Inilah 12 Faktor Pemicu Retensio Plasenta

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   21 Februari 2020
Inilah 12 Faktor Pemicu Retensio PlasentaInilah 12 Faktor Pemicu Retensio Plasenta

Halodoc, Jakarta - Kondisi retensio plasenta terjadi karena tertahannya plasenta atau ari-ari di dalam rahim melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi pada uterus. Kondisi ini dapat sangat berbahaya, serta dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pasca melahirkan yang dapat mengakibatkan kematian.

Itulah sebabnya proses persalinan tidak dapat segera begitu saja dilakukan untuk mengeluarkan bayi, melainkan harus ada tahap ketiga yang sangat penting, yaitu melahirkan plasenta. Sama halnya dengan dua tahap sebelumnya, dalam proses tahap tiga persalinan ini dapat terjadi lebih cepat atau malah lebih lama. 

Baca juga: Retensio Plasenta Bahaya atau Tidak?

Faktor Pemicu yang Perlu Diwasapadai

Gejala yang terjadi seperti nyeri yang berlangsung cukup lama, perdarahan yang hebat, serta keluarnya cairan dan jaringan yang berbau tidak sedap dari vagina. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya retensio plasenta, antara lain:

  1. Bayi yang meninggal pada saat dilahirkan.
  2. Terjadi kontraksi rahim yang kuat.
  3. Ukuran plasenta sangat kecil.
  4. Pengalaman melahirkan lebih dari lima kali.
  5. Pernah menjalani operasi bedah rahim.
  6. Kondisi plasenta tertanam hingga memasuki keseluruhan lapisan otot pada rahim.
  7. Kehamilan pada wanita di atas usia 30 tahun.
  8. Pernah mengalami retensio plasenta pada kelahiran sebelumnya. 
  9. Persalinan yang prematur, pada usia kehamilan di bawah 34 minggu.
  10. Respons terhadap suntikan induksi atau obat tambahan saat proses persalinan berlangsung.
  11. Plasenta tertanam dalam rahim akibat penyempitan yang terjadi di mulut rahim.
  12. Kehamilan ganda yang memerlukan implasi plasenta yang luas.

Perlu diketahui juga bahwa terdapat empat tahapan dalam persalinan normal:

  • Tahap 1: pembukaan.
  • Tahap 2: pengeluaran bayi.
  • Tahap 3: pengeluaran plasenta.
  • Tahap 4: pemulihan.

Baca juga: Waspadai Penyebab dan Gejala Retensio Plasenta

Kondisi retensio plasenta menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada plasenta terus mengalirkan darah. Di samping itu, rahim tidak dapat menutup dengan sempurna, sehingga sulit untuk menghentikan perdarahan yang sedang berlangsung. Jika plasenta tidak keluar dalam kurun waktu 30 menit setelah persalinan, akan terjadi perdarahan yang signifikan dan dapat mengancam nyawa sang ibu.

Terdapat 3 tipe retensio plasenta, di antaranya:

  • Retensio plasenta saat plasenta tidak terpisah secara spontan dari rahim dalam waktu 30 menit sejak bayi dilahirkan. Ini merupakan jenis retensi plasenta yang paling umum. 
  • Plasenta yang terperangkap terjadi saat plasenta terlepas dari rahim, tetapi tidak secara spontan meninggalkan rahim.
  • Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh ke dalam lapisan rahim yang lebih dalam dan tidak dapat lepas secara spontan dari rahim. Ini merupakan jenis plasenta yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan histerektomi dan transfusi darah. 

Belum Ada Cara untuk Mencegah Terjadinya Retensio Plasenta

Belum ada tindakan yang benar-benar bisa dilakukan untuk mencegah plasenta yang tertinggal di dalam rahim. Apalagi jika ibu pernah mengalami hal ini sebelumnya, maka akan berisiko tinggi untuk mengalaminya kembali. Penanganan retensio plasenta bertujuan untuk mengeluarkan plasenta dari dalam rahim, dengan menggunakan sejumlah metode, seperti:

  • Menggunakan obat-obatan. Beberapa obat yang dikonsumsi dengan cara disuntikan, seperti oksitosin dan ergometrin dapat digunakan untuk membuat rahim mengalami kontraksi saat persalinan, sehingga dapat mengeluarkan plasenta. 
  • Mengeluarkan plasenta dari rahim dengan menggunakan tangan. Prosedur ini  harus dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati, karena dapat meningkatkan risiko infeksi. 

Selain dua metode tersebut, biasanya dokter akan menyarankan untuk sering buang air kecil. Hal ini karena kandung kemih yang penuh dapat mencegah keluarnya plasenta. Menyusui juga dapat memicu pelepasan hormon yang dapat meningkatkan kontraksi rahim dan membantu keluarnya plasenta. Namun, jika semua metode tersebut belum juga berhasil mengeluarkan plasenta dari dalam rahim, diperlukan prosedur pembedahan. 

Baca juga: Ketahui Jenis-Jenis dan Penyebab Retensio Plasenta

Itulah perlunya untuk selalu memeriksakan dan membicarakan kondisi kandungan sejak awal hingga semester akhir pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Apalagi bicara dengan dokter kini lebih mudah hanya dalam aplikasi Halodoc, karena bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa kamu perlu beranjak dari tempat istirahat. Yuk, download aplikasinya sekarang!

 

Referensi:
Healthline. Diakses pada 2020. I Wish I’d Known About the Risks of a Retained Placenta After Childbirth.
AJOG. Diakses pada 2020. Risk factors for retained placenta