WHO Ubah Social Distancing menjadi Physical Distancing, Apa Alasannya?
“Sebagai upaya pencegahan COVID-19, social distancing adalah hal yang penting untuk dilakukan. Namun, kini istilah ini diubah menjadi physical distancing.”
Halodoc, Jakarta - Social distancing adalah istilah yang muncul karena pandemi virus corona atau COVID-19. Gerakan ini muncul sebagai salah satu upaya untuk memutus rantai penyebaran virus. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mengubah frasa “social distancing” menjadi “physical distancing”.
Arti dan maksud sebenarnya dari social distancing adalah tindakan untuk menghindari berjabat tangan, dan menjaga jarak setidaknya satu meter saat berinteraksi dengan orang lain. Ini bisa dilakukan dengan bekerja dari rumah (work from home), belajar di rumah bagi pelajar, menunda pertemuan atau acara yang dihadiri banyak orang, dan tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit.
Lewat social distancing, diharapkan penyebaran virus corona bisa diperlambat, bahkan dihentikan. Namun, mengapa WHO mengganti frasa “social distancing” menjadi “physical distancing”? Simak penjelasannya dalam pembahasan berikut ini!
Social Distancing Kini Adalah Physical Distancing, Apa Bedanya?
Istilah social distancing adalah perintah untuk berdiam diri di rumah. Tujuannya untuk mencegah penyebaran virus corona. Namun, penggunaan frasa ini dinilai kurang pas. Ini karena, social distancing bisa disalahartikan dengan, memutus kontak dengan teman atau keluarga secara sosial.
Padahal, kontak sosial juga tak kalah penting di tengah-tengah pandemi COVID-19. Itulah sebabnya kini WHO mengubah istilah social distancing menjadi physical distancing oleh WHO. Dengan harapan masyarakat global menjaga jarak fisik, bukannya memutus kontak sosial dengan keluarga atau orang lainnya.
Menurut Maria Van Kerkhove, pemimpin teknis untuk respons COVID-19, sekaligus kepala unit penyakit dan zoonosis di WHO, saat ini berdiam di rumah atau mengurangi aktivitas publik lainnya, dapat membantu kita untuk terhindar dari penularan virus corona.
Maria juga menegaskan, physical distancing bukanlah menjaga jarak sosial, tetapi jarak fisik. Oleh karena itu, social distancing adalah istilah yang kurang tepat dan bisa menimbulkan kesalahpahaman, sehingga perlu diganti.
Jika ada orang di sekitarmu yang tidak ingin melakukan social distancing, kamu bisa bantu mengingatkannya. Berikut ini tips yang bisa dicoba → Ingatkan 5 Hal Ini pada Orang yang Enggan Social Distancing
Bagaimana Cara Melakukan Social Distancing?
Social distancing atau kini disebut physical distancing adalah protokol kesehatan yang penting dan perlu dipahami. Ini bukan sekadar menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain. Melainkan juga membatasi diri dalam melakukan kontak dan interaksi langsung, serta kegiatan di luar rumah yang tidak perlu dan melibatkan banyak orang.
Cara menerapkan social distancing adalah dengan tidak bersalaman, dan menunda acara-acara besar, seperti pertemuan masyarakat, hiburan, olahraga, ataupun bisnis. Untuk pergi ke supermarket atau pasar masih boleh, tapi frekuensinya perlu dikurangi seminimal mungkin.
Bagi orang yang berisiko tinggi, seperti lansia atau pengidap masalah kesehatan kronis, social distancing adalah hal yang sangat perlu dilakukan. Terutama menghindari tempat-tempat umum dan kerumunan.
Saat berada di tempat umum, usahakan sebisa mungkin menjaga jarak dari orang lain. Lalu, segeralah cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan saat kembali pulang ke rumah.
Bila memungkinkan, bekerjalah dari rumah (WFH). Kalau pun harus ke kantor, batasilah kontak dengan rekan-rekan kerja dan ikuti etika bersin dan batuk, dengan menutup mulut dan hidung dengan siku bagian dalam atau tisu.
Physical Distancing Juga Perlu Dibarengi Strategi Lain
Melawan COVID-19 adalah hal yang tak cukup hanya dengan mengandalkan social distancing atau physical distancing. Menurut pakar WHO lainnya, Michael Ryan, Direktur Eksekutif Masalah Kedaruratan Kesehatan di WHO, harus ada tindakan lain untuk menangani virus corona. Seperti apa?
