Hal yang Perlu Diketahui Ibu Hamil dengan Rematik
Halodoc, Jakarta - Ibu dengan kondisi arthritis atau penyakit rematik lainnya mungkin khawatir untuk mendapatkan kehamilan atau bisa saja tetap memiliki kekhawatiran bahkan setelah hamil. Pasalnya, beberapa ibu dengan penyakit rematik mungkin disarankan untuk tidak hamil oleh dokter.
Sebenarnya, kekhawatiran tersebut berasal dari informasi yang masih tidak pasti perihal bagaimana rematik pada wanita akan berdampak pada kehamilan. Pun, bisa jadi sebaliknya, bagaimana kehamilan akan mempengaruhi kondisi rematik pada ibu. Jika ibu mengidap radang sendi dan sedang hamil atau sedang merencanakan kehamilan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Apa saja?
- Cari Cara Penanganan yang Tepat
Melakukan observasi yang ketat dan penanganan medis yang tepat membuat ibu yang memiliki riwayat artritis atau kondisi rematik lainnya dapat berhasil hamil.
Ibu perlu tahu bahwa wanita hamil dengan arthritis harus terus mendapatkan pengawasan dan perawatan langsung dari dokter kandungan, untuk mengatur kehamilan dan seorang ahli reumatologi untuk mengelola kondisi rematik yang ibu alami. Kehamilan yang berhasil memang bukan tidak mungkin, tetapi tidak setiap kehamilan akan terjadi tanpa komplikasi.
Baca juga: Mengenal Lebih Jauh Jenis-Jenis Rematik
- Ingat Bahwa Setiap Kondisi Itu Unik
Pengaruh kehamilan terhadap penyakit rematik bervariasi sesuai dengan kondisi spesifiknya. Kehamilan yang disertai artritis reumatoid, lupus, sindrom antifosfolipid, dan kondisi rematik lainnya memiliki berbagai karakteristik. Wanita dengan rheumatoid arthritis biasanya memiliki gejala yang membaik selama kehamilan, tetapi dapat kambuh lagi setelah melahirkan. Selama periode pemulihan, ibu mungkin akan dianjurkan untuk mengurangi atau menghentikan beberapa obat arthritis.
Sementara itu, ibu hamil dengan riwayat lupus biasanya ada flare ringan hingga sedang yang terjadi selama kehamilan dan setelah melahirkan. Lalu, sindrom antifosfolipid yang merupakan kelainan autoimun ketika tubuh membuat antibodi terhadap fosfolipid atau protein plasma sendiri. Sindrom ini dapat terjadi dengan lupus eritematosus sistemik atau gangguan rematik lainnya. Kondisi ini memungkinakan terjadinya peningkatan risiko pembekuan darah, keguguran, atau hipertensi selama kehamilan.
Jangan lupa dengan hipertensi pulmonal yang terkadang dikaitkan dengan skleroderma, sindrom Sjogren, lupus, dan sindrom antifosfolipid dapat memburuk dengan kehamilan. Inilah mengapa kehamilan tidak disarankan dengan kondisi ini. Kondisi rematik lainnya, termasuk skleroderma tanpa hipertensi pulmonal, polimiositis, dermatomiositis, dan vaskulitis, biasanya tidak terpengaruh oleh kehamilan jika penyakitnya dapat dikendalikan.
Baca juga: Sakit Rematik Dilarang Mandi Air Dingin Malam Hari, Benarkah?
- Peradangan Bisa Memicu Masalah
Peradangan beberapa obat yang digunakan untuk mengobatinya bisa memicu munculnya masalah baru selama kehamilan. Jadi, ibu mungkin akan disarankan untuk tidak minum obat sampai selesai menyusui. Sekali lagi, mengidap penyakit rematik dan mendapatkan kehamilan memang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pakar kesehatan.
- Lakukan Persiapan Sebelum Kehamilan
Ibu yang sedang mempertimbangkan kehamilan harus mengontrol kondisi rematik setidaknya 3 hingga 6 bulan sebelum kehamilan. Tidak boleh lupa, selalu bicarakan kondisi ibu dengan dengan ahli reumatologi dan dokter kandungan sebelum merencanakan kehamilan. Dengan demikian, risiko komplikasi dapat diantisipasi.
Baca juga: Jangan Keliru, Ini Bedanya Rematik dan Asam Urat
Cukup pakai aplikasi Halodoc jika ibu ingin tanya jawab dengan dokter kandungan dan reumatologi kapan dan di mana saja. Jadi, ibu tak perlu harus keluar rumah untuk ke rumah sakit setiap memiliki keluhan kesehatan.