Intoleransi Laktosa Sebabkan Perut Kembung, Ini Penjelasannya

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   11 November 2020
Intoleransi Laktosa Sebabkan Perut Kembung, Ini PenjelasannyaIntoleransi Laktosa Sebabkan Perut Kembung, Ini Penjelasannya

Halodoc, Jakarta – Perut kembung bisa menjadi tanda dari kondisi tertentu, salah satunya intoleransi laktosa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Sebelumnya perlu diketahui, intoleransi laktosa merupakan gangguan pencernaan yang terjadi karena tubuh tidak bisa mencerna laktosa. Nah, ketidakmampuan tubuh mencerna zat inilah yang kemudian menyebabkan perut kembung. 

Perut kembung juga terjadi akibat usus kecil tidak bisa menghasilkan cukup enzim laktase. Padahal, enzim ini dibutuhkan untuk proses pengubahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Setelah diubah, zat ini akan diserap tubuh dan digunakan sebagai sumber energi. Saat tubuh kekurangan enzim laktase, laktosa dari makanan bisa bergerak ke usus besar dan memicu gejala, salah satunya perut kembung. 

Baca juga: Apakah Pengidap Intoleransi Laktosa Masih Bisa Minum Susu?

Gejala dan Tanda Intoleransi Laktosa

Dalam kondisi normal, tubuh menghasilkan enzim laktase untuk mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa yang nantinya diserap ke dalam aliran darah melalui lapisan usus. Nah, gangguan pada produksi enzim ini bisa membuat laktosa tidak terserap, tapi justru bergerak ke usus besar dan menyebabkan munculnya beragam gejala, salah satunya perut kembung. 

Laktosa yang tidak tercerna masuk ke usus besar dan terfermentasi oleh bakteri. Selain perut kembung, ada beberapa gejala lain yang bisa menandai intoleransi laktosa, di antaranya diare, sering buang angin atau perut terasa penuh dengan gas, kram perut, serta mual, dan rasa tidak nyaman pada perut. Mungkin ada beberapa gejala lain yang bisa muncul, tergantung pada keparahan gejala, kondisi tubuh, dan jumlah laktosa yang dikonsumsi.  

Biasanya, gejala intoleransi laktosa akan muncul setelah pengidapnya mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa, seperti susu atau produk olahannya. Kondisi ini kerap disamakan dengan alergi susu, tapi kedua kondisi ini sebenarnya berbeda. Alergi susu bukanlah gangguan pencernaan dan biasanya terjadi akibat reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap kandungan protein dalam susu. 

Baca juga: Ini Alasan Intoleransi Laktosa Bisa Picu Diare Kronis

Alergi susu biasanya juga akan memunculkan gejala yang lebih parah dari gangguan pencernaan. Kondisi ini bisa menyebabkan pengidapnya mengalami ruam kemerahan, sensasi gatal, hingga sesak napas. Meski begitu, intoleransi laktosa tetap tidak boleh dianggap sepele. Pasalnya, kondisi ini bisa memicu beragam komplikasi yang bisa berakibat fatal. 

Intoleransi laktosa membuat tubuh tidak bisa menyerap nutrisi yang penting dalam susu atau produk olahannya. Jenis makanan ini nyatanya banyak mengandung kalsium, protein, vitamin A, B12, serta vitamin D. Selain itu, laktosa juga bisa membantu tubuh menyerap mineral, misalnya magnesium dan seng. 

Karena tidak bisa menyerap dan mendapat asupan nutrisi tersebut, tubuh bisa mengalami komplikasi berupa malnutrisi, kepadatan tulang rendah (osteopenia), serta pengeroposan tulang (osteoporosis). Kabar buruknya, intoleransi laktosa adalah kondisi yang tidak bisa dicegah. Namun, kamu bisa menurunkan risiko munculnya gejala dengan membatasi asupan makanan atau minuman yang mengandung laktosa. 

Sebagai gantinya, kamu bisa memenuhi kebutuhan asupan kalsium dengan mengonsumsi ikan sarden, makarel, dan sayuran hijau seperti bayam atau brokoli. Biar lebih aman dan kebutuhan nutrisi tubuh tetap terpenuhi, cobalah untuk membicarakan rencana diet atau pemilihan menu makanan pada ahli gizi melalui aplikasi Halodoc

Baca juga: Ketahui Perbedaan Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu Sapi pada Bayi

Kamu bisa dengan mudah menghubungi ahlinya melalui Video/Voice Call dan Chat. Dokter di aplikasi Halodoc juga bisa membantu jika ada gejala penyakit atau keluhan tertentu. Tunggu apa lagi, ayo download aplikasi Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!

Referensi:
NHS UK. Diakses pada 2020. Lactose intolerance. 
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Lactose intolerance.