Ini Fakta Tentang Transplantasi Rahim
Halodoc, Jakarta - Masyarakat Indonesia memang dikenal sulit menerima hal-hal yang dianggap 'nyeleneh'. Terlebih jika hal itu dianggap melanggar norma-norma keagamaan, seperti apa yang dilakukan Lucinta Luna. Tidak hanya di-bully terkait dirinya yang merupakan transgender, Lucinta Luna belakangan tengah ramai dibicarakan terkait kasus penyalahgunaan zat psikotropika.
Belakangan ini pun, Lucinta Luna mengaku bahwa dirinya mengalami menstruasi sebagaimana wanita pada umumnya. Hal ini terjadi karena ia tidak hanya menjalani operasi penggantian kelamin, tetapi juga melakukan transplantasi rahim. Orang-orang menjadi mempertanyakan kebenaran hal ini. Nah, berikut ini fakta mengenai transplantasi rahim yang mungkin masih banyak belum diketahui orang.
Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Organ Reproduksi Wanita
Lebih Besar Risiko Ketimbang Manfaatnya
Transplantasi rahim adalah prosedur bedah yang hingga saat ini masih dalam uji klinis. Pembedahan ini dilakukan untuk memperbesar kemungkinan seseorang untuk bisa hamil. Sayangnya, prosedur ini mengandung risiko yang jauh lebih besar daripada potensi manfaatnya.
Melansir UT Southwest Medical Center, banyak dokter kandungan yang tidak merekomendasikan transplantasi rahim. Mereka meyakini bahwa masih banyak cara yang bisa ditempuh untuk bisa memiliki anak. Hingga kini, transplantasi rahim tidak tersedia di luar tujuan penelitian. Salah satu lembaga penelitian yang berhasil mencetak kelahiran hidup dari transplantasi rahim adalah Cleveland Clinic. Namun, mereka pun menggunakan donor dari wanita yang baru saja meninggal untuk mengurangi risiko transplantasi yang terjadi jika dilakukan oleh pendonor yang masih hidup.
Transplantasi organ adalah prosedur utama yang membutuhkan persiapan fisik dan mental yang besar. Beberapa risiko yang terkait dengan transplantasi rahim mirip dengan yang terkait dengan transplantasi organ lain. Usai menjalankan transplantasi rahim, seseorang harus mengonsumsi obat imunosupresan dengan dosis yang kuat untuk mencegah sistem imun tubuh menyerang organ baru yang dianggap sebagai benda asing.
Efek samping potensial dari obat imunosupresan juga sebanding dengan risiko prosedur penyelamatan nyawa seperti transplantasi jantung atau paru-paru. Namun, untuk prosedur pembedahan yang dimaksudkan untuk menghasilkan kehamilan, risikonya lebih besar daripada manfaat potensial. Meskipun dokter berusaha untuk mengoptimalkan perawatan obat ini sebelum kehamilan, obat-obatan ini malah dapat menyebabkan berat badan bayi yang lahir rendah, kelahiran prematur, dan peningkatan risiko cacat lahir.
Baca juga: Tren Surrogate Mother untuk Punya Anak
Bukan Langkah Permanen
Faktanya, prosedur transplantasi rahim juga tidak dimaksudkan untuk menjadi hal yang permanen. Jika transplantasi berhasil, konsumsi obat imunosupresan dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat mengancam jiwa. Jadi, seseorang harus menjalani histerektomi (pengangkatan rahim) setelah satu atau dua kehamilan.
Ini Prosedurnya
Prosedur transplantasi rahim bisa memakan waktu 6 hingga 8 jam. Sebelum melakukannya, wanita harus memulai dengan minum obat imunosupresan. Prosedur transplantasi menghubungkan pembuluh darah donor ke penerima donor. Jika penerima donor ingin memiliki anak dan rahim sudah siap, maka embrio akan dipindahkan. Beberapa bulan setelah transplantasi, penerima mulai mengalami menstruasi.
Rahim akan sepenuhnya siap setelah 6 bulan. Kehamilan yang terjadi terus dipantau dan persalinan dilakukan dengan operasi caesar. Setelah 1 hingga 2 kehamilan, rahim akan diangkat agar penerima donor menghentikan konsumsi obat imunosupresan.
Baca juga: Memiliki Momongan dengan Donor Sperma, Apakah Berisiko?
Itulah beberapa fakta tentang transplantasi rahim. Jika kamu masih ingin tahu lebih lengkap mengenai prosedur ini, kamu bisa tanya dokter melalui chat di Halodoc. Dokter kandungan akan menjawab semua pertanyaan kesehatan yang kamu butuhkan.