Ada Aksi Bunuh Diri, Kenapa Orang Pilih Merekam?
Halodoc, Jakarta – Seorang pemuda asal Lampung berinisial TS, memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan melompat dari sebuah gedung pusat perbelanjaan. Berita tentang aksi bunuh diri pria yang diketahui mahasiswa tersebut viral dan ramai dibicarakan di media sosial. Masalah asmara diduga mendasari aksi ini.
Video yang berisi detik-detik TS lompat tersebar luas di internet yang bisa dengan mudah diakses oleh siapa saja. Ironisnya, alih-alih menolong dan membujuk agar TS tidak melompat, warga sekitar malah terlihat sibuk merekam kejadian, bahkan melakukan provokasi. Dalam video yang sempat beredar, terdengar sebuah suara yang justru meneriakkan “ayo lompat, lompat” dan kemudian diikuti oleh suara tawa.
Baca juga: Pria Lompat dari Gedung Transmart, Ini Fakta di Balik Bunuh Diri
Tak lama setelah TS akhirnya melompat, suara dalam video tersebut mulai terdengar panik dan tidak percaya bahwa pria tersebut benar-benar memutuskan untuk terjun. Nyatanya, kebiasaan seperti ini seakan sudah menjadi “budaya” dan banyak orang yang melakukannya.
Sekarang ini, sudah tak aneh melihat kerumunan manusia yang sibuk merekam kecelakaan di jalan raya, bukannya menolong korban. Peristiwa yang masih sangat teringat adalah kecelakaan maut yang terjadi di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat. Saat kecelakaan yang merenggut nyawa banyak orang itu terjadi, warga sekitar malah asyik merekam peristiwa tanpa berusaha membantu.
Fenomena ini sering dikaitkan dengan efek bystander (bystander effect) dan diffusion of responsibility, yaitu istilah psikologi sosial yang merujuk pada tindakan tidak ingin membantu dalam situasi darurat, terlebih jika ada “saksi” lain di lokasi. Dengan kata lain, seseorang merasa tidak memiliki kewajiban untuk menolong, karena masih ada orang lain yang bisa melakukan hal tersebut.
Fakta bahwa orang-orang hanya sibuk menonton dan merekam peristiwa seperti ini juga dikaitkan dengan empati pengguna media sosial. Melansir The Independent, seorang professor dari Massachusetts Institute of Technology, Sherry Turkle, pernah melakukan studi terkait hubungan antara “kemanusiaan dan teknologi”.
Hasilnya, pengguna teknologi seperti ponsel dan media sosial disebut cenderung lebih memilih untuk berhubungan atau berinteraksi melalui pesan singkat, ketimbang bertemu langsung. Hal itu yang kemudian dikaitkan dengan menurunnya tingkat empati seseorang terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.
Baca juga: Mahasiswa Punya Hasrat Bunuh Diri Tinggi, Mengapa?
Merekam Aksi Bunuh Diri, Tanda Cari Perhatian?
Tak dapat dimungkiri, perkembangan teknologi dan media sosial membuat banyak orang menjadi haus akan perhatian, hal itu diduga menjadi alasan orang berlomba-lomba membuat “konten” yang menjadi sumber keramaian dan menarik perhatian, seperti aksi bunuh diri, kecelakaan, kebakaran, hingga pelecehan seksual.
Kebanyakan pengguna media sosial menganggap bahwa dengan menyebarkan konten demikian, dirinya akan mendapat lebih banyak perhatian dan interaksi di dunia maya. Padahal, hal pertama yang seharusnya dilakukan dalam situasi seperti itu adalah menolong dan menghindari bertambahnya korban. Kebiasaan merekam peristiwa seperti ini juga bisa mengganggu jalannya proses evakuasi di tempat kejadian.
Ada Ancaman Hukuman
Membiarkan aksi bunuh diri sebenarnya termasuk tindakan yang melanggar hukum. Apalagi, merekam lalu menyebarluaskan video yang berisi aksi tersebut. Dilihat dari kasus TS, orang yang merekam dan menghasut untuk melompat bisa terjerat KUHP pasal 345, dengan ancaman penjara selama-lamanya empat bulan. Sementara orang yang menyebarkan video bunuh diri bisa dijerat dengan UU ITE pasal 28, dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun.
Baca juga: 10 Tanda Kalau Kondisi Psikologis Sedang Terganggu
Saat berada di tengah lokasi kejadian kecelakaan atau aksi bunuh diri, sebaiknya usahakan melakukan atau setidaknya mencari pertolongan. Jika masih memungkinkan, kamu bisa mencoba mengajak warga sekitar untuk menolong dan mintalah bantuan dari tenaga medis.
Manfaatkan aplikasi Halodoc untuk menghubungi dokter dan berbicara melalui Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan rekomendasi dan tips-tips seputar kesehatan dari dokter terpercaya. Yuk, download aplikasi Haloodc sekarang di App Store dan Google Play!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan