Gejala yang Terjadi pada Pengidap Sindrom Rasmussen
“Penting untuk mewaspadai gejala sindrom rasmussen. Selain kejang, sindrom ini bisa menyebabkan kelumpuhan pada satu sisi tubuh.”
Halodoc, Jakarta – Gejala sindrom Rasmussen cukup khas, biasanya berawal dari kejang. Namun, ini berbeda dengan kejang biasa. Sebab, sindrom Rasmussen adalah penyakit neurologis inflamasi kronis langka yang biasanya hanya memengaruhi satu belahan otak.
Kondisi ini adalah bentuk peradangan yang menyebabkan sel-sel saraf tidak berfungsi. Ini termasuk kondisi autoimun di mana antibodi tubuh dapat merusak satu atau lebih organ dalam tubuh. Dalam hal ini, antibodi menyerang otak.
Ingin tahu seperti apa gejala dari sindrom ini dan bagaimana pengobatannya? Yuk simak lebih lanjut!
Gejala Sindrom Rasmussen
Gejala sindrom ini biasanya muncul antara usia 1 dan 14 tahun. Kejang adalah gejala yang seringkali muncul pertama kali. Selain kejang, gejala lain yang dapat muncul adalah:
- Kehilangan keterampilan motorik dan bicara.
- Kelumpuhan pada satu sisi tubuh (hemiparesis).
- Radang otak (ensefalitis).
- Kemunduran mental.
Sindrom ini dapat menyebabkan peradangan yang memicu kerusakan sel saraf, dan ini menyebabkan kejang. Kejang mungkin sangat jarang terjadi pada awalnya. Namun, setelah beberapa minggu atau bulan, menjadi sangat sering. Gejala ini juga dapat terjadi berkali-kali dalam sehari.
Kejang yang terjadi biasanya fokal (sebagian) dan dapat menyebabkan satu sisi wajah atau anggota badan tersentak secara berirama. Ini bisa terjadi terus menerus, dapat berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Kondisi ini disebut epilepsia partialis continua.
Gejala kejang akibat sindrom Rasmussen biasanya sangat sulit dan terkadang tidak mungkin dikendalikan dengan obat epilepsi. Setelah beberapa waktu, akan ada gejala berupa kelemahan pada satu sisi tubuh yang terpengaruh kejang. Saat kejang berlanjut, kelemahan ini bisa memburuk dan menyebabkan hilangnya fungsi lengan, kaki, atau keduanya.
Apa Penyebabnya?
Penyebab pasti munculnya gejala sindrom Rasmussen tidak jelas. Namun, ada dugaan bahwa sindrom ini adalah gangguan autoimun. Ini adalah gangguan di mana pertahanan alami tubuh (antibodi dan sel T) melawan jaringannya sendiri, mengira itu organisme asing tanpa alasan yang jelas.
Karena tergolong sangat langka, belum ada banyak informasi mengenai sindrom ini. Namun, usia mungkin menjadi faktor risiko, karena sindrom ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun, meski juga dapat memengaruhi remaja dan orang dewasa.
Pilihan Pengobatan yang Tersedia
Pengobatan untuk gejala sindrom Rasmussen sebagian besar simtomatik dan suportif. Dokter biasanya meresepkan obat anti-kejang (antikonvulsan) untuk meredakan kejang. Meski begitu, Namun, dalam kebanyakan kasus, obat antikonvulsan tidak efektif.
Pengobatan medis yang ditargetkan pada kemungkinan penyakit autoimun dapat dicoba, termasuk steroid, imunoglobulin, dan tacrolimus. Selain itu, dokter juga dapat memberi terapi imunologis, untuk memperlambat kerusakan neurologis dan struktural. Namun, terapi ini biasanya tidak memperbaiki epilepsi atau atrofi otak progresif.
Pada beberapa kasus, operasi bernama hemisferektomi serebral bisa jadi pilihan. Ini bisa jadi satu-satunya cara untuk mengatasi gejala kejang akibat sindrom Rasmussen dan menghentikan regresi perkembangan saraf.
Namun, kesulitannya seringkali adalah memutuskan waktu operasi yang terbaik. Ini tergantung pada tingkat keparahan kejang dan tingkat efek pada pembelajaran dan perkembangan penyakit.
Itulah pembahasan mengenai gejala sindrom rasmussen, penyebab, dan pengobatannya. Jika kamu atau orang terdekat mengalami gejala penyakit ini, segera periksakan diri ke dokter.
Jika dokter memberi resep obat, download Halodoc saja untuk cek kebutuhan medis kamu dengan mudah.