Dirinya mengatakan, mengidentifikasi kasus dan melacak kontaknya (tracking contact), merupakan cara lain yang terus harus dilakukan. Cara ini bisa memisahkan virus dari populasi, sehingga kecepatan penularannya bisa diperlambat.
Namun, bila penyakit ini telah mencapai tingkat tertentu, terutama dalam penularan komunitas, dan tak mungkin lagi mengidentifikasi semua kasus atau semua kontak, maka kita perlu memisahkan semua orang dari orang lain.
Di sinilah peran physical distancing. Physical distancing dilakukan karena kita tak tahu persis siapa yang mungkin telah terinfeksi. Bila penemuan kasus (tracing), isolasi, mengkarantina yang diduga terinfeksi terus-menerus dilakukan, maka penerapan physical distancing tak perlu dilakukan secara ekstrem.
Michael menyebut Singapura sebagai contohnya. Negara tersebut benar-benar berkomitmen pada konsep penyelidikan kasus, investigasi cluster, isolasi kasus, dan karantina. Michael mengatakan, pemerintah di sana benar-benar “terjebak” pada tugas itu.
Nah, berkat strategi ini pemerintah di Singapura tak perlu menutup sekolah-sekolah di sana. Kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung. Physical distancing tak perlu diterapkan secara ekstrem.
Social Distancing dan Isolasi Mandiri
Selain social distancing dan physical distancing, ada istilah lain yang juga bagian dari upaya pencegahan COVID-19, adalah isolasi mandiri. Ini dilakukan dengan tetap berada di dalam rumah sambil melakukan upaya pembatasan fisik dengan orang lain, selama jangka waktu tertentu.
Protokol ini wajib dijalani pada kelompok tertentu, yaitu:
- Pasien yang terkonfirmasi COVID-19 melalui PCR, tetapi hanya mengalami gejala ringan. Seperti batuk dan sakit tenggorokan atau bahkan tidak mengalami gejala sama sekali.
- Orang yang telah melakukan kontak dekat dengan orang yang positif COVID-19.
- Orang yang mendapatkan hasil positif pada pemeriksaan rapid test antigen dan tidak dapat melakukan konfirmasi dengan PCR.
Tidak seperti social distancing atau physical distancing, protokol isolasi mandiri adalah sebagai berikut:
- Tetap tinggal di rumah dan tidak bepergian ke tempat umum. Terutama jika mengalami gejala seperti demam, flu, dan batuk, guna mencegah terjadinya penularan penyakit.
- Selalu memakai masker meski berada di rumah.
- Membuang masker bekas di tempat yang telah ditentukan.
- Menggunakan peralatan makan, ruang tidur, dan kamar mandi yang terpisah dengan orang lain di dalam rumah.
- Memantau suhu tubuh harian dan memerhatikan apakah ada gejala COVID-19, seperti batuk dan sesak napas.
- Menjalani perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan rutin mencuci tangan, membersihkan rumah dengan disinfektan, dan menjalani pola makan sehat.
- Menghubungi dokter atau fasilitas layanan kesehatan terdekat jika mengalami gejala yang semakin parah, seperti demam tinggi dan sesak napas.
Selama menjalani isolasi mandiri, penting untuk selalu menyediakan beberapa obat dan vitamin. Cek apa saja obat dan vitamin yang perlu kamu sediakan di sini → Jalani Isolasi Mandiri, Sediakan Obat dan Vitamin Ini
Itulah pembahasan mengenai social distancing atau physical distancing serta isolasi mandiri sebagai protokol pencegahan COVID-19. Karena ini adalah hal yang penting, pastikan untuk menerapkannya, ya.
Yuk, pastikan sakitmu bukan karena virus corona. Bila dirimu mencurigai diri atau anggota keluarga mengidap infeksi virus corona, atau sulit membedakan gejala COVID-19 dengan flu, jangan ragu untuk bertanya pada dokter terpercaya di Halodoc.
Referensi:
WHO. Diakses pada 2020. Emergencies Press Conference on Coronavirus Disease Outbreak - 20 March 2020.
BBC. Diakses pada 2020. Why social distancing might last for some time.
Setda Kalimantan Tengah. "Social Distancing" Itu Apa Dan Bagaimana?
Verywell Mind. Diakses pada 2023. What Is Social Distancing?
Jakarta Tanggap COVID-19. Diakses pada 2023. Isolasi Mandiri di Rumah: Panduan dan Apa Saja yang Bisa Dilakukan.
Johns Hopkins Medicine. Diakses pada 2023. Coronavirus, Social and Physical Distancing and Self-Quarantine.
Diperbarui pada 4 April 2023