after stroke fact sheet.
Flint Rehab. Diakses pada 2021. Understanding Childlike Behaviour After Stroke and How to Manage It.