Inilah Dampak Buruk Distimia pada Pengidapnya
Halodoc, Jakarta – Distimia merupakan sebuah kondisi yang terjadi ketika seseorang mengalami depresi dalam jangka waktu lama (kronis). Meski berlangsung lama, gejala distimia tidak sama dengan depresi berat. Seseorang yang mengidap distimia mungkin enggan atau tidak punya minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka terlihat putus asa, kurang produktif, dan punya perasaan tidak mampu untuk melakukan hal apapun. Jika hal ini berlangsung selama bertahun-tahun, tentunya dapat mengganggu hubungan, sekolah, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari.
Pengidap distimia juga sulit untuk bersikap optimis, bahkan pada saat-saat yang seharusnya membuat dirinya senang. Lantas, apa dampak buruk yang bisa terjadi ketika seseorang mengalami distimia? Simak penjelasan berikut.
Baca juga: Apa Saja Hal yang Bisa Sebabkan Distimia?
Dampak Buruk dari Distimia
Distimia yang tidak kunjung diobati mungkin bisa mengembangkan kondisi berikut:
- Berkurangnya kualitas hidup.
- Mengalami depresi berat, gangguan kecemasan dan gangguan mood lainnya.
- Terjerumus dalam penyalahgunaan zat.
- Selalu menimbulkan konflik dalam keluarga.
- Kesulitan untuk menjalin hubungan.
- Punya masalah di sekolah atau di tempat kerja karena menurunnya produktivitas.
- Mengidap penyakit kronis.
- Punya pikiran atau perilaku bunuh diri.
- Mengalami gangguan kepribadian atau gangguan kesehatan mental lainnya.
Selain itu, distimia juga bisa menyebabkan komplikasi yang paling serius yaitu depresi ganda. Seiring berjalannya waktu, lebih dari separuh orang yang mengidap distimia mengalami gejala yang memburuk, sehingga menyebabkan timbulnya sindrom depresi berat. Munculnya sindrom depresi berat ke dalam kondisi yang sudah ada (distimia), artinya orang tersebut mengidap depresi ganda.
Bagaimana Mencegah Depresi Ganda pada Pengidap Distimia?
Cara terbaik untuk mencegah depresi ganda adalah dengan mengobati distimia. Penggunaan obat antidepresan dapat membantu, tetapi mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja dan mungkin kurang efektif untuk distimia.
Terapi kognitif juga efektif untuk mengobati distimia. Namun, terapi sering kali butuh dikombinasikan dengan obat antidepresan. Biasanya, perawatan distimia berfokus pada satu pendekatan terlebih dahulu, yakni bisa fokus dengan terapi kognitif terlebih dahulu atau penggunaan antidepresan terlebih dahulu. Setelah itu, terapis dan dokter akan mengamati efeknya dan beralih atau menambahkan perawatan lain jika hasilnya tidak mencukupi.
Baca juga: Kenali Lebih Jauh Tentang Distimia
Olahraga dapat membantu meningkatkan mood. Kombinasi olahraga dan antidepresan diyakini dapat memberikan efek tambahan yang lebih baik. Ini juga dapat membantu memperbaiki pola tidur karena kurang tidur kronis dapat memperburuk gejala depresi.
Apakah Distimia Bisa Dicegah?
Tidak ada cara pasti untuk mencegah distimia karena kondisi ini sering kali dimulai pada masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Mengidentifikasi anak-anak yang berisiko terkena kondisi tersebut dapat membantu mendapatkan perawatan dini. Berikut beberapa strategi yang dapat membantu menangkal gejala distimia:
- Belajar mengendalikan stres untuk meningkatkan kesehatan fisik maupun mental secara keseluruhan.
- Hubungi keluarga dan teman, terutama di saat krisis, untuk membantu menghadapi masa-masa sulit.
- Dapatkan perawatan sesegera mungkin agar gejala tidak segera memburuk.
- Pertimbangkan untuk mendapatkan perawatan jangka panjang untuk membantu mencegah gejala kambuh.
Baca juga: Jangan Abaikan Stres, Ini Cara Mengatasinya
Apabila kamu sedang stres dan kesulitan mengatasinya, kamu juga bisa menghubungi psikolog di Halodoc yang dapat membantu kondisi yang sedang kamu alami. Lewat aplikasi Halodoc, kamu dapat menghubungi psikolog kapan dan di mana saja via Chat atau Voice/Video Call.
Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Persistent depressive disorder (dysthymia).
WebMD. Diakses pada 2020. Double Depression.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan