Kapan Obesitas pada Anak Masuk Kategori Mengkhawatirkan?
Halodoc, Jakarta – Melihat bayi atau anak kecil yang gemuk dan memiliki pipi bulat mungkin akan terasa menggemaskan. Sebagian besar orangtua mungkin merasa senang saat melihat sang buah hati banyak makan dan menghabiskan jenis makanan apa saja yang dihidangkan. Apalagi, jika dibarengi dengan tingkah polah anak yang lucu. Namun, hal ini bisa meningkatkan risiko obesitas pada anak!
Sebelumnya, orangtua perlu mengetahui bahwa obesitas berbeda dengan sekadar kelebihan berat badan. Anak-anak yang memiliki tubuh lebih berisi belum tentu masuk dalam kategori obesitas. Perlu dilakukan perhitungan yang melibatkan berat badan dan tinggi badan. Anak disebut mengalami obesitas jika hasil perhitungan tersebut jauh melebihi angka normal.
Baca juga: Begini Pola Hidup Sehat untuk Anak Obesitas
Risiko Obesitas pada Anak yang Perlu Diketahui
Obesitas pada anak tidak boleh disepelekan begitu saja, sebab bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis yang mengganggu perkembangan. Kondisi ini juga bisa menyebabkan anak mengalami gangguan pada kesehatan mental, yaitu mengalami stres. Kalau sudah begitu, obesitas pada anak bisa dikategorikan sebagai kondisi yang mengkhawatirkan.
Selain risiko yang mungkin dimunculkan, obesitas pada anak juga disebut mengkhawatirkan jika hasil pengukuran berat badan anak menunjukkan angka yang jauh dari berat badan normal. Untuk mengukur berat badan Si Kecil, dilakukan penghitungan berat dan tinggi badan anak. Kemudian, mengkalkulasi Indeks Massa Tubuh alias Body Mass Index (BMI) anak.
Hasil penghitungan BMI anak nantinya akan dibandingkan dengan nilai standar atau nilai normal. Jika berat badan anak jauh di atas standar normal, ada kemungkinan anak didiagnosis mengalami obesitas. Perlu diketahui, BMI atau IMT adalah metode pengukuran umum yang digunakan untuk menentukan apakah berat badan seseorang bisa disebut normal atau tidak.
Metode penghitungan ini bisa membantu mengetahui, apakah seseorang memiliki berat badan di bawah angka normal, berat badan standar, kelebihan berat badan, atau obesitas. Dalam menghitung BMI, rumus yang digunakan adalah rumus berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter2). Hasil dari pembagian tersebut yang kemudian menjadi acuan berat badan normal anak.
Baca juga: Jangan Anggap Remeh, Ini Dampak dari Obesitas
Ayah dan ibu harus waspada jika berat badan anak berada jauh di atas hasil perhitungan BMI. Sebab, hal itu bisa menjadi tanda Si Kecil mengalami obesitas dan berujung pada peningkatan risiko penyakit berbahaya dalam jangka panjang. Obesitas pada anak bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes tipe 2, hingga gangguan pernapasan.
Selain mengukur BMI, ada pemeriksaan lain yang juga biasanya akan dilakukan dokter jika anak diduga mengalami obesitas. Pada kondisi ini, dokter biasanya akan memeriksa pola makan, tingkat aktivitas anak, kemungkinan ada masalah kesehatan lain, serta riwayat obesitas di dalam keluarga. Pemeriksaan penunjang lain juga mungkin dilakukan.
Anak yang mengalami obesitas mungkin akan menjalani pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan kadar kolesterol, keseimbangan hormon di dalam tubuh, kadar vitamin D, serta pemeriksaan lain terkait kondisi obesitas. Setelah diketahui penyebabnya dan anak dipastikan mengalami obesitas, dokter biasanya akan mulai merencanakan perubahan gaya hidup untuk membantu mengontrol berat badan anak.
Baca juga: Anak yang Gemuk Berisiko Obesitas saat Dewasa
Selama menjalani program perbaikan berat badan dan gaya hidup anak obesitas, ayah dan ibu bisa menggunakan aplikasi Halodoc agar selalu terhubung dengan dokter. Dengan begitu, program penurunan berat badan dan penurunan risiko penyakit pada anak bisa berjalan efektif. Ibu juga bisa menyampaikan keluhan kesehatan yang muncul melalui Video/Voice atau Chat. Ayo, download aplikasi Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!