Kejadian Traumatis Bisa Sebabkan Distimia
Halodoc, Jakarta – Seseorang dikatakan mengidap distimia apabila mengalami depresi dalam jangka panjang. Pengidap distimia mungkin terlihat kehilangan minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari, merasa putus asa, kurang produktif, dan merasa punya harga diri yang rendah. Perasaan ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun serta dapat mengganggu hubungan, sekolah, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari secara signifikan.
Pengidap distimia mungkin sulit bersikap optimis, bahkan di momen yang menyenangkan. Mereka mungkin malah terus-menerus mengeluh atau tidak mampu bersenang-senang. Meski depresi ini berlangsung dalam waktu lama, kondisinya tidak separah seperti depresi berat. Lantas, apa yang menyebabkan seseorang mengalami distimia? Benarkah kejadian traumatis menjadi faktor penyebabnya? Simak penjelasan berikut.
Baca juga: Trauma Masa Kecil Bisa Sebabkan Gangguan Kepribadian
Kejadian Traumatis Bisa Sebabkan Distimia
Seperti halnya depresi berat, distimia juga bisa disebabkan oleh kejadian traumatis. Peristiwa traumatis seperti kehilangan orang yang dicintai, masalah keuangan, atau tingkat stres yang tinggi dapat memicu gangguan depresi yang terus-menerus pada beberapa orang. Selain faktor traumatis, ada pula sejumlah faktor lain yang dapat menyebabkan distimia, seperti:
- Perubahan fisik pada otak. Orang yang mengidap distimia mungkin mengalami perubahan fisik di otak.
- Kimia otak. Neurotransmitter adalah bahan kimia otak alami yang berperan dalam timbulnya depresi. Perubahan dalam fungsi dan efek neurotransmitter dengan sirkuit saraf yang menjaga stabilitas suasana hati dapat memainkan peran penting dalam timbulnya depresi
- Sifat yang diwariskan. Distimia tampaknya lebih sering terjadi pada orang yang saudara sedarahnya juga memiliki kondisi tersebut.
Mungkin butuh pemeriksaan yang lebih mendetail untuk mencari kelainan-kelainan tersebut. Namun, pada intinya, peristiwa traumatis menjadi faktor paling utama yang memicu timbulnya distimia.
Baca juga: 3 Faktor yang Tingkatkan Risiko Alami Gangguan Paranoid
Seperti Apa Gejala Distimia?
Gejala distimia bisa datang dan pergi selama beberapa tahun dan intensitasnya dapat berubah seiring waktu. Namun, biasanya gejala tidak hilang selama lebih dari dua bulan pada waktu tertentu. Selain itu, episode depresi berat dapat terjadi sebelum atau selama distimia. Kondisi seperti ini disebut dengan depresi ganda. Berikut sejumlah gejala yang dapat timbul:
- Kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari.
- Kesedihan, kehampaan atau perasaan sedih.
- Keputusasaan.
- Kelelahan dan kekurangan energi.
- Harga diri rendah.
- Kesulitan berkonsentrasi dan kesulitan membuat keputusan.
- Lekas marah atau marah yang tidak wajar.
- Penurunan aktivitas, efektivitas, dan produktivitas.
- Menghindari aktivitas sosial.
- Perasaan bersalah dan kekhawatiran di masa lalu.
- Nafsu makan yang buruk atau makan berlebihan.
- Masalah tidur.
Pada anak-anak, gejala distimia bisa berupa suasana hati yang tertekan dan mudah tersinggung. Kalau kamu mengalami salah satu tanda di atas, kamu bisa bicara dengan psikolog Halodoc untuk memastikannya. Lewat aplikasi ini, kamu bisa menghubungi psikolog kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call.
Baca juga: 4 Gangguan Mental yang Terjadi Tanpa Disadari
Apakah Distimia Bisa Dicegah?
Tidak ada cara pasti untuk mencegah distimia. Ini karena distimia sering kali dimulai pada masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Distimia yang dideteksi dini dapat memberi peluang pengobatan agar lebih efektif. Ada pun strategi yang dapat membantu menangkal gejala distimia adalah dengan cara belajar mengendalikan stres. Karenanya jangan malu minta pertolongan saat krisis dan segera cari pertolongan bila mendapati gejala-gejala yang signifikan.
Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Persistent depressive disorder (dysthymia).
WebMD. Diakses pada 2020. What is dysthymia?
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan