Benarkah Makanan Olahan Tidak Baik untuk Tubuh? Ini Faktanya

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   14 Februari 2023

"Makanan olahan cenderung tinggi kalori dan berpengawet. Hal ini lah yang membuat makanan olahan tidak baik untuk tubuh."

Benarkah Makanan Olahan Tidak Baik untuk Tubuh? Ini FaktanyaBenarkah Makanan Olahan Tidak Baik untuk Tubuh? Ini Faktanya

Halodoc, Jakarta – Makanan olahan seperti nuget, sosis, kentang goreng memang praktis dan lezat. Melihatnya terpampang di etalase restoran cepat saji pun bisa membuat kamu tergiur dan sulit menolaknya. 

Namun, makanan ini sudah melewati berbagai proses pengolahan supaya terasa lebih nikmat dan awet. Proses ini justru bisa menghilangkan kualitas gizinya dan berdampak buruk untuk tubuh. Ini alasan mengapa makanan olahan bisa membahayakan kesehatan. 

Alasan Makanan Olahan Tidak Baik untuk Tubuh

1. Tinggi kalori

Makanan jenis ini tidak hanya merujuk pada makanan fast food saja. Makanan kalengan, mi instan, keripik, biskuit, soda, kue dan permen adalah termasuk makanan olahan.

Semuanya, tinggi kalori, tinggi gula dan tinggi garam. Selain itu, makanan-makanan tersebut juga minim gizi.  

2. Meningkatkan risiko obesitas

Tingginya kalori dalam makanan olahan ini bisa memicu obesitas apabila kamu tidak bijak dalam mengonsumsinya. Apalagi jika kamu tidak mengimbanginya dengan rutin berolahraga. Risiko obesitas pun tidak bisa dihindari. 

3. Tinggi gula

Makanan olahan juga cenderung berbahan dasar tepung yang memiliki indeks glikemik tinggi. Ditambah lagi kandungan gulanya yang tinggi.

Zat ini bisa membanjiri aliran darahmu dengan glukosa. Alhasil, gula darah melonjak dan kamu berpotensi mengalami penyakit diabetes. 

4. Meningkatkan risiko penyakit jantung koroner

Tingginya kalori dalam makanan ini bisa memicu penumpukan kolesterol. Alhasil, zat tersebut bisa memengaruhi elastisitas pembuluh darah.

Ketika terus menerus dikonsumsi, kamu rentan mengalami hipertensi, kolesterol tinggi, dan penyakit jantung koroner di kemudian hari.

5. Meningkatkan risiko tumor

Gula dalam makanan ini bukan hanya memicu lonjakan glukosa, tetapi juga pertumbuhan sel-sel lemak. Alhasil, kondisi tersebut meningkatkan potensi replikasi sel dan pertumbuhan tumor. 

6. Mengandung garam berlebih

Makanan olahan cenderung tinggi garam agar lebih awet dan mempertahankan kelezatannya. Sayangnya, kadar garam yang terlalu tinggi ini bisa menumpuk dalam tubuh dan mengikat lemak-lemak. Alhasil, bukan hanya menambah berat badan, tetapi juga meningkatkan risiko hipertensi. 

7. Memicu gangguan pencernaan

Kandungan serat dalam makanan ini pun sangat rendah sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan serat harian kamu. Akibatnya, kamu rentan mengalami gangguan pencernaan, seperti sembelit. 

Tips Mengonsumsi Makanan Olahan

Sebenarnya, boleh-boleh saja kamu mengonsumsi makanan olahan. Asalkan kamu mengonsumsinya dengan bijak, yaitu tidak berlebihan dan tidak terlalu sering.

Nah, berikut sejumlah tips mengonsumsi makanan olahan untuk meminimalisir risiko penyakit berbahayanya: 

  • Konsumsi bersama sayuran dan buah yang kaya serat dan vitamin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. 
  • Jangan mengonsumsinya terlalu sering, lebih baik konsumsi makanan yang dimasak sendiri dari kondisi mentah. 
  • Teliti dahulu jumlah kalori, kadar glukosa, natrium dan kandungan gizi yang tercantum pada kemasan sebelum membeli atau mengonsumsinya.
  • Periksa tanggal kedaluwarsa setiap akan mengonsumsi makanan olahan kemasan.
  • Hindari mengonsumsinya terlalu banyak atau berlebihan. Konsumsi secukupnya saja. 

Nah, kamu juga bisa mengonsumsi vitamin dan suplemen untuk melengkapi kebutuhan gizi harian kamu.

Segera cek kebutuhan vitamin dan suplemen di toko kesehatan Halodoc. Jangan tunggu sakit untuk minum vitamin, download Halodoc sekarang juga!

Referensi:
Harvard Medical School. Diakses pada 2023. What Are Ultra-Processed Foods and Are They Bad for Our Health?
The Hospitals Contribution Fund of Australia. Diakses pada 2023. Ultra-Processed Foods: What Are the Health Risks?
Nutrients. Diakses pada 2023. The Effects of Ultra-Processed Food Consumption—Is There Any Action Needed?