Ini Alasan Laki-Laki Kerap Menjadi Pelaku KDRT
"KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga nyatanya bisa terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, korban KDRT seringnya adalah perempuan dan pelakunya laki-laki."

Halodoc, Jakarta – Belakangan sedang ramai dibicarakan kabar penyanyi dangdut yang melaporkan suaminya ke pihak kepolisian akibat KDRT. Beberapa artis sebelumnya juga mengaku mengalami KDRT, dan pastinya bukan hanya kalangan pesohor saja, KDRT bisa terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, seringnya korban KDRT adalah perempuan dan pelakunya adalah pihak laki-laki.
Menurut Jesse Prinz Ph.D, profesor dari City University of New York yang mempelajari tentang persepsi, emosi, dan kebudayaan manusia mengungkapkan bahwa 90 persen pembunuhan yang terjadi di dunia dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, tindak kekerasan, seperti misalnya KDRT, bisa dibilang menjadi insting alami laki-laki.
Secara biologis, laki-laki juga lebih agresif, baik untuk mendapatkan perhatian lawan jenis maupun menjadi dominan di antara sesamanya. Simak penjelasan lebih lengkapnya di sini!
Penyebab Laki-Laki Kerap Melakukan KDRT
Dalam artikel yang dimuat di laman Psychology Today, Jesse Prinz mengungkapkan jika dirunut dari sejarah, laki-laki memang lebih dominan. Ini dilihat dari biologis maupun psikologis.
Di zaman berburu dan mengumpulkan makanan, laki-laki bergantung pada perempuan, karena perempuan menyediakan sumber makanan. Ketika zaman berganti menjadi pertanian dan peternakan, terjadi perubahan di mana laki-laki bisa mendominasi. Ini karena dari sisi biologis, postur laki-laki yang cenderung lebih besar ketimbang perempuan.
Tak hanya itu, kehamilan dan menyusui juga akhirnya membagi peran antara perempuan dan laki-laki. Perempuan menangani urusan domestik, sementara laki-laki memiliki peran di luar area domestik.
Akhirnya, kekuatan dan kemampuan ini membuat perempuan menjadi bergantung pada laki-laki. Ketergantungan ini memberi kesempatan pada laki-laki untuk mendominasi perempuan. Ini termasuk dalam hal pendidikan, tenaga kerja, lembaga-lembaga pemerintahan, dan termasuk menganiaya.
Inilah alasan kenapa laki-laki cenderung lebih agresif ketimbang perempuan. Tidak hanya pengaruh biologi, sejarah, dan budaya juga memengaruhi, sehingga berakar sampai sekarang dan membentuk pada kondisi kejiwaannya.
Secara psikologis pun, ketika seseorang mendapatkan kekuasaan, dia akan cenderung untuk mempertahankannya. Demikian juga laki-laki ketika berada dalam rumah tangga atau pernikahan. Karena merasa memenuhi kebutuhan dapur keluarga, sehingga mereka merasa punya hak untuk mengatur segala sesuatunya.
Selain itu, laki-laki juga punya kecenderungan xenofobia, yaitu ketakutan pada orang baru atau sesuatu yang masih asing. Akibatnya, laki-laki lebih suka hierarki dominasi sosial untuk menunjukkan sifat kompetitifnya. Berbeda dengan perempuan yang punya kecenderungan lebih bisa diajak bekerja sama.
Lingkungan Juga Berperan
Tidak bisa dimungkiri, faktor biologi dan sejarah membuat seorang laki-laki cenderung agresif dan melakukan tindak kekerasan. Namun ini tidak semata menjadi faktor tunggal, karena bila iya itu berarti semua laki-laki di dunia akan melakukan kekerasan.
Faktanya, masih ada faktor pendukung lain, seperti trauma masa kecil. Nah, menurut psikolog kawakan Ian Hughes dan juga penulis buku Disordered Minds: How Dangerous Personalities are Destroying Democracy, trauma masa kecil dapat menyebabkan seseorang (laki-laki) untuk melakukan kekerasan saat dewasa.
Sejatinya, pengasuhan yang sangat disfungsional dapat menyebabkan masalah akut dalam perkembangan anak yang pada gilirannya dapat mengakibatkan perilaku nakal, termasuk kekerasan ketika dewasa kelak.
Kemudian, faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap perilaku kekerasan adalah pengaruh kelompok pada perilaku individu tersebut. Nah, tidak kalah penting dari kesemua faktor yang menyebabkan kenapa pelaku kekerasan atau KDRT adalah laki-laki, yaitu konstruksi gender.
Konstruksi gender dibangun sejak bayi yang memengaruhi pandangannya terhadap gender tertentu. Sejak kecil anak dididik dan diajarkan mengenai peran laki-laki dan perempuan, serta apa yang harus dan tidak harus dilakukan.
Anak laki-laki diasosiasikan sebagai seseorang yang tangguh, kuat, dan jantan. Nah, disadari atau tidak konstruksi maskulinitas seperti inilah yang bisa meningkatkan kemungkinan seorang anak menjadi tumbuh lebih keras, bahkan bukan tak mungkin bertindak kejam.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan konsep-konsep yang benar selama masa tumbuh kembang anak supaya anak tidak salah dalam berperilaku ketika dewasa kelak. Kalau orang tua ingin menanyakan informasi lebih jelas bagaimana pola asuh yang benar bisa tanyakan langsung ke Halodoc.
Dokter dan psikolog yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untuk orang tua. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur tanya dokter, ibu bisa memilih kapan dan di mana saja mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.