Ini 3 Depresi pada Anak Broken Home
Halodoc, Jakarta – Depresi menjadi salah satu gangguan yang mengintai anak broken home, yaitu anak yang hidup terpisah dengan orangtua akibat perceraian. Harus menghadapi perceraian orangtua sejak kecil memang bisa meningkatkan risiko seorang anak mengembangkan gangguan kesehatan mental, salah satunya adalah depresi. Setelah orangtua berpisah, dampak yang terasa adalah hilangnya kehangatan dan sosok serta kehadiran salah satu orangtua.
Anak broken home sangat rentan merasakan kesepian akibat rasa kehilangan yang dialami. Seringnya, anak juga akan merasa terasing, takut ditinggal sendirian, marah, merasa ditolak, tidak aman, serta kebingungan. Perceraian nyatanya bisa menyebabkan gangguan psikologis yang serius pada anak serta perkembangan yang terganggu pula. Perceraian pada orangtua paling sering memicu depresi pada anak dalam tingkat dan jenis yang berbeda-beda.
Baca juga: Anak juga Bisa Depresi saat Orangtua Berpisah
Jenis Depresi yang Bisa Terjadi pada Anak Broken Home
Depresi merupakan salah satu jenis gangguan psikologis. Kondisi ini terjadi akibat adanya gangguan mood yang serius, jauh lebih serius dibanding perasaan sedih yang berlarut-larut. Ada banyak pemicu yang bisa menyebabkan seseorang mengalami depresi, salah satunya adalah perceraian orangtua. Depresi sendiri ada banyak jenisnya dengan gejala yang berbeda-beda pula. Beberapa jenis depresi yang bisa menyerang anak broken home akibat perceraian adalah:
1. Depresi Situasional
Seperti namanya, jenis depresi ini terjadi karena situasi tertentu, termasuk karena perceraian orangtua. Jenis depresi ini biasanya diawali dengan gejala stres dan berujung pada kondisi yang lebih dalam. Jenis depresi ini ditandai dengan gejala depresi, seperti perasaan murung, perubahan pola tidur, perubahan pola makan, serta mengalami tekanan mental yang cukup tinggi. Munculnya gejala tersebut merupakan respon otak terhadap stres. Selain perceraian, jenis depresi ini juga bisa terjadi karena kehilangan pekerjaan, perpisahan dengan keluarga atau teman dekat, serta berada di lingkungan baru.
Baca juga: Bagaimana Mendampingi Anak yang Mengalami Trauma atau Depresi
2. Depresi Berat
Pada awalnya, anak broken home mengalami depresi situasional. Namun seiring berjalannya waktu, tekanan mental dan gejala depresi yang terjadi bisa mengarah pada depresi mayor alias depresi berat. Seseorang dinyatakan mengalami depresi ini jika mengalami gejala, seperti kesedihan, keputusasaan, dan kesepian yang berlangsung dalam jangka panjang, misalnya lebih dari dua minggu.
Depresi mayor umumnya memiliki gejala yang cukup serius dan memberi efek yang besar pada aktivitas serta kualitas hidup anak. Penyebab pasti depresi mayor belum diketahui, tetapi kondisi mental yang selalu tertekan akibat pengalaman buruk dan trauma psikologis diduga bisa menjadi salah satu pemicunya.
3. Depresi Kronis
Depresi kronis merupakan jenis depresi yang paling sering terdiagnosis. Namun, umumnya jenis depresi ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang, yaitu dua tahun berturut-turut atau lebih. Namun, gejala yang muncul pada kondisi ini pun beragam bisa bersifat ringan atau justru sangat berat. Meski begitu, depresi kronis umumnya tidak terlalu mengganggu aktivitas harian.
Dalam jangka panjang, depresi kronis bisa memengaruhi kualitas hidup pengidapnya. Anak yang mengidap depresi ini rentan mengalami gangguan pada pola pikir, sulit berkonsentrasi, tidak percaya diri, serta mudah putus asa.
Baca juga: 5 Tips Untuk Tetap Bahagia Usai Perceraian
Sampaikan masalah seputar psikologis atau penyakit mental pada ahlinya melalui aplikasi Halodoc. Kamu bisa dengan mudah menghubungi psikolog atau psikiater melalui Video/Voice Call dan Chat kapan dan di mana saja. Dapatkan informasi seputar kesehatan dan tips hidup sehat dari dokter terpercaya. Yuk, download Halodoc di App Store dan Google Play!