Kenali Gejala dan Faktor Risiko ADHD
Halodoc, Jakarta – Attention-deficit hyperactivity disorder atau dikenal dengan ADHD, adalah gangguan perkembangan yang ditandai perilaku impulsif, hiperaktif, dan sulit memusatkan perhatian. Penyakit ADHD umumnya didiagnosis pada masa kanak - kanak dan dapat berlanjut hingga usia remaja maupun dewasa. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus orang tua karena pengidap ADHD rentan mengalami belajar, cedera akibat perilaku hiperaktif, dan sulit berinteraksi dengan orang lain.
Baca Juga: Fakta Soal Anak ADHD yang Harus Orang Tua Tahu
Kenali Gejala ADHD pada Anak dan Orang Dewasa
Penyakit ADHD lebih sering terjadi pada anak laki - laki dibandingkan anak perempuan. Diagnosis dapat dilakukan sejak dini, sebab kebanyakan kasus ADHD ditemukan pada usia 6 - 12 tahun. Semakin dini diagnosis ditetapkan, semakin mudah para orang tua membantu tumbuh kembang anak pengidap ADHD. Gejala yang muncul berbeda-beda, tergantung pada usia pengidap ADHD.
Bayi pengidap ADHD biasanya sensitif terhadap suara dan cahaya, sering menangis, suka menjerit, sulit tidur, sulit konsumsi ASI, dan tidak senang saat digendong. Pada anak yang lebih besar, gejala ADHD berupa sulit fokus (mudah terdistraksi), tidak mendengarkan saat orang lain berbicara, sulit mengikuti petunjung (termasuk menyelesaikan tugas sekolah), tidak dapat duduk dalam waktu lama (terlihat gelisah dan sering menghentakkan tangan atau kaki), sering mengganggu orang lain, berbicara terus - menerus, dan ceroboh.
ADHD pada orang dewasa ditandai dengan kecemasan, rendahnya kepercayaan diri, pelupa, perubahan suasana hati yang ekstrem, depresi, sulit menahan amarah, mudah bosan, sulit berkonsentrasi (terutama saat membaca). Akibatnya, pengidap ADHD rentan mengalami masalah dalam keluarga, pekerjaan, dan hubungan percintaan. Risiko ADHD meningkat akibat faktor genetik, faktor lingkungan (terutama paparan timah), kebiasaan merokok dan minum alkohol saat hamil, cedera otak, melahirkan secara prematur, dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Gejala ADHD Diatasi dengan Konsumsi Obat dan Terapi
Tidak semua anak yang sulit berkonsentrasi dan hiperaktif mengidap ADHD. Seiring tumbuh kembangnya, anak - anak sangat aktif dan ingin mencoba banyak hal. Maka itu, diagnosis ADHD dilakukan jika gejala berlangsung lebih dari enam bulan dan muncul pada situasi yang berbeda - beda. Dokter biasanya mendiagnosis ADHD berdasarkan pedoman dari Diagnostic and Statistical Manual. Pemeriksaan lainnya berupa tes penglihatan, tes pendengaran, dan electroencephalograph. Sedangkan pada orang dewasa, diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan riwayat masa kecil dan remaja, serta tes neurologis.
Gejala ADHD perlu dikendalikan agar tidak menjadi masalah dalam kehidupan sehari - hari. Meski tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, pada beberapa kasus, gejala ADHD berkurang seiring bertambahnya usia. ADHD umumnya diobati dengan konsumsi obat – obatan dan terapi (seperti terapi psikoedukasi, perilaku, sosial, dan perilaku kognitif). Pastikan untuk selalu sabar dan tenang menghadapi anak pengidap ADHD.
Berikut upaya lain yang dapat dilakukan pada anak mengidap ADHD:
-
Ajak anak berkomunikasi dan bercerita.
-
Seimbangkan waktu istirahat dan aktivitas anak.
-
Beri instruksi yang jelas saat meminta anak melakukan sesuatu.
-
Jauhkan benda tajam dan mudah pecah di sekitar anak.
-
Beri makanan bernutrisi tinggi dan seimbang. Hindari makanan yang mengandung pengawet dan pewarna buatan.
Baca Juga: 5 Resep Makanan Sehat untuk Anak ADHD
Apabila kamu mengidap ADHD, lakukan olahraga secara teratur, cari cara untuk lebih rileks, kontrol ke dokter secara rutin, dan tanya dokter Halodoc tentang cara penanganan yang tepat jika ADHD yang dialami mulai menyebabkan masalah pekerjaan, keluarga, dan hubungan percintaan. Kamu dapat menggunakan aplikasi Halodoc untuk berbicara pada dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play sekarang juga!