Kenali Perbedaan Antara Dispepsia dan GERD
Halodoc, Jakarta - Dispepsia dan GERD sering dianggap sebagai penyakit yang sama, karena keduanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri di dada. Rasa nyerinya sendiri muncul akibat mengonsumsi makanan atau minuman tertentu. Perbedaan pertama keduanya terletak pada definisi penyakit. Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman di perut bagian atas atau dada setelah mengonsumsi makanan atau minuman tertentu.
Sedangkan GERD, merupakan kondisi naiknya asam lambung menuju esofagus yang menyebabkan nyeri ulu hati atau sensasi terbakar di dada. Sekilas memang terlihat mirip, bukan? Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan antara dispepsia dan GERD, yuk, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Baca juga: Ini Penyebab Asam Lambung Pengidap GERD Naik
Perbedaan Penyebab antara Dispepsia dan GERD
Hal yang menjadi penyebab dispepsia adalah, gaya hidup kurang sehat, infeksi bakteri, kondisi pencernaan, atau kelebihan asam lambung. Sedangkan penyebab GERD, terjadi akibat tidak berfungsinya lower esophageal sphincter (LES) alias lingkaran otot pada bagian bawah dari esofagus. Seharusnya LES otomatis terbuka ketika makanan atau minuman turun ke lambung, kemudian menutup untuk mencegah asam dan makanan di lambung tidak naik kembali ke esofagus.
Kerusakan LES diduga terjadi akibat faktor keturunan, stres, efek samping konsumsi obat, kelebihan berat badan (overweight atau obesitas), hiatus hernia, keadaan hamil, gastroparesis, dan konsumsi makanan berlemak tinggi.
Baca juga: Mengenal GERD Anxiety yang Rentan Dialami di Usia Muda
Perbedaan Gejala antara Dispepsia dan GERD
Gejala dispepsia meliputi nyeri perut, mual, muntah, rasa tidak nyaman setelah makan, perut kembung, nafsu makan hilang, nyeri di perut atau dada, serta terasa ada makanan yang kembali ke kerongkongan. Sedangkan gejala GERD, ditandai dengan nyeri di ulu hati, berupa sensasi terbakar yang disertai sulit menelan, mual, atau rasa pahit di lidah.
Perbedaan Diagnosis antara Dispepsia dan GERD
Dispepsia dan GERD bisa dideteksi dengan endoskopi, yakni sebuah tabung fleksibel panjang dengan lampu dan kamera pada bagian ujungnya. Alat ini dimasukkan melalui mulut untuk melihat penyebab naiknya asam lambung dan mendeteksi keberadaan luka di dinding esofagus. Pada kasus dispepsia, pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menetapkan diagnosis, berupa tes darah, tes infeksi H. pylori, tes fungsi hati, tes pemindaian, dan USG perut.
Perlu diketahui bahwa dispepsia merupakan sebuah sindrom dan diagnosis klinik tanpa endoskopi bisa ditegakkan, hal ini berbeda dengan GERD yang mengharuskan diagnosis dengan endoskopi.
Baca juga: 4 Penanganan untuk Bantu Meredakan GERD
Pengobatan Dispepsia dan GERD
Pengobatan dispepsia dan GERD hampir mirip. Namun umumnya, pengobatan dispepsia tergantung pada tingkat keparahannya. Gejala ringan bisa diatasi dengan perubahan gaya hidup, seperti menghindari konsumsi makanan berlemak dan pedas, tidur cukup, rutin berolahraga, serta kurangi konsumsi alkohol dan kafein harian. Pada kasus berat, dispepsia diatasi dengan konsumsi obat-obatan. Misalnya, obat golongan antasida, antagonis reseptor H-2, proton pump inhibitor (PPI), dan antibiotik.
Sedangkan pada kasus GERD, pengobatan diawali dengan mengganti menu makan alias beralih ke makanan rendah lemak, tidak terlalu asin, dan tidak terlalu pedas. Perubahan menu makanan perlu disertai perubahan gaya hidup yang lebih sehat, misalnya tidur cukup, kelola stres, rutin berolahraga, dan berhenti merokok. Bila kondisi tidak membaik, pengidap GERD dianjurkan konsumsi obat untuk meredakan gejala.
Itulah perbedaan dispepsia dan GERD. Untuk lebih jelasnya mengenai sejumlah perbedaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kamu bisa bertanya langsung dengan dokter di aplikasi Halodoc, ya.