BPOM Beri Izin Edar Vaksin Sputnik V, Berapa Persen Efikasinya?
“Indonesia kini termasuk sebagai salah satu dari 70 negara yang menggunakan Sputnik V asal Rusia untuk vaksinasi COVID-19. Vaksin tersebut dikabarkan berjenis Adenovirus, yang diproduksi dari virus lain yang tidak berbahaya dan dimodifikasi agar memiliki spike protein virus penyebab COVID-19. Namun, perlu diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa kemanjuran vaksin tersebut mampu mencapai efikasi di atas 90 persen.”
Halodoc, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah memberikan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) terhadap beberapa jenis vaksin COVID-19 sejak Januari 2021. Mulai dari Sinovac (CoronaVac), vaksin Covid-19 Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer. Selain enam vaksin tersebut, vaksin terbaru yang diberi izin edar dari BPOM adalah Sputnik V asal Rusia sejak Selasa (24/8) lalu.
Vaksin yang dikembangkan oleh The Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Rusia ini dikembangkan melalui teknologi adenovirus. Lantasi, berapa persen tingkat efikasi dari vaksin Sputnik V? Simak info dan fakta terkait vaksin Sputnik V di sini!
Baca juga: Bagaimana Cara Mendapatkan Vaksinasi COVID-19?
Jenis Vaksin Adenovirus
Pengembangan vaksin Sputnik V buatan Rusia dilakukan melalui teknologi adenovirus. Teknik pengembangan vaksin tersebut sudah digunakan sejak tahun 1980-an. Vaksin adenovirus sendiri diproduksi dari virus lain yang tidak berbahaya dan dimodifikasi agar memiliki spike protein virus penyebab COVID-19.
Dengan demikian, diharapkan di masa mendatang antibodi tubuh dapat mengenali dan melawan virus SARS-CoV-2 yang asli, ketika masuk ke dalam tubuh. Melansir dari laman Sputnik V, platform teknologi vektor berbasis adenovirus memudahkan dan mempercepat pembuatan vaksin baru melalui modifikasi vektor carrier awal dengan materi genetik dari virus baru yang muncul.
Hal tersebut dapat membantu pembuatan vaksin baru dalam waktu yang relatif singkat. Perlu diketahui juga bahwa vaksin dengan jenis tersebut memicu respon yang kuat dari sistem kekebalan tubuh.
Berdasarkan pada studi yang dipublikasi oleh The Lancet, vaksin Sputnik V menggunakan pendekatan adenovirus rekombinan heterolog menggunakan adenovirus 25 (Ad26) dan adenovirus 5 (Ad5). Vaksin sputnik V juga dikenal sebagai Gam-Covid-Vac dan menggunakan dua adenovirus rekayasa yang berbeda, yaitu rAd26 dan rAd5. Adenovirus rekayasa tersebut digunakan untuk dosis pertama dan kedua vaksin.
Vaksin Sputnik-V diperuntukan untuk orang yang berusia 18 tahun ke atas dan diberikan secara injeksi intramuskular (IM) dengan dosis 0,5 ml untuk dua kali penyuntikan dalam rentang waktu tiga pekan. Selain Sputnik V, teknik pengembangan vaksin adenovirus juga digunakan untuk vaksin yang dibuat oleh Johnson & Johnson.
Baca juga: Kenalan dengan Vaksin COVID-19 DNA Pertama di Dunia
Berapa Persen Efikasinya?
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan bahwa vaksin Sputnik V memiliki efikasi 91,6 persen. Ia menegaskan bahwa pemberian izin edar vaksin Sputnik-V sudah melalui pengkajian intensif BPOM, yang dilakukan bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin COVID-19, dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Melansir dari jurnal medis The Lancet, analisis sementara dari uji coba vaksin Sputnik V juga menunjukan tingkat kemanjuran 91,6 persen.
Akan tetapi, pada akhir Juli lalu, Vladimir Gushchin, kepala laboratorium mekanisme variabilitas populasi dari pusat penelitian Gamaleya yang mengembangkan vaksin tersebut, memiliki pendapat lain. Ia mengatakan vaksin Sputnik V diklaim hampir 100 persen memberikan perlindungan terhadap kasus parah dan fatal dari COVID-19 yang disebabkan oleh varian delta. Di samping itu, Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya melaporkan bahwa Sputnik V memiliki efikasi sebesar 97,6 persen.
Kepala BPOM Penny Lukito juga menambahkan bahwa efek samping dari penggunaan vaksin COVID-19 Sputnik-V akan menimbulkan tingkat keparahan ringan atau sedang, berdasarkan hasil kajian terkait dari keamanan vaksin tersebut.
“Efek samping yang paling umum akan dirasakan adalah gejala menyerupai flu, yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi (arthralgia), nyeri otot (myalgia), badan lemas (asthenia), ketidaknyamanan, sakit kepala, hingga hipertermia,” ujar kepala BPOM.
Vaksin yang diproduksi melalui teknologi adenovirus umumnya hanya menimbulkan gejala ringan pada manusia. Pihak otoritas Rusia mengklaim tidak ada laporan kondisi pembekuan darah pada orang yang divaksinasi menggunakan Sputnik V. Hingga saat ini, Indonesia terhitung menjadi negara ke-70 yang menggunakan vaksin Sputnik V dari Rusia.
Baca juga: Ketahui Berbagai Jenis Vaksin yang Digunakan di Indonesia
Vaksin COVID-19 memang tidak membuat tubuh kebal 100 persen terhadap infeksi virus corona. Namun, vaksin dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mengurangi keparahan gejala yang timbul, bila terinfeksi COVID-19.
Selain vaksinasi, menjaga sistem kekebalan tubuh juga penting dilakukan setiap saat. Pastikan kamu selalu memenuhi asupan nutrisi penting yang diperlukan. Melalui aplikasi Halodoc, kamu dapat membeli vitamin atau suplemen yang kamu butuhkan dengan mudah. Tentunya tanpa perlu keluar rumah atau mengantri panjang. Yuk, download aplikasi Halodoc!
Referensi: