Kejadian Traumatik Bisa Sebabkan Seseorang Alami Bipolar
Halodoc, Jakarta - Terkadang sedih, terkadang senang, tentu wajar ya sebagai manusia untuk merasakan berbagai emosi. Namun, jika perubahan suasana hati, dari senang ke sedih dan sebaliknya, terlampau sering terjadi secara cepat, hati-hati. Bisa jadi itu tanda gangguan kesehatan mental, bipolar.
Gangguan bipolar dapat membuat pengidapnya merasakan perubahan hati yang sangat ekstrem. Bahkan, bisa saja saat suasana hati sedang bagus pengidapnya merasa berada di puncak kesenangan, lalu tiba-tiba saja jatuh ke depresi yang sangat dalam. Namun, tingkat keparahan dan durasi pergantian suasana hati setiap pengidap bisa saja berbeda.
Baca juga: Bipolar Disorder Terjadi karena Faktor Genetik?
Bipolar Disebabkan oleh Pengalaman Kejadian Traumatik
Meski penyebab pastinya belum diketahui, risiko bipolar dapat meningkat pada orang yang mengalami kejadian traumatik, seperti:
- Jadi korban kekerasan fisik, mental, atau seksual.
- Perpisahan dengan orang yang dicintai, seperti kekasih, pasangan hidup, atau sahabat dekat.
- Meninggalnya anggota keluarga atau kerabat dekat.
Namun, selain kejadian traumatik, bipolar juga dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut:
- Gangguan pada neurotransmitter pada otak.
- Genetik (memiliki orangtua atau keluarga dengan riwayat kondisi serupa).
- Mengidap penyakit fisik tertentu.
- Mengalami gangguan tidur.
- Stres berat, akibat masalah rumah tangga, keuangan, atau pekerjaan.
- Ketergantungan alkohol atau obat-obatan terlarang.
Baca juga: 7 Mitos Bipolar yang Harus Diketahui
Fase Mania dan Depresi yang Jadi Gejala Bipolar
Seperti disebutkan di awal, bipolar ditandai dengan perubahan fase suasana hati yang ekstrem. Dalam medis, hal ini disebut fase mania dan depresi. Fase yang paling mengkhawatirkan tentu saja fase depresi, karena dapat membuat pengidap bipolar dirundung kesedihan dan kecemasan luar biasa. Tak jarang, fase tersebut dapat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari.
Lebih jelasnya, berikut dijelaskan satu persatu tentang fase mania dan depresi, yang jadi gejala gangguan bipolar:
- Fase Mania
Sangat bersemangat dan gembira, bahkan berlebihan, jadi tanda fase mania pada pengidap bipolar. Ketika mengalami fase ini, pengidap bipolar dapat mengalami kepercayaan diri berlebihan, yang tak jarang membuatnya tidak bisa berdiam diri.
Ia akan berbicara dan bercerita banyak hal, melakukan perilaku impulsif dan tak terkendali, seperti memakai uang terlalu banyak, mengonsumsi obat-obatan, atau ngebut saat mengemudi. Tak hanya itu, saking semangatnya memikirkan banyak hal, fase mania juga dapat membuat pengidap bipolar sulit tidur.
- Fase Depresi
Seperti dijelaskan sedikit tadi, fase depresi yang dialami pengidap bipolar dapat berupa kesedihan, kecemasan, dan rasa putus asa yang intens. Fase ini kerap terjadi secara tiba-tiba setelah fase mania. Ketika mengalami fase ini, pengidap bipolar akan cenderung menutup diri dari lingkungan sekitarnya, selalu berdiam diri di kamar, dan sedih berlarut-larut bagai dunianya hancur.
Baca juga: Mengalami Gejala Bipolar, Kapan Harus Menghubungi Psikolog?
- Fase Campuran
Fase ini terjadi ketika pengidap gangguan bipolar mengalami fase mania dan depresi secara bersamaan atau berdekatan. Pengidap bipolar yang mengalami fase ini biasanya lebih sulit ditebak perilakunya. Mereka bisa saja melakukan hal berbahaya dan bunuh diri, padahal terlihat gembira dan bersemangat. Fase campuran ini lebih sering terjadi pada wanita atau orang berusia muda.
Jika kamu atau ada orang terdekat yang terlihat memiliki gejala bipolar, segera cari bantuan ahli, seperti psikolog. Agar lebih mudah dan cepat, download saja aplikasi Halodoc di ponsel untuk berbicara dengan psikolog, kapan dan di mana saja. Perlu diingat bahwa dukungan dari keluarga dan orang terdekat sangat dibutuhkan bagi pengidap bipolar untuk bisa sembuh.