Anak Sulit Buang Air Kecil, Hati-Hati Fimosis

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   07 Mei 2021
Anak Sulit Buang Air Kecil, Hati-Hati FimosisAnak Sulit Buang Air Kecil, Hati-Hati Fimosis

Halodoc, Jakarta - Menjaga kebersihan tubuh adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Kebiasaan ini pun harus diturunkan kepada anak. Sebab, jika anak tidak rajin membersihkan tubuh, risiko terserang penyakit akan semakin besar.

Salah satu cara untuk menjaga kebersihan anak laki-laki adalah dengan menyunat Mr P-nya. Sunat dilakukan supaya kotoran tidak menumpuk pada kulupnya. Selain itu, sunat juga sangat penting dilakukan untuk menghindarkan Si Kecil dari penyakit fimosis yang membuatnya sulit buang air kecil.

Orangtua perlu segera melakukan penanganan yang tepat saat anak laki-laki terkena fimosis. Sebab, fimosis membuat kulup melekat kencang pada kepala Mr P dan membuatnya tidak dapat ditarik ke belakang melewati kepala Mr P. Hal ini biasanya sering terjadi oleh anak berusia 2 hingga 6 tahun yang belum disunat.

Kondisi ini seringkali dianggap wajar jika dialami oleh bayi atau balita. Namun jika kondisi seperti ini tetap terjadi ketika beranjak remaja, maka pertolongan medis adalah kunci kesembuhannya. Selain itu, pertolongan medis juga dilakukan untuk mencegah gangguan kesehatan yang lebih parah lagi.

Baca juga: Ini Perbedaan Pria Disunat dan Tidak dari Segi Kesehatan

Gejala Fimosis

Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.BS., fimosis dapat terindikasi menyerang anak saat orangtua tengah memandikan bayi. Jika orangtua menemukan kulup sulit atau bahkan tidak bisa ditarik ke belakang, sehingga kepala Mr P tak terlihat, kemungkinan besar anak mengalami fimosis. Sebab, pada dasarnya kulup adalah bagian tubuh yang memiliki sifat elastis.

Gejala lainnya pun dapat terlihat saat ia hendak buang air kecil. Mr P-nya akan menggelumbung terlebih dahulu karena urine tertahan di kulit. Setelah tekanan gelembung tinggi, barulah urin dapat keluar seperti ada bocor air dari kulit.

Fimosis memang tidak menimbulkan rasa nyeri. Namun dalam kasus infeksi yang lebih parah, fimosis dapat membuat kulit Mr P berwarna merah, kulit sekitar area intim menjadi pecah-pecah, bengkak, dan disertai nyeri.

Apabila urine terus menggelembung pada pada kulup, hal ini bisa memicu penumpukan bakteri dan membuat anak mengalami demam. Sementara itu, jika fimosis terjadi pada orang dewasa, hal ini akan mengganggunya dalam berhubungan intim. Sehingga, ia tidak akan merasakan sensasinya.

Penyebab Fimosis

Fimosis umumnya terjadi karena kelainan bawaan lahir. Namun, bisa juga karena faktor kebersihan Mr P yang tidak terjaga dengan baik. Pada orang dewasa, fimosis juga dapat disebabkan oleh penyakit diabetes. Penyakit ini membuat penderitanya rentan terkena infeksi yang dapat membentuk jaringan parut pada kulup, sehingga membuat kulit menjadi tidak lentur dan sulit ditarik.

Tidak hanya itu, gangguan-gangguan pada kulit yang juga bisa memicu fimosis adalah psoriasis, lichen sclerosus (lesi pada kulup atau terkadang kepala penis), lichen planus (ruam gatal non-infeksi), serta eksim yang membuat kulit berwarna merah, gatal, pecah-pecah dan kering. Usia yang semakin tua juga dapat menyebabkan kelenturan kulit berkurang, sehingga kesulitan untuk ditarik. Peregangan dan tarikan yang terlalu keras juga dapat membuat kulit kulup robek dan mengalami peradangan, hingga memicu fimosis.

Baca juga: 5 Kelainan Seksual yang Perlu Diketahui

Apabila anak atau pasangan kamu terindikasi terserang penyakit ini, sebaiknya segera menghubungi dokter untuk mendapatkan tindakan yang tepat. Ibu juga bisa memanfaatkan aplikasi Halodoc saat gejala fimosis pada anak muncul untuk mendapatkan rekomendasi pengobatan terbaik dan tips menjaga kesehatan. Dokter di Halodoc bisa dihubungi melalui Video/Voice Call dan Chat. Yuk, download sekarang di App Store dan Google Play!