Ini Bedanya Anemia Defisiensi Besi dengan Anemia Aplastik
Halodoc, Jakarta – Anemia terjadi akibat tubuh kekurangan sel darah yang mengandung hemoglobin, sehingga peredarannya tidak merata ke seluruh tubuh. Pengidap anemia biasanya mengalami kelelahan, nyeri dada, napas pendek, sakit kepala, detak jantung tidak beraturan, hingga insomnia. Gejala fisik ini membuat pengidap anemia sulit berkonsentrasi dan tidak bisa beraktivitas optimal.
Baca Juga: Ketahui Perbedaan Hipotensi dan Anemia
Meski ada banyak jenis anemia, pembahasan kali ini berfokus pada dua jenis anemia, yaitu anemia defisiensi zat besi dan anemia aplastik. Adakah perbedaan di antara keduanya? Berikut ini faktanya.
Anemia Defisiensi Besi
Anemia jenis ini terjadi akibat kekurangan zat besi dan penurunan jumlah sel darah merah yang sehat. Akibatnya, pasokan oksigen dalam darah tidak memadai dan membuat tubuh mudah lelah.
Kebanyakan kasus anemia defisiensi besi terjadi pada ibu hamil, tapi orang yang jarang mengonsumsi makanan sumber zat besi dan mengalami perdarahan hebat atau gangguan usus halus juga rentan mengalaminya. Pada ibu hamil, anemia defisiensi zat besi meningkatkan risiko kelahiran prematur, penyakit infeksi, hingga kematian ibu dan anak.
Gejala anemia zat besi umumnya berupa kuku rapuh, kelelahan, badan lemas, kulit pucat, nyeri dada, detak jantung cepat, sesak napas, pusing, nyeri lidah, nafsu makan menurun, serta tangan dan kaki terasa dingin. Diagnosis anemia defisiensi zat besi dilakukan dengan pemeriksaan darah dalam feses, endoskopi, dan USG panggul. Pengobatan berfungsi mengembalikan kadar zat besi dan mengatasi penyebab anemia. Misalnya, meningkatkan asupan zat besi harian, konsumsi suplemen penambah zat besi, mengonsumsi obat - obatan (seperti kontrasepsi oral atau antibiotik), hingga transfusi sel darah merah.
Baca Juga: Wanita Paling Rentan Kena Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia Aplastik
Berbeda dengan anemia defisiensi besi, anemia aplastik terjadi akibat adanya kelainan darah dalam memproduksi sel darah baru. Anemia aplastik termasuk kondisi yang langka dan berbahaya bagi pengidapnya. Meski semua orang berisiko mengidap anemia aplastik, penyakit ini lebih sering dialami orang berusia 20-an di negara berkembang.
Gejala anemia aplastik berbeda – beda, tergantung pada jenis sel darah yang kadarnya rendah. Jika sel darah merah yang rendah, pengidap mengalami kesulitan bernapas, kelelahan, pusing, sakit kepala, nyeri dada, detak jantung tidak teratur, dan wajah pucat. Jika sel darah putih yang rendah, pengidap rentan mengalami infeksi dan demam. Jika trombositnya rendah, pengidap mengalami perdarahan, muncul luka memar, ruam kulit, mimisan, dan gusi berdarah.
Anemia aplastik disebabkan oleh banyak faktor. Antara lain gangguan autoimun, infeksi virus, efek samping obat - obatan, paparan racun kimia, kehamilan, serta radiasi dan kemoterapi. Diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes darah, hingga biopsi sumsum tulang. Pengobatan nantinya disesuaikan dengan kondisi pengidap dan tingkat keparahannya. Namun secara umum, anemia aplastik diobati dengan konsumsi obat-obatan antibiotik, transfusi darah, transplantasi sel punca, imunosupresan, dan stimulan sumsum tulang.
Jika anemia defisiensi zat besi berfokus pada konsumsi makanan atau suplemen zat besi, anemia aplastik dicegah dengan rutin mencuci tangan pakai sabun, hindari olahraga intensitas berat, dan cukup istirahat. Jika ada pertanyaan lain seputar anemia defisiensi zat besi dan anemia aplastik, jangan ragu bertanya pada dokter Halodoc. Gunakan fitur Contact Doctor yang ada di Halodoc untuk menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, segera download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!